Aurel awalnya bingung oleh nada suara Kevin yang terdengar serak di telinga nya, biasanya pria ini selalu menggunakan suara yang dingin saat berbica dengan nya. Aurel sangat tergiur dengan penawaran Kevin barusan dan mengangguk mengikuti Kevin tanpa bertanya lebih lanjut kemana mereka akan pergi.
Dia sempat linglung dengan perintah Kevin yang memintanya berhenti membahas perceraian. Itu bukan masalah besar sekarang, dia hanya ingin vila itu agar papanya lekas berhenti mangamuk. Tentang perceraian mereka, Aurel akan kembali membahas nya lagi jika dia sudah mendapatkan vila itu!
Setelah Aurel mengganti pakaian sederhana, mereka langsung berangkat.
Di perjalanan, Aurel memikirkan apa yang Kevin katakan tadi. Apa Kevin ingin dia menghibur beberapa rekan bisnisnya? Atau mungkinkah Kevin akan menjual nya kepada rekan bisnis nya?
Tidak, tidak, tidak ...
Walau Kevin orang yang dingin dan terlihat kejam, pria ini tidak mungkin akan menjual dirinya pada orang lain kan? Aurel bergumam pada dirinya sendiri untuk memahami mengapa Kevin mendadak berubah pendirian tentang vila itu.
Aurel berkali-kali diam-diam mencuri pandang kearah Kevin. Mencoba menilai Kevin dari ekspresi nya. Namun tentu saja nihil. Kevin sama sekali tidak memiliki ekspresi di wajah nya, pria ini lebih mirip mayat hidup. Wajah nya keras dan bersudut. Lebih seperti patung. Mata coklatnya menambah kelembutan pada raut wajah nya. Tetapi, pria ini benar-benar memikat!
"Kita sudah sampai Tuan Kevin," kata sopir di depan.
Aurel memalingkan wajah nya ketika mobil telah berhenti di klub kelas atas yang terang menderang. Dia sekarang mulai ragu dengan pikiran nya yang mengira Kevin akan membawa nya menemui rekan bisnis nya di kantor.
"Ayo." Kevin berbicara sambil turun dari mobil. Dia berjalan ke sisi pintu di sebelahnya dan membukakan pintu mobil itu untuk Aurel layaknya seorang pria sejati.
"Tangan mu." Kevin berbisik tepat di telinga Aurel.
Aurel memegangi lengan nya seperti yang diminta. Dia harus berperilaku baik dan menjadi patuh. Sesuai kesepakatan, Aurel harus tetap sabar, ini semua demi vila itu!
Setelah mereka memasuki klub, seorang pelayan menunjukkan mereka ke ruang VIP. Aurel melihat sekelilingnya dan menemukan bahwa di tengah ruangan berdiri sebuah meja berhias dengan kue tujuh tingkat. Ruangan itu besar, dan ramai. Seseorang sedang bermain piano. Aurel tersenyum dan menggumamkan mulut nya sedikit ketika dia menyadari bahwa lagu itu adalah lagu favoritnya.
"Tuan Kevin kita ada di sini!"
Seseorang di kerumunan itu berteriak, dan musik mendadak berhenti. Seorang wanita dengan gaun putih dengan leher berpotongan rendah berjalan menuju Kevin. Dia lah yang sedang bermain piano ketika mereka baru masuk tadi. Apakah ini pesta nya?
"Ini dia, Kevin." Karina menyambutnya dengan manis sebelum dia melihat ke arah Aurel yang berdiri di sampingnya. Senyum Karina membeku. Dia mengerutkan kening dan bertanya, "Siapa ini?"
"Perkenalkan, ini istri ku, Aurelia." Meskipun Kevin bergumam, ruangan itu mendadak menjadi sunyi seolah Kevin baru saja berteriak, seolah semua yang ada di pesta ini sudah mendengarnya dan menjadi kaget.
"Ini Karina." Kevin menoleh untuk memandang Aurel dengan penuh perhatian ketika dia memperkenalkan wanita bernama Karina itu padanya.
Kejutan awal telah selesai dan keingintahuan orang-orang sudah terpenuhi, mereka semua sebenarnya terkejut dan masih penasaran akan sosok wanita yang berhasil mendapatkan posisi nyonya Wikana tersebut, namun mereka tahu bahwa Kevin tidak suka dengan keingintahuan orang-orang akan hal itu jadi para tamu kembali melanjutkan pembicaraan mereka masing-masing dan bersulang satu sama lain. Dan seorang musisi mulai memainkan lagu merdu di biola nya lagi. Perlahan, suasana tegang di pesta itu menghilang.
Namun Karina masih tidak senang. Dia mengangkat alis saat dia perlahan menilai istri Kevin. Aurel mengenakan gaun putih polos dan itu sangat lah polos! Wajah bayinya tidak menunjukkan adanya makeup dan rambutnya disisir dengan santai. Bagi Karina, Aurel lebih mirip seorang mahasiswa semester awal yang belum matang daripada istri seorang CEO.
Karina sudah tahu bahwa Kevin telah menikah sebagai bagian dari perjanjian bisnisnya. Ini adalah pertama kalinya Karina bertemu Nyonya Wikana dan Aurel telah gagal membuat kesan yang tepat padanya. Karina memutuskan memecat Aurel sebagai seseorang yang pantas untuk bersama seorang Kevin Rifnu Wikana!
"Kevin, kamu terlambat. Tamu-tamu lain yang datang terlambat harus menerima tiga gelas anggur sebagai hukuman. Kamu sebaiknya tidak melanggar hukumannya juga!" Karina tersenyum menggoda dan menunjuk ke arah anggur yang berada di atas meja di dekatnya.
"Tidak masalah." Kevin mengantar Aurel ke sofa terdekat sebelum menerima saran Karina untuk minum anggur.
Duduk sendirian di sofanya, Aurel memperhatikan Kevin ketika dia minum dan berbicara dengan kerumunan orang. Adegan yang hidup itu menghadirkan kontras yang mencolok dengan perasaan kesepian yang dirasakan Aurel.
'Siapa wanita yang mencoba manggoda Kevin tadi? Apakah mereka memiliki hubungan sebelumnya? ' Aurel bertanya-tanya.
Begitu Kevin menghabiskan dua gelas anggur, Karina melenggang mendekatinya dan dengan lembut menyeka mulut Kevin dengan sapu tangan. Ketika Kevin mengangkat gelas yang berisi anggur ketiganya, Karina dengan cepat menghentikannya.
"Kamu tahu aku sedang bercanda, kan? Aku tahu kamu datang terlambat, tetapi kamu tidak perlu minum tiga gelas anggur hanya karena aku memintanya." Karina menggoda.
"Karina, kamu pasti punya titik lemah terhadap Kevin. Apa dia lebih istimewa bagimu daripada teman-teman mu ini? Para tamu yang lain yang datang terlambat juga kamu mintai untuk minum tiga gelas anggur. Kenapa Kevin hanya perlu minum dua gelas saja? Apa kamu khawatir dengan Kevin?" salah satu teman mereka menggoda Karina.
"Itu pasti benar!" kata yang lain.
Orang-orang di sekitar Kevin mulai bernyanyi. Karena minum tiga gelas anggur bukanlah tantangan berat bagi Kevin, dia tersenyum dan mengangkat gelas nya. Namun Karina lebih dulu melangkah maju dengan cepat dan melingkarkan jari-jarinya di pergelangan tangan Kevin. Kemudian dia dengan santai menarik tangannya ke arahnya. Dia mengangkat alis dan memberi Kevin senyum menggoda sebelum meminum minuman Kevin yang tersisa.
Kevin mengerutkan kening pada Karina. Ini bukan permainan minum pertamanya dan Karina tahu bahwa tiga gelas anggur adalah sesuatu yang bisa dia tangani. Hal itu bahkan bukan apa-apa untuknya. Apa yang Karina coba lakukan? Kevin bertanya-tanya. Sekarang setelah Karina membantunya menyelesaikan minuman nya, Kevin meletakkan gelas itu kembali ke meja.
"Wahh! Wahh! Merupakan kejutan besar bagi semua orang untuk melihat pertunjukan romantis ini di depan umum! Kalian adalah pasangan yang sangat serasi ketika pacaran dulu. Kalian jelas masih saling menyayangi satu sama lain. Kenapa kalian tidak kembali saja menjadi pasangan?" Sahabat Karina, Mela, yang berdiri di samping mereka bersuara menyarankan.