Setelah berpikir panjang dan bermodal nekat dengan dengan Keysa untuk mencari pekerjaan paruh waktu, aku dan Keysa bergegas keluar rumah dengan alasan kami akan pergi ke kampus seperti biasanya.
"Key, kemana tujuan utama kita saat ini?"
"Entahlah, Mel. Kita pergi saja, kita lihat dimanapun itu, pasang mata jeli untuk melihat papan pengumuman atau secarik kertas brosur yang mengumumkan butuh karyawan."
"Pfffttt..." aku menahan tawa sejenak mendengar jawaban Keysa.
"Ada yang lucu?"
"Kita hanya mencari kerjaan paruh waktu, Key. Kita harus berani bertanya dan memasuki setiap pertokoan atau... Per-usa-haan..." terangku dengan menjabarkan setiap perkataanku pada Keysa.
"Ah, kau benar!" timpalnya.
"Tunggu, Mel! Itu bukannya Monalisa?" tanya Keysa kemudian.
"Eh???" seketika aku menoleh ke arah dimana Keysa menoleh ke suatu arah dengan menghentikan laju motornya kali ini. Kali ini Keysa sengaja mengendarai motor demi mendapatkan pekerjaan paruh waktu.
"Hmm... Bagaimana jika kita melamar pekerjaan paruh waktu di perusahaan itu? Tempat Monalisa bekerja sekarang," imbuh Keysa memberikan ide.
"Key, jangan konyol kamu. Aku malas jika harus kembali berdekatan dengannya, akan jauh lebih baik jika kita menghindari masalah."
"Akh, kau diam saja kali ini, Mel. Turuti apa kataku, justru ini akan semakin menarik nantinya, hihihi..."
Aku sedikit takut membayangkan ap yang akan Keysa lakukan lagi kali ini. Kami memang masih bersaudara, tapi aku dan Keysa selalu mendapatkan tindakan yang tidak baik dari Monalisa juga keluarganya.
Kami berhenti tepat di depan Monalisa yang saat ini tengah berdiri dan mengobrol dengan seorang laki-laki separuh baya. Begitu melihat kedatangan kami, Monalisa tampak terkejut.
"Ka-kalian, mau apa datang kemari?" tanya Monalisa terbata-bata, dan laki-laki di depannya itu terlihat kebingungan.
"Hai, Mona! Emh, apakah perusahaan tempatmu bekerja ini butuh pekerja paruh waktu?" tanya Keysa tanpa basa-basi lebih dulu.
Dasar, kamu Key!
Monalisa kebingungan, tapi juga seperti sedang menahan kesal. Ia menatapku sesaat, lalu menatap Keysa kembali dengan acuh.
"Perusahaan ini tidak..." ucapan Monalisa terjeda saat laki-laki yang berdiri di depannya saat ini menyela.
"Lisa, siapa mereka?" tanya laki-laki itu.
"Emh, mereka..."
"Halo, selamat siang. Mohon maaf, Pak. Kami datang menganggu, saya Keysa. Dan ini, sepupu saya Amelie," ucap Keysa memperkenalkan diri dengan penuh percaya diri sambil menarikku lebih dekat dengannya.
"Halo..." sapaku kemudian mulai bersuara.
"Kami dan Monalisa masih sepupu kok, Pak!" terang Keysa kembali.
"Sepupu? Wow, Lisa. Ini yang dibilang pucuk di cinta ulam pun tiba, bukankah di bagian staff admin kita butuh pekerja paruh waktu?" ujar laki-laki itu pada Monalisa.
"Tapi, Pak... Kita kan..."
"Lisa, mereka para sepupumu. Sudah pasti mereka juga gigih dan rajin sepertimu."
Kulihat Keysa tersenyum puas melirikku, entah aku harus merasa beruntung dan lega atau malah sebaiknya. Sungguh, aku benar-benar malas berhadapan dengan Monalisa.
"Jadi, kami dapat pekerjaan nih, Pak?" tanya Keysa dengan senyuman sumringah.
"Iya, kebetulan kami memang sedang butuh dua tenaga kerja sampingan, untuk membantu bagian staf admin kami. Karena bulan ini dua karyawan kami sedang cuti lahiran, besok kalian sudah bisa bekerja ya!"
Kali ini aku memang harus senang, setelah melihat Keysa begitu antusias mendecakkan kedua kakinya dengan senang.
"Terima kasih, Pak. Atas kesempatannya untuk kami," ujarku mewakili kali ini. Sejak tadi Keysa sudah terus saja berbicara, namun ada raut wajah yang tidak senang dari Monalisa. Dia seolah marah dengan kehadiran kami lalu di terima bekerja di satu perusahaan yang sama sepertinya.
"Kalian sengaja 'kan?" decak Monalisa setelah laki-laki separuh baya tadi pergi dari hadapan kami.
Keysa menyeringai, "kau terlihat tidak senang, Mon?" tanya nya menerka.
"Iya, Mon. Kau terlihat tidak senang kami di terima bekerja disini," imbuhku kemudian.
"Jelas aku tidak suka! Kalian hanya akan mengacaukan hari-hariku disini, bahkan mungkin kalian akan berusaha mencuri semua perhatian para karyawan disini yang hanya tertuju padaku, termasuk atasan kami tadi."
"Oh my God, jadi tadi itu pemilik perusahaan ini?" balasku setengah terkejut.
"Woah, Mon. Tampaknya kau begitu dekat dengan atasanmu ya, apa posisimu disini sebenarnya? Atau jangan-jangan kau menggoda atasanmu juga kali ini, Mon. Hihihi..." ujar Keysa dengan terus terang menyerang Monalisa.
"Pffftttt..." tawaku tertahan ketika Monalisa menatapku dengan sengit.
"Jaga bicaramu, Key! Jangan keterlaluan menuduhku, aku bukan wanita sepertimu, penggoda setiap laki-laki."
"Hello, apa kau lupa akan sesuatu, sepupuku yang cantik? Kau menyebut Keysa penggoda? Lalu bagaimana dengan kau saat merebut Yash darinya, hah?" tandasku padanya. Monalisa memang terkesan tidak tahu malu kali ini, dia lupa siapa dirinya itu.
"Mel, kau lihat sendiri bagaimana Yash padaku. Dia lah yang tergila-gila padaku dan menggodaku, itu karena mata dia sebagai lelaki menyadari siapa yang lebih cantik dan seksi dibanding aku dengan Keysa."
"Cuih... Kau pikir Yash benar-benar tergoda oleh wanita jalang sepertimu, Mon..." Keysa mulai tersulut amarah yang meningkat hingga nada bicaranya mulai lepas kontrol.
"Heh, memang itu kenyataannya bukan?"
"Aku kasihan padamu, Mon. Kamu pikir kami akan diam saja setelah mengetahui hubunganmu dengan Cristian? Jadi, kau berniat menduakan Yash dengan Cristian? Wow..." racauku membalasanya.
Keysa tampak terengah-engah menahan emosinya kali ini.
"Hem, apa peduliku? Silahkan saja, itu tidak akan membuat Yash berpaling dariku setelah apa yang pernah kami lakukan," cibir Monalisa seraya mengangkat setengah kedua bahunya ke atas. Raut wajahnya benar-benar menunjukkan betapa dia sangat percaya diri kali ini.
Tuhan, entah bagaimana aku menyikapi Monalisa yang begitu menyebalkan ini.
"Hah, baiklah! Kita lihat saja nanti, bagaimana kau akan mendapatkan balasan dari semua ini, Mon." Keysa tak mau kalah dengan kembali mengancamnya demikian.
"Oh ya, ingat! Saat ini kalian baru sana akan bekerja di perusahaan yang sama denganku, HANYA SEBAGAI PEKERJA PARUH WAKTU! Jangan coba-coba berlagak, dan kamu, Key! Jangan berlagak menjadi Tuhan. Kau tidak berhak mengancamku atau memvonisku dengan cibiranmu yang rendahan itu." sembari menyeringai, Monalisa berbalik badan meninggalkan kami.
Ingin kembali memberikan perlawanan sudah tentu. Bahkan rasanya aku ingin menjambak rambutnya yang sejak tadi dia kibas dengan berlagak manja di depanku dan Keysa.
Akan tetapi, kami menyadari. Kami sedang di perusahaan dimana baru saja memberikan kami kesempatan dan tempat untuk bekerja paruh waktu.
"Andai saja, aku tidak benar-benar membutuhkan pekerjaan paruh waktu ini, aku sudah pasti menjambakinya dan melakukan perlawanan keras terhadapnya!" geramku kemudian.
"Hal yang sama ingin kulakukan juga, Mel!" imbuh Keysa mengiyakan.
"Salah siapa, kau yang memulainya untuk mencari pekerjaan di perusahaan ini, Key!" sahutku berdengus.
"Aah... Ayolah, Amelie. Kau tau tujuan utamaku sebenarnya apa," jawab Keysa dengan wajah penuh makna menatapku.
Aku mengernyit, berusaha mengerti dan menyelami hati serta pikiran Keysa untuk bisa membaca isi hatinya.
Keysa menaik-turunkan kedua alisnya ketika aku memandangnya dengan penuh tanya.
"Ya ampun, jadi..."
"Hahaha... Akhirnya kau kembali cerdas!" sahut Keysa kembali sambil menjentikkan jemarinya di depanku.