webnovel

Erfly awas, jurang...!!!

Erfly masih sibuk dengan berkas laporan yang ada di atas meja. Terdengar suara ketukan pintu, dan detik berikutnya Nadhira muncul dari balik daun pintu.

"Len...", Nadhira bicara pelan.

"Kenapa Teh...?", Erfly bertanya pelan, tanpa mengalihkan tatapannya dari tumpukan kertas yang ada di hadapannya.

"Kamu sudah di tunggu makan siang sama Satia", Nadhira bicara lembut.

"Astagfirullah... Ilen lupa teh, mas Satia ada dimana sekarang...?", Erfly bertanya pelan, segera menutup berkas yang ada di hadapannya.

Berkas laporan yang dipegang Erfly menyenggol foto si kembar, foto langsung terjun bebas pecah begitu tepat mendarat di lantai.

"Astagfirullah...", Erfly dan Nadhira berteriak kaget hampir bersamaan.

"Erfly...", Erfly berbisik lirih, kemudian mengusap pelan dadanya.

***

Setelah puas menikmati pemandangan dari atap Sumatera. Peserta KPA memutuskan untuk turun dari puncak gunung. Semua persediaan air telah habis, padahal baru setengah perjalanan.

"Erfly awas, jurang...!!!", Cakya berteriak.

Semua sudah terlambat, Erfly sudah tergelincir dan meluncur masuk kedalam jurang. Erfly meraih apa saja yang bisa menahan tubuhnya agar tidak jatuh terlalu dalam. Erfly berguling, meraih akar pohon, sekuat tenaga Erfly berpegangan kepada akar pohon.

Semua orang berteriak panik, begitu melihat Erfly jatuh ke dalam jurang. Hasan dan Husen segera bertindak, ingin turun menyusul Erfly. Cakya segera memegang bahu si kembar.

"Jangan, berbahaya", Cakya memberi peringatan.

"Hasan harus bantu Erfly, Om...", si sulung Hasan memaksa untuk tetap turun.

"Lepas Om, kasian Erfly...", Husen berteriak panik.

"Saya yang akan turun. Kalian tunggu di sini", Cakya bicara tegas.

Cakya segera melepaskan tali yang tergantung di tasnya, mengikat tali kepinggannya. Kemudian mengikat ke pohon yang cukup besar untuk menahan tubuhnya. Cakya dengan cekatan turun kedalam jurang, hanya butuh beberapa menit saja Cakya sudah bisa meraih Erfly.

"Kamu bertahan nak...", Cakya mengingatkan Erfly agar tetap berpegangan kepada akar kayu.

"Erfly takut Om...", tangis Erfly pecah seketika, begitu melihat Cakya.

"Kamu bisa, kamu anak kuat. G'ak usah takut, ada Om disini", Cakya berusaha meyakinkan Erfly.

Erfly hanya mengangguk pelan. Cakya segera mengambil tali lain dari dalam tasnya, kemudian mengikatnya kepinggang Erfly.

"Kamu bisa jalan...?", Cakya bertanya dengan penuh keraguan.

Erfly segera berusaha merubah posisinya, akan tetapi dia malah berteriak kesakitan.

"Sekarang kamu dengar Om, teman-teman kamu g'ak akan kuat kalau harus menarik kita berdua. Om juga g'ak mungkin membiarkan kamu di tarik keatas sendirian, akan jauh lebih berbahaya.

Om juga g'ak mungkin memapah kamu untuk naik, itu akan sangat berbahaya. Sekarang Om tanya, kamu percaya sama Om...?", Cakya bicara panjang lebar, tetap dengan ketenangan yang sama.

Erfly tidak menjawab, hanya mengangguk pelan, menahan sakit yang menyerang tulang di bawah lutut kaki kanan dan tangan kanannya.

"Bagus, sekarang kamu pelan-pelan, naik kepunggung Om", Cakya memberi perintah.

Erfly melakukan perintah Cakya, air matanya mengalir dengan deras karena menahan sakit dari setiap pergerakan yang dia lakukan. Butuh waktu hampir 3 menit untuk Erfly naik kepunggung Cakya, menit berikutnya Cakya segera mengikat sisa tali dari tubuh Erfly ketubuhnya, meyakinkan kalau Erfly tidak akan jatuh saat Cakya mulai memanjat.

"Om minta tolong, kamu peluk Om dengan erat. Om akan naik sekarang", Cakya memberikan perintah lain.

Erfly menempelkan pipi kanannya ke punggung Cakya. Kemudian memeluk Cakya seerat yang dia bisa.

"Bismillah hirrohmanirohim", Cakya bicara lirih. Kemudian mulai merangkak perlahan menaiki jurang.

Butuh waktu 15 menit untuk Cakya akhirnya sampai ketempat yang aman, "Alhamdulillah...", terdengar ucapan syukur dari Cakya dan beberapa peserta KPA lain yang muslim.

Peserta KPA segera membantu mengangkat Erfly, sebagian melepaskan tali yang ada di tubuh Erfly dan Cakya.

Setelah Cakya bebas dari tali yang melilit tubuhnya, Cakya segera menghampiri Erfly. Bocah kecil itu menangis tertahan menahan sakit, mukanya pucat pasi, keringatnya membanjir tak henti-hentinya.

Cakya melihat ada darah yang keluar dari kaki kanan Erfly, Cakya kembali meraih tas yang tidak jauh dari tempatnya berada. Sebelum turun ke jurang, Cakya melempar tasnya asal ke atas tanah.

"Sepertinya ada luka di kaki kamu, Om gunting celananya g'ak apa-apa...?", Cakya meminta izin Erfly sebelum bertindak.

Erfly hanya mengangguk pelan, mukanya masih meringis karna menahan sakit.

Cakya segera mengeluarkan gunting dari dalam tasnya, kemudian dengan hati-hati menggunting celana Erfly, beruntung Erfly menggunakan celana yang cukup longgar, sehingga mempermudah gerakan Cakya.

Cakya menatap luka Erfly dengan tidak yakin, kang Untung segera mengecek keadaan Erfly. Ada beberapa titik yang di pegang oleh kang Untung, membuat Erfly berteriak kesakitan. Tangannya spontan menggenggam lengan Cakya.

"Gimana kang...?", Cakya bertanya pelan, lebih seperti orang yang sedang berbisik.

"Sepertinya bukan hanya sekedar keseleo", kang Untung bicara tidak yakin.

Cakya mengerti apa yang dimaksud oleh kang Untung.

"Erfly... Cantik... Kamu dengar Om baik-baik", Cakya meletakkan kedua telapak tangannya hingga menutupi kedua belah pipi Erfly.

"Patah ya Om...?", Erfly bertanya diluar dugaan Cakya.

Cakya terdiam beberapa saat, "Om belum tahu pasti, kita harus melakukan ronsen sinar X, atau melakukan CT Scan terlebih dahulu di rumah sakit untuk memastikan semuanya", Cakya menjelaskan sekenanya.

"Untuk saat ini, Om akan bersihkan luka kamu dulu biar g'ak infeksi. Om harus pasang kayu penyangga, agar kaki kamu tidak lebih parah lagi", Cakya menjelaskan perlahan.

Erfly hanya mengangguk pelan.

Cakya dengan hati-hati membersihkan darah yang mengalir di kaki Erfly, kemudian memasang kayu penyangga untuk kaki Erfly agar tidak banyak melakukan pergerakan, sehingga memperparah keadaan Erfly.

"Ada lagi tempat yang lain, yang masih terasa sakit...?", Cakya bertanya hati-hati setelah yakin kaki Erfly akan baik-baik saja.

Erfly menyodorkan siku tangan kanannya ke arah Cakya.

"Maaf, Om buka jaketnya g'ak apa-apa cantik...?", Cakya bertanya ragu.

Erfly segera berusaha membuka jaketnya, dibantu oleh Hasan dengan penuh kasih sayang. Sedari tadi Hasan tepat duduk dibelakang Erfly, menjadi tempat sandaran bagi tubuh Erfly yang lemah.

Cakya melihat ada robekan cukup panjang di tangan Erfly. Berada 5 cm dari siku tangan kanan Erfly. Cakya kembali membersihkan luka Erfly dengan hati-hati, kemudian mengeluarkan syal bersih dari kantong saku celananya. Cakya dengan hati-hati mengikat luka Erfly agar tidak terjadi pendarahan.

"Kang, sepertinya Erfly harus segera di bawa kerumah sakit", Cakya bicara kepada kang Untung.

"Kalau begitu kamu turun duluan, bawa Erfly kerumah sakit. Biar yang lain nanti menyusul, setelah merapikan tenda dan peralatan", kang Untung menawarkan solusi.

"Aku ikut...!", kompak si kembar Hasan dan Husen bicara setengah berteriak.

"Salah satu dari kalian harus tetap tinggal, merapikan barang saudara kembar kalian", Bagus protes tiba-tiba.

"Ya sudah, bang Hasan turun, Husen tetap disini", Husen segera mengalah.

"Jagoan pintar", Cakya mengusap pelan pucuk kepala Husen.

"Titip bang Hasan dan dedek Erfly Om", Husen bicara selayaknya orang dewasa.

Cakya hanya tersenyum menjawab ucapan Hasan.

"Kamu hati-hati disini, dengerin ucapan Kak Bagus dan Kang Untung", Hasan memperingatkan Husen sebelum pergi.

"Erfly duluan kak", Erfly bicara pelan setelah bergantung nyaman dipunggung Cakya.

Cakya dan si kembar Hasan dan Erfly segera berlalu, mereka tidak mau menghabiskan waktu sia-sia. Semakin lama waktu berlalu, akan semakin bahaya bagi kesehatan Erfly nantinya.