webnovel

Dasar anak mami

Erfly masih asik dengan lamunnya sendiri. Terkadang senyum menghiasi bibir tipisnya.

"Lama-lama Gama jadi serem ngeliat kamu", Gama mulai dengan candaannya. "Apaan sih?", Erfly mulai sewot.

"Gama g'ak ikut olahraga?", Erfly mencoba membuka topik pembicaraan baru.

"Lagi ngawasin kamu", Gama bicara santai kemudian duduk disamping Erfly bersandar pada daun pintu.

"Erfly...? Kenapa...?"

"Takut kamu gila senyum-senyum sendiri, kan aku bisa gampang nelfon SRJ"

Erfly langsung memukul lengan tangan Gama dengan tinjunya, "Enak aja", Erfly bicara kesal. Kekesalan Erfly disambut dengan tawa lepas dari Gama.

"Gam..."

"Hem..."

"Gama udah lama ya kenal sama..."

"Cakya?", Gama memotong ucapan Erfly mengerti arah pertanyaan Erfly selanjutnya.

"Hem..."

"Kamu naksir si es batu yang aneh itu...?"

"Apaan sih!"

Gama tertawa lagi karena berhasil membuat Erfly salah tingkah. Gama menarik nafas panjang, "Gama gede bareng sama Cakya, walau seumuran tapi... Dia keponakan Gama", Gama bicara jujur. Erfly manggut-manggut mendengar penjelasan Gama.

"Dulunya dia g'ak kayak gitu. Dia anak yang ceria, suka bergaul, selalu ringan tangan, selalu ada saja kelakuannya yang membuat orang lain tertawa. Setelah kecelakaan itu, hanya ada 2 hal yang masih bisa mengingatkan kita sama Cakya. Basket dan gitarnya", Gama menarik nafas berat.

"Erfly juga dengar hal yang sama dari kang Untung", Erfly bergumam kecil.

"Kang Untung? Kamu naik gunung...?", Gama bertanya bingung, karena setau Gama kang Untung jaga pos pendakian gunung tujuh.

"Minggu Erfly bosen, niatnya mau ke Aroma Peco, ketiduran diangkot malah nyasar ke gunung tujuh", Erfly bicara apa adanya.

"Kang Untung banyak cerita tentang Cakya", Erfly kembali menjelaskan.

Gama manggut-manggut mendengar penjelasan Erfly.

***

Cakya masih asik berlarian dilapangan basket bersama teman-temannya. Seperti sebelumnya, Team Cakya menang lagi. Hanya menggunakan isyarat Cakya meninggalkan teman-temannya menghampiri Erfly dan Gama yang duduk di daun pintu kelas, Cakya menyerobot duduk ditengah.

Cakya merebut botol minum Erfly, air yang diminum Erfly menyembur keluar karena botol minum ditarik paksa. Cakya malah membuat lengkungan manis dibibirnya, kemudian meminum habis air yang masih tersisa didalam botol.

"Ih... Pagi-pagi udah bikin kesel", Erfly memukul lengan Cakya dengan tinjunya yang berukuran kecil.

Cakya mengembalikan botol minum kepemiliknya, Erfly menerima botol tanpa protes. Gama hanya terpaku diam melihat pemandangan langka dihadapannya saat ini, senyum yang lama hilang, kejahilan Cakya. Gama mempunyai harapan besar pada Erfly, berharap ini jawaban dari semua do'a sepupu perempuannya setiap hari.

***

Saat bel pulang sekolah berteriak nyaring, sekolah kembali sepi. Erfly baru beranjak dari bangku setelah 10 menit kemudian.

"Mau Cakya antar?", Erfly kaget saat keluar kelas, Cakya bersandar didinding yang hanya berjarak beberapa cm.

"Astagfirullah", Erfly jongkok karena kaget. "Sehari g'ak jail, bisa g'ak sih. Kalau tiba-tiba jantung Erfly berhenti berdetak gimana?", Erfly bicara kesal.

"Ya mati", jawab Cakya santai.

"Memang kamu mau tanggung jawab?", Erfly bicara kesal mengayunkan tangan kanannya berniat memukul lengan Cakya.

Cakya menangkap tangan Erfly dengan telapak tangannya yang memiliki jari panjang, "Erfly bisa ambil jantung Cakya sebagai gantinya", Cakya bicara penuh arti menatap dalam menembus bola mata Erfly.

Jantung Erfly mulai bereaksi, bahkan Erfly lupa bernafas karena terkejut dengan ucapan Cakya. "Rasa ini lagi", ucap batin Erfly mulai berontak.

Cakya tersenyum jahil sebelum melepas genggaman tangannya yang membungkus kepalan jemari Erfly. Cakya mendekatkan bibirnya kedaun telinga kanan Erfly, kemudian berbisik lirih, "Nafas neng".

Erfly ditarik paksa dari lamunannya, kemudian menarik nafas panjang mengirimkan oksigen keotaknya agar bisa berpikiran jernih lagi.

Cakya kembali menyuguhkan senyum terindahnya, kemudian mulai melangkah menuju parkiran sekolah. Erfly hanya mengikuti langkah Cakya seperti besi yang ditarik magnet.

Baru setengah perjalanan menuju rumah Erfly, tiba-tiba cacing-cacing di perut Erfly bernyanyi ria. "Cakya...", Erfly bicara ragu. Cakya langsung menghentikan motornya, beruntung jalanan sepi. Cakya menoleh kebelakang menatap wajah Erfly.

"Erfly laper, punya ide mau makan dimana?", Erfly bertanya dengan wajah memelas minta dikasihani.

"Dasar anak mami, apa-apa beli, apa-apa minta dilayani", Cakya mulai lagi dengan keisengannya.

"Enak aja, walaupun Erfly anak tunggal, Erfly bukan anak mami, catet itu", Erfly kesal dengan ledekan Cakya.

Cakya menggaruk dagunya yang tidak gatal. "G'ak percaya", Cakya bicara sanksi.

"Mau bukti...?", Erfly bertanya serius.

"Emang Erfly bisa masak...?", Cakya memberi pertanyaan acak.

"Bisa, mau dimana...?", Erfly menerima tantangan Cakya.

"Deket sini rumah nenek Cakya, jam segini sih g'ak ada orang", Cakya bicara ragu.

"Boleh", Erfly menerima usulan Cakya.

Hanya dalam hitungan menit mereka telah sampai ketempat tujuan, rumah dengan lantai 2. Cakya meletakkan belanjaan Erfly kemeja kecil disamping kompor,dapurnya cukup kecil dan bersih, semua peralatan masak tertata dengan rapi.

"Silakan dimulai demo masaknya chef Erfly", Cakya menggoda Erfly, kemudian duduk di tangga kecil didaun pintu dapur. Karena harus turun satu tangga untuk menuju kedapur dari arah ruang tengah.

Erfly mencuci beras, kemudian memasukkan kedalam magicom yang ada disamping Cakya. Tidak merasa terintimidasi oleh kehadiran Cakya, Erfly sibuk memasak seperti chef profesional.

"Hati-hati ikannya lompat, masih utuh gitu", Cakya bicara pelan memecah keheningan.

"Ya kali idup lagi", Erfly tertawa kecil.

Cakya tertawa lepas melihat wajah kesal Erfly.

***

Ibu Cakya memasuki rumah merasa heran mengapa pintu rumah terbuka lebar. Langsung menuju kearah dapur karena mendengar suara orang tertawa. Ibu Cakya tertegun menatap anak sulungnya tertawa lepas tanpa beban.

Erfly terkejut menatap wanita setengah baya yang berdiri dibelakang Cakya. "Siapa ini...?", wanita itu bertanya dengan nada bersahabat. "Erfly, teman sekelas Cakya", Erfly menjawab santun. "Saya mamanya Cakya", wanita itu memperkenalkan dirinya. "Oh...", Erfly langsung mencuci tangannya, dengan segera mengeringkannya dengan handuk kecil disamping wastafel. Erfly menerima uluran tangan wanita yang mengaku ibu Cakya, kemudian menciumnya dengan takzim.

"Maaf ma, dapurnya dibajak dulu", Erfly bicara malu, karena tertangkap basah mengambil daerah kekuasaan ibunya Cakya.

"Tidak apa-apa nak, lanjutkan saja. Mama hanya heran kok pintu depan terbuka, padahal pagi tadi ditinggal ketoko sudah dikunci", ibu Cakya menjelaskan panjang lebar.

"Mama tinggal dulu kalau begitu", ibu Cakya cepat-cepat pamit, kemudian berlalu dari hadapan Cakya dan Erfly.

Erfly kembali asik dengan pekerjaannya. 1 jam kemudian, Erfly sudah berhasil menata makanannya diatas meja makan. Lengkap dengan perlengkapan makannya. "Assalamualaikum", terdengar salam dari arah pintu depan. "Wa'alaikumsalam", serentak yang duduk mengelilingi meja makan menjawab, kecuali Cakya yang hanya menjawab didalam hati.

"Makan besar nih", ayah Cakya muncul ke ruang makan bersama anak perempuan yang dilihat Erfly waktu dipuncak.

"Ini siapa ma?", Ayah Cakya bertanya kepada istrinya.

Erfly mengulurkan tangan kanannya, "Erfly pa", Erfly mencium punggung tangan ayah Cakya.

"Chef kita malam ini pa", ibu Cakya memuji Erfly.

"Semoga g'ak keracunan pa", Erfly nyeletuk asal.

Semua yang ada diruang makan langsung tertawa. "Mari makan, kebetulan papa udah lapar ini", ayah Cakya memberi perintah.

Obrolan santai terjadi saat makan malam berlangsung, sesekali semua tertawa karena candaan ayah Cakya yang disambut renyah oleh Erfly.

Dalam waktu 45 menit meja yang sebelumnya dipenuhi makanan. Ayam goreng bumbu, gurame asam manis, cumi goreng tepung, cah kangkung bawang putih, capcay goreng tidak meninggalkan jejak diatas piring tata.

Wulan sigap mengumpulkan piring kotor, Erfly tidak mau ketinggalan membantu Wulan dan ibu Cakya. "Biar Wulan saja kak", Wulan bicara disela senyumnya memamerkan giginya yang putih dan tertata rapi. "Iya nak, itu sudah tugasnya Wulan", ibu Cakya kembali menimpali.

"G'ak adil dong ma, yang ngacak-ngacak dapur Erfly. Wulan yang bersihin kekacauan. Mama istirahat saja, kasian papa sendirian dicuekin tu", Erfly mulai berani menggoda ibu Cakya.

***

"Mana Erfly...?", tanya ayah Cakya saat ibu Cakya duduk disampingnya.

"Lagi ngebersihin kekacauan yang dia buat katanya", ibu Cakya bicara sambil tersenyum.

"Itu bener dia yang masak sendiri?", ayah Cakya bertanya tidak percaya, kali ini tatapannya mengarah kepada Cakya.

Cakya hanya mengangguk mengiakan, "Mama pulang dia sudah sibuk di dapur, ne ditungguin satpamnya", ibu Cakya menimpali sambil tersenyum.

***

Setelah selesai dengan urusannya didapur dan ruang makan, Erfly menyusul keteras rumah, sedangkan Wulan memilih masuk kedalam kamar.

"Lagi ngomongin Erfly neh, Erfly tau, Erfly emang imut, jangan dipuji terus", Erfly bicara dengan bangganya setelah berdiri disamping Cakya. Dibalas dengan Cakya yang mengacak rambut Erfly. "A...jadi berkurang ne cantiknya", Erfly berpura-pura ngambek. Cakya, Ayah dan ibu Cakya spontan tertawa melihat ekspresi lucu Erfly.

Ibu Cakya terdiam menatap anak sulungnya, air mata mulai menyerbu bola matanya. Suaminya sadar akan perubahan ekspresi diwajah istrinya. "Cakya... Em... Rokok papa habis, tolong beli di warung depan", ayah Cakya memberikan selembar uang Rp.50.000-an. Cakya tanpa protes langsung berlalu.