webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · 若者
レビュー数が足りません
251 Chs

Candra harus ketemu sama orangnya

Candra diam sejenak sebelum melanjutkan ucapannya, menjawab pertanyaan dari Sinta.

"Informasi yang Candra dapat dari bendahara, pimpinan cabang yang langsung mengambil alih semua kebijakan", Candra bicara lirih, kemudian memijit pelan keningnya yang mulai terasa berat.

"Terus... Apa tindakan kami selanjutnya dek...?", Sinta kembali mengejar jawaban.

"Candra harus ketemu sama orangnya", Candra bicara pelan, memasang muka serius.

"Kamu g'ak apa-apa dek...? Muka kamu pucat gitu", Sinta tiba-tiba bertanya pelan, karena melihat gelagat Candra yang tidak biasa.

"G'ak apa-apa mbak, kecapean saja, kurang tidur", Candra bicara pelan, memaksakan senyumnya.

"Apa perlu mbak menyusul kamu kesana dek...?", Sinta menawarkan bantuan.

"G'ak apa-apa mbak, Candra masih bisa tangani untuk saat ini. Terima kasih mbak", Candra bicara lembut.

"Ya udah, kamu istirahat. Kalau ada apa-apa langsung hubungi mbak", Sinta memberikan perintah.

"Baik mbak, assalamu'alaikum", Candra mengakhiri hubungan telfon.

"Wa'alaikumsalam", Sinta dengan enggan menutup telfon.

Candra kembali memijit kepalanya yang terasa semakin pusing, kemudian memejamkan matanya, berharap sakit kepalanya hanya karena kurang tidur saja.

***

Cakya masih mendorong kursi roda Erfly dengan hati-hati menyusui bibir pantai. Cakya memilih berhenti saat melihat anak kecil penjual minuman.

"Om... Air dinginnya Om...?", anak kecil itu menawarkan dengan sopan, kemudian membuka salah satu termos yang dia bawa.

Cakya menarik kursi disalah satu warung tenda di pinggir pantai.

"Kamu udah makan belum...?", Cakya bertanya lembut.

"Udah Om selamam", anak kecil itu menjawab dengan kepolosannya.

Cakya menepuk-nepuk pelan kursi yang ada disampingnya. "Duduk sini", Cakya bicara lembut.

"Saya harus jualan lagi Om, buat beli obat ibuk lagi sakit Om", anak kecil itu enggan untuk membuang waktu berharganya.

"Sini duduk dulu, ntar Om bantu jualin dagangannya sampai habis", Cakya mengucapkan janji.

"Benar Om...?", wajah anak kecil itu langsung berubah cerah.

Cakya hanya mengangguk pelan, kemudian dengan patuh anak kecil itu duduk disamping Cakya.

"Buk, tolong nasinya", Cakya mulai memesan makanan.

Tidak butuh tawar menawar, anak kecil itu makan dengan lahapnya. Cakya ingin memesan lauk lebih, akan tetapi anak kecil itu malah menolak dengan sopan. Dia hanya makan dengan tahu goreng dan telur ceplok.

10 menit kemudian anak kecil itu sudah bersiap untuk mengangkat dagangannya kembali. Erfly segera menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribuan ketangan anak kecil itu.

"Apa ini tante...?", anak kecil itu bertanya bingung.

"Saya borong semua minuman yang kamu bawa, dengan syarat kamu harus langsung pulang, sepanjang perjalanan pulang nanti, kamu bagiin minumannya secara gratis. Bisa...?", Erfly bicara dengan satu nafas.

Anak kecil itu langsung mengangguk sebagai tanda setuju, kemudian dia mengantongi uang seratus ribu. Kemudian kembali menyerahkan lembaran uang seratus ribu lainnya ketangan Erfly.

"Harga semuanya seratus ribu tante, ini terlalu banyak", anak kecil itu bicara dengan polosnya.

Erfly tersenyum tidak berdaya, kemudian kembali menyerahkan uang dari anak kecil tersebut. "Ini... Saya titip untuk beli obat ibu kamu yang sakit, dan... Untuk beli makanan selama beberapa hari kedepan", Erfly bicara pelan, melemparkan senyuman terbaiknya.

Anak kecil itu langsung mencium punggung tangan Erfly sambil terisak, "Terima kasih tante", anak kecil itu bicara lirih.

"Sama-sama ganteng, udah jangan nangis lagi, anak cowok harus kuat", Erfly memberi nasehat, sembari mengacak rambut anak kecil yang ada di hadapannya saat ini.

Anak kecil itu mengangguk dengan antusias, kemudian menghapus kasar air matanya.

Cakya kemudian memberikan kantong plastik hitam ketangan anak kecil itu, "Ini saya titip untuk makan kamu dan keluarga", Cakya bicara pelan, disela senyum terbaiknya.

"Terima kasih Om", anak kecil itu mencium punggung tangan Cakya.

"Kamu pulangnya hati-hati. Apa mau saya antar...?", Erfly kembali menawarkan bantuan.

"G'ak perlu tante, rumah saya hanya beberapa meter dari sini. Saya harus mampir ke Apotek dulu, beli obat", anak kecil itu bicara pelan, sebelum berlalu meninggalkan Erfly dan Cakya.

Sepanjang perjalanan anak kecil itu melaksanakan tugasnya membagikan minuman yang ada ditermos yang dia bawa. Dengan semangatnya dia bercerita kalau itu sedekah dari 2 malaikat baik.

HP Cakya tiba-tiba berteriak. Cakya segera meraih HPnya, dengan enggan mengangkat telfon masuk, karena Cakya tidak kenal dengan nomor yang muncul dilayar HPnya.

"Assalamu'alaikum... Apa benar ini Cakya...?", terdengar suara perempuan dari ujung lain telfon.

"Wa'alaikumsalam, iya, saya sendiri", Cakya menjawab dengan nada dingin seperti biasanya.

"Alhamdulillah, ini Sinta sekretarisnya Candra", Sinta memperkenalkan diri.

"Hem...", Cakya bergumam pelan.

Sinta langsung melanjutkan ucapannya, Sinta sudah tidak asing dengan reaksi dingin Cakya. Karena dia sudah bertemu dengan Cakya beberapa kali, dan respon yang diberikan oleh Cakya tetap sama saja.

"Tadi saya habis menelfon Candra, dan... Sepertinya dia sedang sakit. Cakya bisa menjaga Candra selama disana...? Saya takut terjadi apa-apa", Sinta langsung bicara pada intinya.

"Yah", Cakya hanya menjawab sepatah kata.

"Baik kalau begitu, terima kasih. Maaf sudah mengganggu waktunya, Assalamu'alaikum", Sinta mengakhiri topik pembicaraan.

"Wa'alaikumsalam...", Cakya menjawab dingin, kemudian kembali memasukkan HP kedalam saku celananya.

"Ada apa...? Mukanya langsung serius begitu...?", Erfly bertanya pelan, kemudian menyeruput minuman yang ada dihadapannya.

"G'ak, sekretarisnya Candra, nanyain kabar Candra", Cakya menjawab sekenanya.

"O...", Erfly menjawab pelan, tidak berniat melanjutkan ucapan selanjutnya.

"Besok sepertinya jadwal Candra akan padat, Cakya tidak akan sempat kesini", Cakya memberi informasi tiba-tiba.

"G'ak apa-apa, kan Cakya kesini niat awalnya memang untuk kerja", Erfly tidak keberatan dengan ucapan Cakya.

"Sudah malam, udaranya juga udah semakin dingin. G'ak baik buat Erfly, apalagi Erfly baru saja sembuh. Kita langsung pulang ya", Cakya menawarkan.

Erfly hanya mengangguk pelan sebagai jawab.

Detik berikutnya, Cakya sudah mendorong kursi roda Erfly menuju rumah.

Saat diteras rumah, Cakya dan Erfly disambut oleh Nadhira.

"Teteh...? Kok balik lagi...?", Erfly bertanya bingung.

"Cakya yang telfon, minta tolong teh Nadhira untuk jagain kamu", Cakya langsung menyerbu untuk menjawab.

"Erfly g'ak apa-apa kok", Erfly pura-pura tidak senang dengan jawaban Cakya.

"Cakya yang khawatir kalau terjadi apa-apa sama Erfly", Cakya bicara pelan. "Ya sudah, Cakya langsung pamit, kembali ke hotel", Cakya langsung berlalu meninggalkan Erfly dan Nadhira.

"Kita berangkat sekarang", Erfly langsung berubah ke mode serius, setelah Cakya menghilang dari pandangan Erfly dan Nadhira.

"Siap, teteh minta pak supir menyiapkan mobil", Nadhira meninggalkan Erfly, kemudian berlalu menuju dapur mencari supir.

Sepanjang perjalanan Erfly tidak bicara sepatah katapun, mulutnya seolah bungkam. Nadhira bahkan tidak berani menanyakan apa yang akan dilakukan makhluk kecil yang ada disampingnya ini.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang, Nadhira memperhatikan jalan yang mereka tempuh. Nadhira hafal betul, ini jalan menuju panti jompo. Kenapa Erfly tiba-tiba meminta diantarkan ke panti jompo? Bukankah disaat genting seperti saat ini, Erfly harusnya ke kantor menyelesaikan kekacauan yang terjadi di lapangan. Kenapa malah ke panti jompo...?