webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · 若者
レビュー数が足りません
251 Chs

Cerita Nanya

Cakya memilih mengurung diri di kamar, memperbaiki coretan proposal yang semalam dia terima dari bu Nanya. Sudah berjam-jam Cakya duduk di depan laptop.

Saat azan Zuhur berkumandang, Cakya baru bisa menyelesaikan pekerjaannya. Setelah sholat zuhur, Cakya langsung bergerak menuju kampus.

Melihat roster yang sengaja di tempel dipapan pengumuman ruang Dosen. Setelah tahu bu Nanya ada kelas, Cakya memilih untuk menyusul bu Nanya ke kelas.

Hanya ada beberapa mahasiswa yang berada didalam kelas, mereka terlihat sedang mengobrol santai. Cakya menahan langkah salah satu mahasiswa yang ingin keluar kelas.

"Maaf, kelasnya bu Nanya sudah selesai...?", Cakya bertanya bingung, karena dalam jadwal bu Nanya masih ada kelas sampai jam 4 sore.

"Bu Nanya g'ak masuk, kata bagian akademik bu Nanya di rawat di rumah sakit DKT pagi ini", perempuan itu menjelaskan panjang lebar.

"Terima kasih", Cakya bicara lirih.

Walau masih bingung, Cakya memutuskan untuk langsung menuju rumah sakit.

Cakya berhenti di resepsionis, mencari informasi ruangan bu Nanya.

"Cakya...?", terdengar suara lelaki dari balik punggung Cakya.

Cakya segera berbalik, "Dokter Firman...", Cakya menyalami lelaki dengan jubah putih yang ada di hadapannnya.

"Ada apa kamu tiba-tiba kesini...?", dokter Firman bertanya bingung.

"Ini dok, Cakya mencari dosen Cakya. Kabarnya bu Nanya di bawa kesini tadi pagi", Cakya bicara jujur.

"Oh... Dosen kampus sebelah...?", dokter Firman langsung ingat dengan pasien yang baru saja dia tangani tadi pagi.

"Iya dokter", Cakya langsung menebak, semoga saja dia tidak salah orang. "Kira-kira bu Nanya kenapa ya dok...? Kok tiba-tiba harus dirawat...? Padahal semalam, beliau baik-baik saja", Cakya langsung bertanya.

"Em... Kita bisa bicara di ruangan saya sebentar...?", dokter Firman tiba-tiba menawarkan.

Cakya hanya mengangguk dan mengikuti langkah dokter Firman.

Setelah dokter Firman dan Cakya duduk, dokter Firman memasang muka serius untuk memulai topik pembicaraan.

"Hem... Pengakuan pasien, dia terjatuh dari tangga, sehingga menyebabkan sobekan pada pelipisnya. Tapi... Kalau melihat keadaan pasien saat datang tadi, sepertinya tidak mungkin pasien hanya jatuh dari tangga semata", dokter Firman mulai bicara jujur.

"Maksud dokter...?", Cakya bertanya bingung.

"Sebenarnya saya bisa melanggar kode etik dokter, karena membuka rahasia pasien kepada orang lain. Hanya saja, saya kasihan dengan pasien, sepertinya dia korban kekerasan. Dan... Sepertinya pasien tidak mau memperpanjang", dokter Firman bicara jujur.

***

Cakya melangkah perlahan menuju ruang rawat inap bu Nanya. Otaknya masih mencerna pembicaraannya dengan dokter Firman. Saat Cakya ingin mengetuk pintu, terdengar suara teriakan bu Nanya dari dalam.

Cakya segera menerobos masuk, bu Nanya sudah tersungkur di lantai meringis menahan sakit. Lelaki yang semalam kembali mengayunkan tangan ingin memukul bu Nanya, Cakya sigap menangkap tangan lelaki itu, mempelintir kepunggung lelaki itu sehingga dia tidak bisa berkutik, bahkan Cakya menginjak betis kaki kiri lelaki itu sehingga dia tidak bisa bergerak untuk melawan.

Suster yang mendengar keributan, segera memanggil satpam. Lelaki itu segera dibawa pergi oleh satpam rumah sakit.

"Bu Nanya g'ak apa-apa...?", Cakya menghampiri bu Nanya saat merasa keadaan sudah aman.

Bu Nanya tiba-tiba jatuh pingsan, beruntung Cakya segera menangkap tubuh bu Nanya. Sehingga tidak membentur lantai. Cakya dengan hati-hati mengangkat tubuh bu Nanya kembali keatas tempat tidur.

Tidak berapa lama, dokter Firman menyerbu masuk dengan suster yang tadi membantu Cakya memanggil satpam. Dokter Firman memeriksa keadaan bu Nanya dengan telaten.

Cakya memilih untuk menunggu diluar agar dokter Firman lebih leluasa memeriksa keadaan bu Nanya. Selang beberapa menit kemudian, dokter Firman keluar ruangan.

"Bagaimana dokter...?", Cakya bertanya pelan.

"Luka pasien terbuka, tapi... Sudah tidak apa-apa, sudah dijahit kembali. Pasien alhamdulillah sudah sadar, pasien hanya syok saja", dokter Firman menjelaskan.

"Saya boleh masuk dokter...?", Cakya kembali bertanya.

"Silakan, kalau begitu saya permisi", dokter Firman mohon diri.

Cakya masuk kedalam ruangan rawat inap bu Nanya, Cakya melangkah perlahan menghampiri tempat tidur bu Nanya.

"Cakya...? Kenapa kamu bisa disini...?", bu Nanya bertanya bingung. "Duduk", bu Nanya berusaha untuk bangun.

"Istirahat saja bu", Cakya berusaha menahan, agar bu Nanya istirahat saja. Cakya duduk di kursi yang ada disamping tempat tidur.

"Tadi... Saya ke kampus, kata anak-anak ibu tidak masuk karena dirawat. Makanya saya susul kesini", Cakya menjelaskan kenapa dia akhirnya berakhir dihadapan bu Nanya kali ini.

"Iya, saya masuk tadi pagi. Karena jatuh dari tangga, tidak hati-hati, mungkin karena masih mengantuk", bu Nanya memaksakan tawanya.

"Lelaki tadi siapa buk...? Dia... Lelaki yang sama kan dengan yang semalam...?", Cakya langsung bertanya pada intinya.

Bu Nanya mengalihkan tatapannya menatap lekat wajah Cakya karena kaget.

"Kamu... Bertemu mas Dimas...?", bu Nanya bertanya heran.

"Dia dibawa satpam rumah sakit tadi", Cakya kembali melemparkan informasi yang semakin membuat bu Nanya kaget. "Dia siapa bu...?!", Cakya kembali bertanya.

Bu Nanya tertunduk, tidak berani menatap wajah Cakya. "Dia mantan tunangan saya", Bu Nanya bicara lirih.

"Mantan...? Kenapa... Dia masih saja menganggu bu Nanya...?", Cakya bertanya bingung, mengejar jawaban.

"Kita di jodohkan, orang tua saya berhutang banyak sama keluarga mas Dimas. Bahkan... Saya sekolah dibiayai oleh keluarganya mas Dimas.

Mas Dimas orangnya memang kasar, kalau marah dia tidak segan-segan main tangan. Oleh karena itu berapa kali saya minta putus.

Mas Dimas tidak terima saya meninggalkan dia begitu saja. Padahal saya tahu, mas Dimas punya pacar lain selain saya.

Orang tuanya mas Dimas tidak suka dengan pacar pilihannya mas Dimas, orang tuanya mas Dimas berharap banyak saya bisa berjodoh dengan mas Dimas.

Tapi... Saya tidak kuat dengan sikapnya mas Dimas yang suka main tangan. Bahkan kata-katanya sering kasar", bu Nanya tidak sanggup melanjutkan ucapannya, karena tangisnya menyerbu keluar.

"Lalu... Bu Nanya memilih untuk bertahan dikasari terus seperti ini...?", Cakya kembali menuntut jawaban.

"Saya bingung, sejak orang tua saya meninggal. Keluarganya mas Dimas mengangkat saya menjadi anak, saya tahu diri, kalau saya hanya anak seorang pembantu.

Dan... Mas Dimas tidak bisa terima itu, dia merasa terhina kalau harus bersanding dengan saya", bu Nanya kembali menghapus air matanya dengan tisu pemberian Cakya.

"Lalu kenapa dia terima di suruh tunangan sama bu Nanya...?", Cakya kembali bertanya karena tidak mengerti.

"Itu karena orang tuanya mas Dimas mengancam, kalau dia menolak perjodohan kami, semua fasilitas mas Dimas akan di cabut.

Makanya mas Dimas setuju untuk bertunangan, setelah tunangan... Mas Dimas langsung berangkat ke Singapura untuk mengurus proyek properti disana.

Dan... Kita g'ak pernah bertemu sama sekali, ataupun berkomunikasi.

Setelah proyeknya mas Dimas selesai, dia langsung diminta pulang, dan orang tuanya mas Dimas memaksa kita untuk segera menikah.

Mas Dimas marah, karena menganggap saya yang meminta orang tua mas Dimas agar segera melakukan pernikahan", bu Nanya menjelaskan panjang lebar dengan tangis yang mengalir demikian deras.

"Terus...? Ibuk mau saja menerima perlakuan dia...?", Cakya kembali bertanya.

"Saya mau apa lagi. Saya tidak berani membantah ucapan orang tua mas Dimas, saya hutang banyak sama mereka", bu Nanya bicara jujur.

"Ibu terima saja, ibu diperlakukan kasar seperti itu oleh lelaki itu...?", Cakya kembali menuntut jawaban.

"Mungkin itu sudah nasib saya", bu Nanya bicara pasrah.

Daun pintu ruang rawat inap bu Nanya tiba-tiba terbuka, bu Nanya dan Cakya langsung mengalihkan tatapannya ke daun pintu. Terlihat lelaki yang tadi di bawa pergi oleh satpam rumah sakit, yang akhirnya Cakya tahu bernama Dimas, muncul dari balik daun pintu.

Dimas ternyata tidak sendiri, ada 3 orang yang berada dibelakangnya. Seorang perempuan berumur sekitar 50 tahun, merangkul lelaki yang rambutnya mulai memutih, kemudian ada seorang anak perempuan sekitar umur 20 tahunan.