webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · 若者
レビュー数が足りません
251 Chs

Istrinya tidak tahu apa-apa

Erfly memasang muka yang datar, menatap keluar jendela. Nadhira bergindik ngeri melihat Erfly yang hanya diam membisu. Suasana didalam mobil mendadak horor, menghembuskan aura ketakutan.

"Jalan pak, ke arah kota cari hotel", Erfly memberi perintah.

"Baik buk", lelaki yang ada di belakang setir menjawab pelan, kemudian mobil mulai merangkak di jalanan dengan kecepatan sedang.

***

Cakya mengetuk pintu, setelah menunggu beberapa saat tidak ada respon. Cakya memutuskan untuk menghubungi Erfly.

"Kok g'ak aktif...?", Cakya mengerutkan keningnya.

Cakya memutuskan untuk meninggalkan rumah Erfly.

"Mas Cakya...?", Salwa bertanya bingung begitu masuk gerbang rumah, menemukan Cakya diteras rumah.

"Erfly kemana mbak...? Saya ketuk dari tadi tidak ada yang respon...?", Cakya bertanya langsung keintinya.

"Bu Nadhira dan Ilennya keluar kota mas, lho... Ilennya ndak telfon mas toh...?", Salwa bertanya bingung.

"Keluar kota...? Kapan...?", Cakya kembali bertanya.

"Siangan sih mas berangkatnya, katanya ada urusan kantor. Mendadak memang berangkatnya", Salwa menjelaskan sekilas.

"Oh... Ya sudah, terima kasih mbak. Kalau begitu saya permisi", Cakya langsung memutuskan untuk pergi meninggalkan teras rumah Erfly.

Cakya segera masuk kembali kedalam mobil dan duduk dibelakang setir. Panggilan masuk ke HPnya Cakya, tertulis nama orang yang dia cari-cari sedari tadi.

"Assalamu'alaikum, Erfly dimana...?", Cakya langsung menyerbu dengan pertanyaan.

"Wa'alaikumsalam, Erfly lagi diluar kota. Maaf Erfly g'ak ngasih kabar, mendadak tadi ada yang harus diselesaikan", terdengar suara Erfly yang merasa bersalah dari ujung lain telfon.

"Oh... Ya udah, Cakya sepertinya harus tertunda pulangnya. Tunanganya Wulan sakit, harus dirawat di kliniknya dokter Alfa", Cakya bicara dengan nada kecewa.

"Maaf, Erfly malah tidak ada di Garut saat Cakya liburan disana", Erfly merasa bersalah, karena tidak bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan Cakya.

"G'ak apa-apa, inikan demi perusahaan, itu jauh lebih penting", Cakya bicara pelan. "Ya udah, Cakya tutup ya. Cakya harus kembali ke klinik, sekretaris tunangannya Wulan minta diantar ke kantor cabang", Cakya bicara pelan.

"Iya, hati-hati. Jangan lupa makan dan istirahat yang cukup", Erfly memberi peringatan.

"Erfly juga, assalamu'alaikum", Cakya mengucap salam.

"Iya, wa'alaikumsalam...", Erfly menjawab pelan, setelahnya tidak ada suara lagi yang terdengar dari ujung lain telfon.

***

Erfly kembali mengantongi HPnya.

"Bagaimana hasilnya Len...?", Nadhira memberanikan diri untuk bertanya, setelah melihat wajah Erfly yang bisa sedikit lembut setelah menelfon Cakya.

"Istrinya tidak tahu apa-apa", Erfly bicara dengan nada paling dingin.

"Terus... Kita harus bagaimana...?", Nadhira kembali bertanya.

"Ilen masih menunggu kabar dari informan Erfly. Nanti jam 10 malam, dia akan sampai dari luar kota", Erfly bicara pelan.

"Jadi... Kita menunggu di hotel saja...?", Nadhira kembali bertanya.

Erfly menatap jam di tangannya, sudah menunjukkan pukul 17.55 Wib.

"Pak, bisa minta tolong ke arah SMA 1...?", Erfly bertanya kepada supir.

"Baik buk", supir menjawab dengan patuh, kemudian merubah tujuannya.

Nadhira tidak berani bertanya, hanya menebak kalau Erfly bermaksud untuk mengingat masalalunya. Melihat kembali sekolah lamanya, sebelum pindah ke Garut.

Erfly meminta supir menghentikan mobilnya saat berada disebuah kos-kosan. Erfly turun dari mobil dengan dibantu kruknya. Melangkah dengan hati-hati memasuki halaman rumah.

"Assalamu'alaikum...", Erfly mengucap salam dengan setengah berteriak.

"Wa'alaikumsalam...", terdengar jawaban dari dalam salah satu kamar, detik berikutnya seorang anak lelaki muncul dari balik daun pintu salah satu kamar kosan.

"Ayuk Erfly...?", anak lelaki itu bicara dengan tidak yakin.

"Kamu...?", Erfly berusaha mengingat kembali nama anak lelaki yang ada dihadapannya ini.

"Adam yuk", anak lelaki itu meraih jemari tangan kanan Erfly, kemudian menciumnya dengan penuh rasa takzim.

"Bang Gama ada...?", Erfly bertanya lembut.

"Lagi mengambil foto acara tunangannya Kak Wulan", Adam bicara pelan, melemparkan senyuman terbaiknya.

"Assalamu'alaikum...", terdengar suara dari balik punggung Erfly.

"Wa'alaikumsalam, apa kabar bang...?", Erfly berbalik langsung menyalami Gama seperti biasanya.

"Dek...? Kapan datangnya...?", Gama bertanya bingung.

"Erfly g'ak disuruh duduk nih, capek ini", Erfly mulai dengan candaannya.

"Astagfirullah... Duduk dek, Adam bikin minum", Gama memberikan instruksi.

Adam langsung berlalu masuk kedalam rumah. Sedangkan Erfly mencari posisi duduk yang nyaman. Erfly menyandarkan kruknya tepat disampingnya.

"Kata Adam abang dari ngambil foto acara tunangannya Wulan...?", Erfly membuka topik pembicaraan.

"Ini...", Gama mengeluarkan amplop dari dalam tasnya.

Erfly menerima amplop pemberian Gama, kemudian melihat satu persatu foto yang ada ditangannya. Sesekali senyum Erfly terlukis diwajahnya, memamerkan lesung pipinya.

"Bang... Perasaan Erfly pernah lihat tunangannya Wulan ini, dimana ya...?", Erfly berusaha memutar kembali ingatannya.

"Itu Candra, anak almarhum pak Wiratama", Gama langsung menjawab.

"Astagfirullah, Iya-iya benar, anaknya pak Wiratama", Erfly bicara sambil manggut-manggut pelan.

"Pak Wiratama punya perusahaankan kalau Erfly tidak salah ingat", Erfly berusaha mengorek informasi dari Gama.

"Ya itu, di urus sama Candra", Gama menjawab santai, kemudian menghisap rokok yang baru saja dinyalakan.

"Hem...", Erfly bergumam pelan, kemudian kembali membalikkan foto yang ada ditangannya.

Tangan Erfly terhenti saat melihat foto seorang perempuan yang baru saja ditemuinya beberapa saat yang lalu. Erfly menarik foto itu mendekat ke arah Gama.

"Perempuan ini siapa bang...?", Erfly bertanya bingung.

Di foto itu ada Wulan, Tio, Cakya, ibu dan ayahnya Cakya. Dan seorang perempuan yang beberapa saat yang lalu dia temui dirumah bergaya Belanda.

"Itu istri pertamanya bang Utama", Gama bicara pelan, sembari menghisap rokoknya dalam.

"Apa...? Istri pertama ayahnya Cakya...?", Erfly bertanya dengan nada tercekat.

Bagai petir ditengah terik matahari. Erfly tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

"Iya, ibunya Cakya istri kedua. Istri pertama bang Utama ya itu, karna tidak bisa punya anak, akhirnya dia mencarikan istri kedua untuk bang Utama. Tapi... Dia tidak mau diceraikan oleh bang Utama, karena mereka menikah dijodohkan oleh almarhum kakeknya", Gama menjelaskan panjang lebar.

Erfly memegang dadanya yang terasa panas. Keringat dingin mulai membanjir seperti hujan yang turun dengan derasnya.

"Dek... Kamu kenapa...?", Gama bertanya cemas, melihat perubahan Erfly.

"PT. U. Satia...?", Erfly tidak menyelesaikan ucapannya karena sudah disambut oleh Gama.

"Itu punya ayahnya Cakya. Bang Utama, Satia Utama", Gama menjelaskan perlahan.

"Erfly permisi bang, Erfly lupa, ada yang harus Erfly kerjakan", Erfly bicara dengan nafas tersengal.

Kemudian berusaha keras untuk berdiri, meraih kruknya. Baru tiga langkah Erfly meninggalkan Gama, tubuh Erfly hilang keseimbangan. Gama segera menangkap tubuh Erfly.

"Dek...!!! Dek...!!!", Gama berteriak panik, karena Erfly tidak sadarkan diri dalam dekapannya.

Gama segera mengangkat tubuh Erfly menuju mobil, Nadhira gerak cepat membantu membuka pintu mobil.

"Ke rumah sakit DKT pak", Gama memberi perintah kepada supir.

Mobil langsung melaju dengan kecepatan cepat, 8 menit kemudian mobil sudah terparkir dihalaman rumah sakit DKT. Gama kembali mengangkat tubuh Erfly memasuki IGD.

Erfly langsung mendapatkan menanganan, Gama dan Nadhira terpaksa menunggu dengan cemas di luar ruang IGD.

Nadhira meraih HPnya, menekan salah satu nomor yang ada di HPnya.

"Ada apa...?", terdengar suara lelaki dari ujung lain telfon.

"Erfly sedang di IGD rumah sakit DKT Sungai Penuh", Nadhira bicara disela tangisnya.

"Oke. Alfa tutup telfonnya", Alfa bicara masih dengan ketenangan yang sama seperti biasanya.

Menit selanjutnya, dokter Firman muncul dari arah ruang dokter. Melangkah cepat memasuki ruang IGD. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi didalam IGD. Bahkan tidak ada yang tahu apa yang telah dilakukan oleh Alfa setelah menutup hubungan telfon beberapa menit yang lalu.