webnovel

First Checking Ivory

Aaron melangkahkan kakinya lebih cepat.

Perasaannya sungguh tak karuan. Jantungnya yang berdetak kencang seolah mempertegas bahwa ia tengah rungsang. Ia takut bahwa ia telah melakukan kesalahan besar.

Kakinya berjalan menyusuri jalanan yang sepi. Dengan frustasi Aaron menengadah ke atas. Netranya berjumpa pada langit gelap tak berbintang yang tak henti menurunkan salju. Saking banyaknya, tumpukan salju bahkan mencapai sebatas lima senti di atas mata kaki.

Aaron khawatir jika Ivory saat ini kedinginan. Ia takut Ivory terluka. Yang lebih mengerikan lagi, ia tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika nyawa Ivory berada di ujung tanduk sebab ia membiarkan Joy menyuruh pasangan Copulation-nya keluar.

Kendati ia tahu jika Joy lah yang menyuruh Ivory membeli obat, namun ia juga tak sampai hati untuk menyalahkan tunangannya. Dengan sabar ia menuruti segala keinginan Joy yang jujur saja, sedikit merepotkannya. Tunangannya itu memintanya untuk selalu di sampingnya. Bahkan saat ia pergi sebentar ke kamar mandi pun, wanita itu langsung meneriakinya untuk kembali duduk di sebelahnya.

Aaron menunggu hingga Joy terlelap sepenuhnya. Kendati gadisnya itu mengajaknya bercumbu dan melakukan sesi making out, Aaron menolaknya dengan halus. Ia meminta dengan sabar agar Joy istirahat saja. Lagi pula gadisnya mengaku sedang sakit. Aaron tak mau mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Selain itu ia merasa tak enak juga pada Ivory.

Entah mengapa sesuatu di dirinya mengatakan jika ia telah melakukan suatu kesalahan. Ditambah dengan Ivory yang tak pulang-pulang. Kendati pasangan Copulation-nya tersebut berkata tak apa-apa, justru dia lah yang merasa ada apa-apa.

Ia merasa bersalah karena membiarkan Joy menginap di rumahnya. Padahal Aaron telah berjanji jika ia hanya akan bertemu dengan Joy apabila Ivory mengizinkannya. Nyatanya ia sendiri yang melanggar sumpahnya. Ia merasa tak enak luar biasa.

Sebenarnya jika dipikir-pikir, itu lah salah satu kekurangannya. Ia kurang tegas dalam memutuskan sesuatu. Ia cenderung merasa tak enak dan tak sanggup menolak keinginan seseorang. Apalagi orang itu adalah tunangannya.

Ia merasa seperti seseorang yang tak bisa dipegang ucapannya. Ia merasa kesal pada dirinya sendiri. Padahal jika ia bisa tegas barang sedikit saja, mungkin jadinya tak akan begini.

Ia harus segera memperbaiki sifat buruknya itu atau orang lain bisa semakin terluka karenanya.

Sudah nyaris dua jam semenjak kepergian Ivory untuk membelikan obat Joy. Sekarang jam menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Itu artinya, Ivory telah melanggar jam Sweeping yang ditetapkan oleh Para Petinggi.

Hingga ia tiba di depan apotek yang telah tutup, Aaron yakin ia telah membuat kesalahan besar.

Ia mengecek dan mengetuk pintu apotek yang terkunci rapat. Kakinya berkeliling mengitari bangunan sekitar apotek itu beberapa kali untuk mencari keberadaan Ivory, kasir, atau siapa pun itu yang bisa ia tanyai. Akan tetapi, hasilnya nihil. Tempat itu sepi mencekam.

Aaron nyaris berlari menuju kantor polisi sebelum ia melihat seorang kakek tua sedang duduk di halte bus tak jauh dari tempatnya berdiri. Dengan langkah cepat ia mendatangi kakek itu.

Pria itu membungkuk dalam-dalam pada Si Kakek. "Selamat malam, Pak. Apakah Bapak tahu kenapa apotek tersebut sudah tutup? Biasanya apotek itu buka dua puluh empat jam," tanyanya seraya menunjuk ke arah yang dimaksud.

Kakek itu mengernyitkan dahi sesaat sebelum mengangguk pelan. "Sudah tutup setelah Guardian datang dan melakukan pemeriksaan," jawabnya.

"Apa?" sahut Aaron dengan nada tinggi. Ia menggelengkan kepala dan buru-buru membungkuk. "Maafkan saya, Pak. Apa kiranya Bapak melihat ada seorang gadis bermantel putih mengenakan sepatu boots di sekitar apotek itu?"

Kakek itu berdiri. Sepertinya mobil yang ia tunggu sudah datang. "Ada banyak orang yang tertangkap. Mungkin yang kau cari juga terjaring. Tanya saja ke Guardian."

Saat itu pula tubuh Aaron terasa sangat lemas.

***

Untuk kesekian kalinya tubuh Ivory diseret dengan tak berperikemanusiaan. Tangannya memang tak lagi diborgol, namun kepalanya ditodong senapan dengan kuat oleh Guardian. Ia merasa seperti seorang tahanan yang siap dihukum mati.

Ia ketakutan. Ia merasa nyawanya seakan-akan bisa lepas jika si Guardian salah langkah sedikit saja dan melubangi kepalanya. Pikirannya bekerja keras. Ivory bertanya-tanya pemeriksaan macam apa dan apa yang harus ia lakukan agar bisa lolos seperti ucapan Camelia.

'Apa Kak Camelia lolos juga? Apa dia dihukum?' Hanya suaranya sendiri yang berdengung di kepalanya.

"Duduk."

Ivory didorong hingga terduduk di atas kursi tua berwarna merah. Kursi itu mengingatkannya akan kursi bioskop. Ia tak pernah menonton film di bioskop, tentu saja. Hanya, di usianya yang ke lima belas, ia dulu sempat bekerja menjadi petugas kebersihan bioskop untuk menggantikan seseorang selama satu minggu.

Ivory kembali teringat masa itu kala tubuhnya dengan kikuk duduk di atas kursi merah ini. Hanya suasana, aroma, dan auranya saja yang berbeda. Tak ada tawa ceria, cekikikan, atau canda gurau di sekitarnya.

Yang ada hanya lah ketegangan dan hawa dingin mencekam. Terlebih saat ia memandang sosok di hadapannya yang duduk dengan angkuh. Sosok itu adalah Komandan Guardian kedua, Eros Wang, yang menatap Ivory dengan pandangan jijik.

Guardian yang menodongnya dengan senjata laras panjang itu menarik paksa melepas coat putih yang melindungi tubuhnya. Ia membuang jauh-jauh mantel itu dan membuat Ivory menggigil kedinginan. Guardian itu lalu menyingkap lengan kiri sweater tebal yang dikenakan Ivory Kelana. Sosok tersebut menekankan alat panjang ke lengan atas Ivory yang membuat kulitnya panas seperti terbakar.

Ivory berteriak menahan rasa sakitnya sebelum akhirnya Si Guardian menjauhkan benda itu. Detik berikutnya, di hadapan Ivory, muncul layar hologram yang menampilkan detail informasi dirinya. Lengkap dengan foto dan data diri pasangannya, Aaron Magnifico.

"Ivory Kelana, Kaum Sekunder, Gen F, pasanganmu adalah Aaron Magnifico Gen E, benar begitu?"

Teringis, Ivory mengangguk perlahan. "Benar," jawabnya.

"Apa yang kau lakukan di malam hari sendirian tanpa pasangan Copulationmu?"

"Saya hanya—"

"Apa kau melakukan ancaman atau usaha penyerangan tersembunyi pada Dewan Tertinggi?"

"Saya tidak—"

"Apa kau sedang memata-matai Dewan Tertinggi beserta Para Petinggi?"

"Tidak—"

"Besok adalah jadwal First Checking-mu. Peserta Copulation Kaum Sekunder dihimbau untuk tidak melakukan banyak aktivitas di luar ruangan menjelang pengecekan pertama. Kegagalan pembuahan akan menyebabkan kerugian pada negara. Jika kau gagal dalam Copulation ini, maka kau akan dihukum dengan berat."

Beberapa kali ia menggeleng pun selalu diabaikan dan dicercar oleh pertanyaan dari Eros Wang. Ivory merasa sangat frustasi. Ia tak memiliki kesempatan untuk menjawab dengan benar, hingga kemudian dirinya memotong pertanyaan pria tersebut dengan jawaban cepat.

"Saya hanya membeli obat di apotek. Demi apa pun itu, saya tak memiliki niat untuk mencelakai siapa pun, dan saya tidak tahu jika besok adalah jadwal First Checking saya," bela Ivory dengan nada cepat. Takut jawabannya akan dipotong seperti tadi.

Satu hantaman diterima Ivory pada bahu kanannya. Ia jatuh dan kursi merah yang didudukinya jatuh berdebum menghantam lantai. Rupanya salah satu Guardian yang tadi menyeretnya telah memukulnya menggunakan senjata yang ia bawa.

Pukulan Guardian itu tak main-main. Rasa sakit menyengat membuatnya mendesis dan merintih untuk menahannya. Matanya membelalak kala bahu bekas hantaman itu ditekan kuat oleh sosok yang juga memukulnya.

"Ouch!"

"Berani-beraninya kau memotong ucapan Komandan Guardian!"

Ivory memijat pelan pinggiran bekas pukulan itu. Bentakan Guardian tersebut membuatnya meremang. Ia bahkan bisa merasakan liur Guardian itu menciprati wajahnya. Dengan risih, Ivory mengusap wajahnya menggunakan jemarinya.

"Jika sekali lagi kau berani menjawab dengan tak sopan seperti itu, akan ku pastikan kau membusuk di penjara!"

"Mario, sudah," lerai sosok yang dipanggil sebagai Komandan Guardian. "Kau melanggar aturan Copulation Nomor 168. Bagi siapa pun Kaum Sekunder yang melanggar, maka ia berhak mendekam di penjara selama sisa waktu Copulation berlangsung," ucap pria berseragam Guardian lengkap itu dengan nada angkuh.

"Tapi saya—"

"Suntikkan sekarang."

Guardian yang tadi melepaskan coat Ivory mendekati lagi gadis itu. Tanpa aba-aba, ia langsung menancapkan alat suntik ke leher peserta Copulation tersebut. Ivory berjengit. Suntikkan itu tak sesakit alat pelacak tadi. Akan tetapi, ia lebih khawatir jika cairan bening di dalamnya berbahaya atau bahkan bisa menghilangkan nyawanya.

"Apa yang kau suntikkan padaku?" teriak Ivory.

Tentu saja Eros Wang mengabaikan pertanyaan itu. Dengan cekatan jemari pria itu menggeser-geser layar hologram yang menampilkan sederet gambar-gambar aneh yang tak dimengerti Ivory. Ia mengetikkan sesuatu di hologram tersebut.

Ivory menyentuh leher bekas suntikkan tadi. Rasanya sangat pegal. Entah mengapa ia merasa mengantuk, namun anehnya jantungnya berdegup lebih kencang dari pada sebelumnya. Ia menggigit lidahnya untuk mengatasi rasa kantuk yang melanda kala dirinya justru harus waspada.

"Baik, kau lolos."

Netra Ivory membulat seketika.

Lolos?

Ia bisa lolos?

Bagaimana...

"Kau berhasil melakukan pembuahan. Sebuah janin tumbuh di perutmu," terang Eros Wang.

'Janin … ada … di … perutku? Aku ... hamil?'

"Pergi sekarang juga. Kau lolos dari hukuman."

Tubuh Ivory ditarik begitu saja dan ia tak memberontak sama sekali.