Hampir 30 jam Cakya tidak keluar dari kamarnya. Karena cemas, ayah Cakya memutuskan untuk mendobrak pintu kamar Cakya. Dibantu oleh anak buah ayah Cakya di usaha furnitur, beruntung tempat kerja ayah Cakya hanya beberapa meter dari rumah, jadi mereka bisa sampai dalam hitungan menit.
Perlu usaha keras, akhirnya pintu kamar Cakya berhasil dibuka.
Mata langsung disuguhkan pemandangan mengerikan, pecahan kaca dimana-mana. Bahkan ada tetesan darah dimana-mana.
Kasur sudah tidak ada seprai yang melekat, bantal dan selimut berserakan dilantai.
Ibu Cakya langsung menyisir kamar mencari posisi Cakya, Cakya duduk disudut lemari. Wajahnya terlihat pucat dan lelah. Ibu Cakya berlari menghampiri Cakya, bahkan ibu Cakya mengabaikan kakinya yang menginjak pecahan beling.
"Abang...", ibu Cakya memeluk Cakya seerat yang dia bisa, air matanya jatuh, hatinya hancur melihat keadaan Cakya yang seperti ini.
Cakya pingsan dipelukan ibunya.
"Abang...!!! Abang....!!!", ibu Cakya berteriak panik.
Ayah Cakya menyapu asal pecahan beling, membuat jalan menuju arah Cakya. "Kita bawa kerumah sakit saja ma", ayah Cakya memberi saran. Ibu Cakya hanya mengangguk disela tangisnya.
***
Erfly duduk ditempat favoritnya. Gama duduk disamping Erfly.
"Cakya masih tidak mau keluar kamar bang...?", Erfly bertanya pelan.
"Kamu tahu dari mana, Cakya mengurung diri di kamar dek...?", Gama bertanya bingung, karena Gama tidak pernah menceritakan masalah Gama yang mengurung diri di kamar.
"Erfly... Di telfon mama kemarin", Erfly bicara jujur.
"Ya gitu lah dek, bahkan abang sengaja mampir untuk melihat Cakya. Dia tetap tidak bergeming dikamar", Gama bicara apa adanya.
***
Cakya dibawa kerumah sakit, beruntung Cakya hanya mengalami keletihan dan dehidrasi.
Setelah menghabiskan 1 botol infus, Cakya diizinkan untuk pulang. Ibu Cakyapun mendapat perawatan karena kakinya yang luka.
Sesampainya dirumah, kamar Cakya sudah rapi seperti semula. Cakya langsung merebahkan diri diatas kasur.
"Abang istirahat ya, mama mau kebelakang dulu", ibu Cakya mengusap pucuk kepala Cakya dengan sayangnya.
Cakya hanya merebahkan tubuhnya diatas kasur, membuat dirinya senyaman mungkin.
Berbeda dari hari sebelumnya, Cakya tidak lagi mengurung diri di kamar. Akan tetapi dia tidak mau menemui siapapun, hanya ibunya yang boleh masuk setiap kali mengantarkan makanan.
Gama tidak bisa berbuat apa-apa, hanya pulang dengan tangan kosong. Tidak bisa bertemu dengan Cakya.
Gama memutuskan untuk kembali ke kos-kosan yang sedang dibangun. Sudah 3 hari berlalu, pekerjaan sudah mulai rampung. Gama dan Erfly puas dengan hasil renofasinya.
Erfly mengisi tempat tidur dan lemari standar disetiap kamar. Bahkan disediakan dapur umum yang bisa diakses dari setiap kamar. Setiap petakan sudah ada kamar mandi, jadi tidak perlu rebutan antar anak kos nantinya.
"Cakep, kamu udah pikirin semuanya dengan baik dek...?", Gama bicara puas.
Erfly hanya nyengir kuda, memamerkan giginya. Terdengar ketukan penjual mie ayam pangsit dari arah luar yang telah dihafal Erfly suara ketukan gerobaknya, Erfly berlari tanpa aba-aba mendekati penjual mie ayam pangsit. Gama spontan mengikuti Erfly tanpa diminta.
Gama geleng-geleng kepala melihat tingkah Erfly, "Kamu dek, kirain ada apa...?", Gama tersenyum, kemudian menghampiri Erfly.
"Abang mau...?", Erfly menawarkan.
"Jangan ditanya dek, mana pernah abang nolak rejeki", Gama tertawa riang.
Erfly kemudian memesan 6 mangkok untuk para pekerja. Bahkan Erfly menghentikan penjual es dawet ayu, sekalian biar segar katanya.
"Bang, gimana Cakya...? Sudah tiga hari dia g'ak masuk", Erfly bicara pelan setelah menelan makanannya.
"Masih sama dek, dia g'ak mau ketemu siapa-siapa", Gama bicara sedih. "Kamu g'ak mau berusaha nemuin dia dek...?", Gama tiba-tiba memberi saran.
"G'ak lah bang"
"Kok g'ak...? Kenapa kamu takut ditolak Cakya...? G'ak mungkin lah Cakya bakal nolak kamu, dia sayang banget sama kamu"
"Bukan bang"
"Terus...?"
"Erfly g'ak mau orang tua Cakya tahu kita berantem, apalagi ini cuma salah paham doang"
Gama manggut-manggut pelan.
"Mas, semangkok lagi komplit", Erfly berteriak menggoyangkan mangkok mie ayam pangsitnya.
"Siap mbak", penjual mie ayam pangsit tersenyum lebar.
"Laper apa doyan neng...?", Gama tertawa renyah.
"Abang masih mau g'ak...?", Erfly bertanya kearah Gama.
"G'ak, makasih. Kalau dawetnya boleh. Seret soalnya", Gama menggaruk tenggorokannya.
"Pesan sana", Erfly bicara sewot.
Setelah menghabiskan mangkok keduanya, Erfly membayar semua makanan dan minuman. Kemudian Erfly pamit pulang untuk istirahat, matanya mulai mengantuk karena kekenyangan.
***
Baru saja Erfly mau membaringkan tubuhnya keatas kasur, HP Erfly berteriak minta diangkat.
"Assalamu'alaikum... ", Erfly menjawab santun, karena nomor yang muncul adalah nomor ibunya Cakya.
"Wa'alaikumsalam, nak kamu lagi dimana...?", ibu Cakya bicara disela tangisnya.
"Dirumah ma, ada apa...?", Erfly bertanya cemas.
"Cakya menghilang nak", ibu Cakya bicara disela tangisnya yang semakin menjadi.
"Mama tenang dulu, mungkin Cakya bosan tiduran mulu. Dia mencari udara segar sebentar", Erfly berusaha keras menenangkan ibunya Cakya.
"Motornya masih dirumah nak, kalau dia kemana-mana biasanya pasti bawa motornya. Mana dia belum pulih total lagi", ibu Cakya bicara panik.
"Gini aja ma, mama tenang saja dirumah, Erfly coba cari Cakya deh ditempat biasa Cakya pergi. Nanti kalau ketemu, Erfly kabari mama", Erfly bicara pelan berusaha menenangkan ibu Cakya.
"Terima kasih ya nak", ibu Cakya bicara tulus.
"Kembali kasih ma, Erfly tutup ya ma. Assalamu'alaikum", Erfly bicara santun.
"Wa'alaikumsalam", ibu Cakya menjawab dari ujung telfon lain.
Erfly langsung menelepon Gama. Kantuknya seketika langsung menguap entah kemana mendengar kabar Cakya hilang.
"Kenapa dek...? Baru juga ketemu, udah kangen aja sama Babang ganteng, hahaha", terdengar tawa renyah Gama diujung telfon.
"Bang, Cakya hilang", Erfly tidak menanggapi candaan Gama.
"Cakya hilang...? Kamu tahu dari mana dek....?", Gama bertanya panik.
"Mama nelpon barusan", Erfly menjawab sesingkat yang dia bisa.
"Kemarin kamu yang hilang. Kali ini Cakya yang menghilang. Kalian berdua itu emang sehati ya, hobbi kok ilang-ilangan", Gama mengomel kesal.
Sejujurnya Gama merasa bersalah kepada ibunya Cakya, bukan hanya tidak bisa menepati janjinya kepada Asri untuk menjaga Cakya. Bahkan sekarang malah dia yang menjadi sumber masalah, Cakya salah paham akan kedekatannya dengan Erfly.
"Abang bantu cari ya, Erfly jalan dulu. Assalamu'alaikum", Erfly langsung menutup sambungan telfon tanpa menunggu tanggapan Gama.
Erfly memakai jaketnya menutupi baju kaos dan kemeja yang melekat ditubuhnya, kemudian mengantongi HP dan dompet ke celana gunung yang sedang dia pakai.
Erfly menuju arah puncak sebagai tujuan pertama, kemudian lanjut ke bukit sentiong. "Cakya kemana sih...?", Erfly bergumam sendiri saat tahu Cakya juga tidak ada di bukit sentiong.
"G'ak mungkin digunung kan...? Erfly kan g'ak hafal jalannya", Erfly bergumam bingung, keputusan apa yang akan dia ambil.
"Bodo ah, Bismillah aja", Erfly memutuskan untuk nekat menuju Palompek menggunakan motor.