webnovel

BUKAN SALAHNYA CINTA : Cintaku di Ujung Senja

"Jangan menangis Hanin, kalau kamu menangis cantikmu akan hilang. Lihat aku! aku berjanji padamu untuk segera kembali dan akan membalas tiap tetes airmatamu ini." (Rafka Arsha Fathan) "Aku mencintaimu dengan segala niat tulusku yang tanpa ada batas, memilihmu karena aku yakin kamu adalah takdirku, tidak perduli dengan jarak usia, atau rentang waktu." (Hasta Narendra) Hanin Humairah (21 th) seorang gadis cantik yang sudah tidak mempunyai orang tua selain tinggal dengan Dina ibu tirinya dan kedua saudara tirinya Amelia dan Jonathan. Rafka Arsha (21 th) sahabat sekaligus kekasih Hanin, terpaksa berhubungan jarak jauh dengan Hanin karena mengikuti orang tuanya yang pindah tugas di kota A. Hasta Narendra (35 th) seorang duda sahabat ayah Hanin mencintai Hanin dengan tulus dan berusaha membantu Hanin lepas dari siksaan Dina dengan bersandiwara menikahi Hanin. Karena cinta tulus Hasta, perasaan dan cinta Hanin berpaling dari Rafka dan beralih pada Hasta dan mereka menikah secara sah. Dalam pernikahannya selama satu tahun, Rafka kembali dalam kehidupan Hanin dan kembali mengejar cinta Hanin. Akankah cinta Hanin tetap bertahan untuk Hasta setelah tahu Rafka amnesia karena kecelakaan akibat putus cinta dengannya? Apakah cinta Hanin akan berpaling pada Rafka setelah Hasta meninggalkannya karena Hasta tidak bisa mempunyai keturunan??

NicksCart · 若者
レビュー数が足りません
43 Chs

MENINGGALKANMU DENGAN CINTA

"Hanin," panggil Hasta sambil menunggu Hanin menyuapinya.

"Ya Tuan, ada apa?" jawab Hanin sambil menyuapi Hasta dengan pelan.

"Aku nanti malam berangkat keluar kota, mungkin seminggu atau dua minggu baru aku pulang," ucap Hasta sudah berniat dan mengambil keputusan untuk melupakan perasaan cintanya pada Hanin. Sudah hampir tiga tahun mereka serumah, tapi Hanin tetap masih mencintai Rafka dan tidak bisa mencintainya.

"Lama sekali Tuan? apa benar dua minggu?" tanya Hanin tiba-tiba merasakan sesuatu yang berbeda dari nada bicaranya Hasta.

Hasta menganggukkan kepalanya meyakinkan Hanin.

"Karena pekerjaan ini membutuhkan perhatian khusus Nin, aku harus stay di sana sampai semuanya aman dan berjalan lancar," ucap Hasta dengan suara beratnya.

"Kalau di sana masih belum aman dan lancar, Tuan Hasta tetap akan pulang kan?" tanya Hanin dengan tatapan penuh.

"Kita lihat dulu ya Nin, kalau di sana masih membutuhkan aku, mungkin aku belum bisa pulang. Aku akan mengabarimu kalau belum bisa pulang," jawab Hasta dengan perasaan sedih.

"Tuan Hasta, dua Minggu itu sangat lama. Apa tidak bisa hanya satu minggu saja keluar kotanya?" tanya Hanin dengan kedua matanya mulai berkaca-kaca.

Hanin merasakan ada sesuatu yang berbeda dari Hasta, seolah-olah Hasta ingin meninggalkan dirinya.

"Tidak bisa Nin, aku sudah mengambil kontrak itu dan aku harus menyelesaikannya dengan cepat," jawab Hasta sudah teramat lelah dan putus asa dengan hidupnya yang tidak ada cinta untuknya.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya Hasta segera membereskan semua berkas-berkas dan di masukkan ke dalam tasnya.

"Tuan Hasta, kalau nanti anda sudah di sana, aku boleh menelepon kan?" tanya Hanin dengan tatapan sedih.

"Ya Nin, kamu bisa meneleponku kapanpun kamu mau," jawab Hasta sudah berencana akan menonaktifkan ponselnya agar dia bisa sepenuhnya melupakan Hanin.

"Aku harus ke kamar dulu untuk menyiapkan pakaianku, kamu istirahatlah ini sudah malam," ucap Hasta sambil mengusap puncak kepala Hanin.

"Biar aku yang menyiapkan pakaian anda Tuan," ucap Hanin dengan cepat mengikuti Hasta.

Hasta menganggukkan kepalanya tidak bisa menolak keinginan Hanin.

"Di saat aku ingin melupakanmu kenapa kamu begitu sangat perhatian padaku Nin?" tanya Hasta dalam hati dengan perasaannya yang semakin tersiksa.

Berjalan di samping Hasta, Hanin merasakan ada sesuatu yang lain di hatinya. Seperti ada sesuatu yang akan hilang dari dalam dirinya.

"Semoga Tuan Hasta akan baik-baik di sana nanti dan tidak akan terjadi sesuatu padanya," ucap Hanin dalam hati dengan doanya yang tulus.

Di dalam kamar, Hasta sedang menyiapkan sepatunya hingga menjadi perhatian Hanin.

"Tuan Hasta biar aku menyiapkan semuanya ya? anda tinggal bilang saja apa yang harus aku siapkan," ucap Hanin segera mengambil alih sepatu yang di bawa Hasta untuk di masukkan ke dalam koper.

Dada Hasta semakin sesak untuk bernafas, melihat perhatian Hanin yang bisa ia rasakan tanpa bisa memilikinya.

Setelah meletakkan sepatu ke dalam tempatnya sepatu, baru Hanin memasukkan ke dalam koper yang sudah ada beberapa pakaian di dalamnya.

"Pakaian, handuk, sepatu, peralatan mandi, apalagi yang belum Tuan?" tanya Hanin sambil memikirkan sesuatu.

"Untuk yang satu ini biar aku menyiapkannya sendiri Nin," ucap Hasta sambil melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

"Memang apa Tuan? biar aku siapkan sekalian," ucap Hanin duduk di samping Hasta sambil mengusap wajahnya.

"Tidak usah Nin, biar aku sendiri yang siapkan," ucap Hasta seraya bangun dari duduknya namun tangan Hanin menariknya cukup keras hingga Hasta tidak mempunyai keseimbangan dan terjatuh di tubuh Hanin hingga keduanya saling terjatuh di tempat tidur dengan tubuh Hasta menindih tubuh Hanin.

Keduanya saling terdiam dan saling menatap dengan penuh perasaan.

"Tuan?" panggil Hanin dengan suara lirih.

"Hanin," sahut Hasta dengan tatapan yang tak lepas sedikitpun dari kedua mata Hanin.

"Tubuh anda berat, aku tidak bisa bernafas," ucap Hanin dengan nada polosnya membuat wajah Hasta memerah seketika.

"Maafkan aku Nin," ucap Hasta dengan wajah memerah segera menjauh dari tubuh Hanin dan menata debaran kencang dalam dadanya.

"Den Hasta, apa semuanya sudah siap?" tanya Rahmat setelah mengetuk pintu beberapa kali tapi tidak ada yang mendengarnya.

Hanin bangun dari tempatnya kemudian berdiri menghadap Hasta.

"Jadi apa yang belum siap Tuan? biar aku siapkan sekarang," ucap Hanin masih bersikeras untuk menyiapkan keperluan Hasta.

Dengan helaan nafas panjang, terpaksa Hasta menyebutkan apa yang belum di ada di dalam kopernya.

"Celana dalam," Jawab Hasta sambil mengusap tengkuk lehernya karena canggung dan malu.

Wajah Hanin seketika bersemburat merah.

"Eem, apa itu..harus aku yang menyiapkannya Tuan?" tanya Hanin dengan tatapan polosnya.

Hasta tersenyum gemas melihat wajah Hanin yang masih terlihat tak berdosa setelah bersikeras sekarang menampakkan wajah polosnya.

"Rahmat, bisa minta tolong ambilkan kopi hitam di belakang. Aku akan membutuhkan kopi saat bekerja di sana nanti," ucap Hasta selalu tidak lupa membawa bubuk kopi hitam buatan Minah.

Sambil menunggu Rahmat, Hasta mengambil celana dalamnya dari dalam almari, dan di masukkannya ke dalam koper.

Hanin yang melihatnya seketika mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

"Karena semua sudah siap, kamu bisa kembali ke kamarmu Nin. Besok kamu sudah mulai sibuk kuliah lagi kan Nin?" tanya Hasta sangat bangga dengan prestasi Hanin yang selalu mendapat nilai tertinggi di Universitasnya.

"Masih ada jadwal kosong Tuan, mungkin Minggu depan baru sibuk untuk persiapan praktek di luar kampus," jawab Hanin yang tidak terasa sudah hampir empat tahun dia hidup dengan Hasta dan hidupnya sangat bahagia.

"Apa kamu sudah berpikir untuk memilih tempat prakteknya?" tanya Hasta selalu ikut memikirkan permasalahan Hanin di kampusnya.

"Masih belum Tuan, apa anda bisa membantuku untuk memilih beberapa referensi tempat yang lebih membutuhkan kita?" tanya Hanin dengan wajah serius.

"Aku tidak tahu, apa aku bisa membantumu atau tidak Nin. Menurutku, sekarang kamu sudah dewasa sudah bisa mandiri. Kamu harus bisa memutuskan sesuatu apapun itu masalahnya. Karena tidak selamanya aku bisa menemani kamu Nin," ucap Hasta dengan dada yang mulai terasa sesak saat mengatakannya.

Hanin mengangkat wajahnya seketika itu juga ia memeluk Hasta dengan erat. Entah kenapa kata-kata Hasta begitu sangat menoreh hatinya yang paling dalam hingga membuatnya seketika menangis.

"Kenapa anda bicara seperti itu Tuan? Kalau aku boleh meminta pada Tuhan hanya satu yang aku pinta, agar anda tetap berada di sampingku untuk selamanya," ucap Hanin di sela-sela tangisnya hingga membuat Hasta berat untuk meninggalkan.

"Aamiin, semoga doa kamu terkabul ya Nin." ucap Hasta dengan tersenyum dan mengusap lembut wajah Hanin.

"Den Hasta, sudah siap semuanya Den. Apa saja yang harus saya bawa ke mobil?" tanya Rahmat sangat bahagia melihat Hanin memeluk Hasta.

"Tinggal koper ini saja, untuk tas kerjaku biar aku yang bawa." jawab Hasta dengan tersenyum.