webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · 若者
レビュー数が足りません
251 Chs

Bunda kenapa...?

Satia tidak menjawab, malah menggelitiki Erfly kecil. Erfly kecil tertawa dan menggeliat karena merasa kegelian.

"Gosipin ayah ini", Satia sekali lagi menggelitiki Erfly kecil.

"G'ak... Hahahaha... Ampun...", Erfly kecil tertawa lagi.

Satia segera menarik Erfly kecil kedalam pelukannya.

"Kakinya masih sakit...?", Satia bertanya lembut.

Erfly spontan meraba kakinya, "Udah enakan sih Yah, tapi... Masih sedikit nyeri kalau dibawa jalan lama-lama", Erfly menjawab pelan.

"Pelan-pelan cantik. InsyAllah nanti akan normal lagi", Satia bicara pelan, kemudian mengusap lembut pucuk kepala putri kesayangannya.

"Yah... Makanannya udah siap", Hasan muncul dari balik pintu.

"Iya sayang", Satia menjawab di sela senyuman terbaiknya.

Satia segera menyerahkan kruk Erfly, kemudian menggendong Erfly kecil dilengannya menuju meja makan.

Suasana meja makan begitu hening, karena Satia selalu mengajarkan untuk tidak bicara selama makan.

Setelah makan Erfly memutuskan untuk duduk di taman belakang rumah, HP Satia berbunyi seketika. Satia melirik sekilas nama yang muncul di layar HP.

"Sebentar dek", Satia meminta izin untuk meninggalkan Erfly.

Erfly hanya mengangguk pelan.

"Bunda...", Erfly kecil muncul bersama kursi rodanya.

"Kenapa sayang...", Erfly menjawab pelan, menatap lekat wajah putrinya.

"Bunda dengar deh...", Erfly kecil menyerahkan HPnya ketangan ibunya.

HP Erfly kecil langsung memutar Vidio Cakya yang sedang bermain gitar dengan beberapa teman-teman Erfly anggota KPA yang mengelilingi api unggun.

Dari melodi gitar yang keluar, Erfly sudah bisa menebak itu lagunya Yura dan Glen Fredli yang berjudul Cinta dan Rahasia.

'Terakhir, kutatap mata indahmu, dibawah bintang-bintang.

Terbelah hatiku, antara cinta dan rahasia.

Ku cinta padamu, namun kau milik sahabatku, dilema hatiku.

Andai ku bisa, berkata sejujurnya.

Jangan kau pilih dia, pilihlah aku, yang mampu mencintamu, lebih dari dia.

Bukan ku ingin merebutmu, dari sahabatku, namun kau tahu, cinta tak bisa, tak bisa kau salahkan'

Erfly segera mengalihkan pandangannya kearah lain saat putrinya menarik kembali HPnya. Erfly menghapus air matanya yang mengalir tanpa permisi.

"Om Cakya cerita, lagu ini sama kayak kisahnya Om Cakya", Erfly kecil bicara lirih, mengingat kembali wajah Cakya yang sendu saat bicara bersama Erfly.

"Oh... Ya...?", Erfly berusaha keras untuk mengukir senyum di wajahnya.

"Om Cakya cerita, dia punya pacar waktu SMA. Terus... Sering naik gunung bareng sama Om Cakya. Tapi... Tiba-tiba cewek itu menghilang tanpa kabar, dan... Akhirnya Om Cakya suatu hari dapat kabar, kalau pacarnya Om Cakya itu udah nikah.

Dan... Dia nikahnya sama temen dekatnya Om cakya. Sedih deh bun, dengar ceritanya Om Cakya, terus... Om Cakya juga bilang, kalau sampai sekarangpun Om Cakya masih sayang sama cewek itu", Erfly kecil bercerita panjang lebar.

"Bunda kenapa...?", Erfly kecil tiba-tiba bertanya, Erfly kecil menghapus lembut jejak air mata ibunya.

"Oh... Bunda kelilipan", Erfly segera mengalihkan tatapannya, menghapus kasar jejak air matanya.

Satia yang sedari tadi mendengar percakapan Erfly dengan putrinya, hanya kaku diam membisu bersandar di daun pintu.

"Erfly... Di cariin teh Nadhira, katanya mau ke rumah sakit cek_up", Satia bicara lembut, berusaha setenang mungkin.

"Ayah sama bunda g'ak jadi nganterin Erfly...?", Erfly kecil bertanya bingung.

"Abang sama kakak yang mau nganterin, mereka sudah di mobil itu. Pamit dulu sama bunda", Satia bicara pelan.

Erfly segera mencium ibunya, "Erfly pergi dulu bunda", Erfly bicara pelan.

"Bentar dek", Satia bicara pelan, kemudian mendorong kursi roda Erfly menuju teras rumah.

Erfly larut dalam kesedihannya, begitu Satia menghilang dari balik daun pintu, tangis Erfly segera pecah. Erfly menutup mulutnya, agar suara tangisnya tidak terdengar oleh orang lain.

***

Cakya duduk di samping tempat tidur Nanya, setelah makan dan minum obat Nanya bisa istirahat. Erca memilih tidur di pelukan ayahnya.

"Cakya... Ercanya sama Mayang aja, biar di pindahkan ke kamar", Mayang bicara sangat pelan.

"G'ak apa-apa, Cakya juga jarang ketemu Erca", Cakya menjawab lirih.

"Kamunya juga istirahat, pasti capek habis dari gunung", Mayang kembali bicara pelan kepada Cakya.

"Cakya g'ak apa-apa, Cakya baik-baik saja. Nanti Erca bangun, Cakya langsung pulang", Cakya bicara lirih.

Mayang akhirnya mengalah. "Kalau ada apa-apa panggil Mayang aja diluar", Mayang bicara pelan.

Cakya kali ini tidak menjawab, hanya mengangguk pelan.

Mayang duduk di samping Gama yang menyeruput kopinya dengan nyaman. Gama menatap lekat wajah Mayang.

"Ada apa...?", Gama bertanya santai.

"G'ak apa-apa, Mayang hanya kasian saja sama Erca", Mayang bicara lirih, kemudian menghapus lembut jejak air matanya yang keluar tanpa permisi.

"Erca akan baik-baik saja, ada kita juga yang akan jagain Erca. Dia tidak akan pernah merasa sendirian", Gama menghibur istrinya. Gama mengusap pelan punggung Mayang, sebagai tanda dukungan. "Bagaimana kabar Nanya...?", Gama bertanya pelan, berusaha mengalihkan perhatian Mayang.

"Kak Nanya hanya butuh istirahat, makanya Mayang kasih obat penenang, agar kak Nanya bisa istirahat dengan nyaman. Semoga saja, begitu bangun, tubuhnya kembali segar seperti biasa", Mayang menjawab dengan antusias.

"Aamiin...", Gama menyahut pelan.

"Astagfirullah anak-anak siapa yang jemput sekolah...", Mayang tiba-tiba teringat buah hatinya.

"Tenang, tadi... Gama sudah minta tolong Adam untuk jemput", Gama menjawab santai, kembali mengusap lembut pucuk kepala Mayang.

***

Satia melangkah perlahan menghampiri Erfly, "Dek...", Satia bicara lirih. Hatinya terasa terhiris melihat jejak air mata Erfly.

Erfly spontan menyerbu kepelukan Satia, menangis tersedu-sedu didada bidang Satia. Tempat ternyaman bagi Erfly untuk berlindung.

Satia tidak bicara lagi, Satia malah mengusap lembut punggung Erfly.

Nadhira muncul dengan membawa hampir 10 map di tangannya, langkah Nadhira segera terhenti begitu melihat Satia yang menaikkan telapak tangan kanannya, sebagai isyarat melarang Nadhira menganggu Erfly. Nadhira hanya mengangguk pelan, kemudian berlalu ke arah dapur.

10 menit berikutnya, Erfly melepaskan pelukannya. "Maaf mas...", Erfly bicara dengan kepala tertunduk.

Satia menghapus lembut jejak air mata Erfly, "Ada apa...?", Satia bertanya lembut.

"G'ak apa-apa...", Erfly menjawab tanpa menatap wajah Satia.

"Ya sudah, ada teh Nadhira di dalam", Satia bicara pelan.

"Kapan datangnya...?", Erfly bertanya bingung, sembari menghapus jejak air matanya.

"Baru saja", Satia menjawab santai.

"Erfly... Kedalam dulu mas, takut ada yang penting", Erfly meminta izin.

Satia tersenyum, kemudian mengangguk pelan.

Selepas kepergian Erfly dari hadapannya, Satia fokus kepada HPnya. Menekan layar HPnya beberapa kali, hingga gambar CCTV rumahnya muncul di layar HPnya. Satia segera memutar kembali CCTV saat Erfly bersama putri kecilnya.

Satia memperbesar tampilan layar mendekati tampilan layar HP putrinya. Satia kaget, melihat wajah Cakya yang muncul sedang bermain gitar.

"Masih tentang dia", Satia bicara lirih. Wajahnya segera berubah tegang karena menahan marah. Selalu saja, titik terendah Erfly adalah Cakya. Bahkan setelah hampir 11 tahun, rasa itu masih tetap sama saja untuk Erfly. Cakya selalu punya tempat di sudut hati Erfly yang gelap.