webnovel

Menjadi lebih berani!

Malam itu, Aurel tidur nyenyak.

Ketika dia membuka matanya lagi, Kevin tidak ada di kamar.

Sinar matahari mengintip melalui celah di antara tirai. Aurel memeriksa lengannya. Kemerahan dari luka bakar rokok tersebut telah mereda dan luka lainnya tidak terlalu sakit.

Aurel berbaring di ranjang memikirkan kejadian hari sebelumnya. Dia sudah terbiasa dengan perilaku keluarganya tersebut, Aurel juga mengingat tindakan dan keprihatinan Kevin padanya semalam yang rasanya masih tidak nyata.

Dia bangkit, berjalan ke tirai, dan membukanya. Sinar matahari cukup menyilaukan.

"hmmmmmm!"

Tiba-tiba ponselnya berdering.

Aurel mengangkat telepon dan melihat nama di layar. Dia mengerutkan kening.

Itu adalah ayahnya.

Peristiwa kemarin telah mengubah Aurel. Sebelumnya, dia akan gemetar ketakutan dan dia akan dipenuhi dengan pikiran tentang apa yang akan dilakukan ayahnya. Dia juga menghormati ayah dan ibu tirinya terlepas dari bagaimana mereka memperlakukannya. Bagaimanapun, mereka adalah orang tuanya. Namun, hari ini, Aurel merasa dirinya tidak memiliki perasaan seperti itu lagi.

Ponselnya terus berdengung.

Aurel menjawab panggilan itu. Sebelum dia bisa mengatakan apa-apa, dia mendengar suara histeris yang keras datang dari sisi lain ponselnya.

"Kamu, Aurel … apa yang kamu lakukan?!"

Setelah memutuskan untuk meminta bantuan Kevin untuk merebut kembali sebidang tanah itu, Aurel sudah menduga bahwa hal seperti ini akan terjadi.

Tiba-tiba Aurel merasa bahwa sebutan 'ayah' untuk pria di telepon ini cukup ironis baginya.

"Jangan hanya diam. Katakan padaku, apa yang telah kamu lakukan? Apa kamu mengatakan sesuatu kepada Kevin? Kamu sangat tidak tahu malu! Aku hanya memarahi kamu sedikit dan kamu berani melakukan hal seperti itu padaku! Aku memperingatkan kamu, jika kamu tidak mendapatkan kembali tanah itu dari Kevin, maka kamu sebaiknya mulai sekarang terbiasa menjadi anak terlantar!"

Bahkan melalui telepon, Aurel bisa merasakan kemarahan ayahnya dari nada suaranya.

Aurel berpikir jika mereka berbicara berhadap-hadapan, ayahnya pasti sudah akan mencekiknya.

"Apa kamu mendengarku?!"

Aurel tidak berbicara atau bersuara.

Ayahnya berasumsi bahwa Aurel tidak mendengarkannya. Dia mengangkat suaranya dan berteriak, "Kamu tidak tahu malu, kamu dengar aku atau tidak?"

Aurel menarik napas tenang dan menjawab dengan acuh tak acuh, "Siapa yang tak tahu malu?"

"Kamu …" Ayahnya berhenti, lidahnya terbelit. Dia tidak pernah berpikir bahwa Aurel akan berbicara dengannya dengan cara seperti itu. Dia terlalu terkejut bahkan untuk mengucapkan sepatah kata pun.

Aurel tersenyum. Dia melanjutkan dengan nada dingin dan tidak peduli.

"Aku tak tahu malu? Tak peduli betapa tak tahu malunya aku, aku masih putrimu."

Pernyataan itu membuat ayahnya meledak marah, "Aku membenci diriku sendiri karena tidak mencekikmu ketika kamu dilahirkan!"

Penolakan kejam itu terdengar seperti Aurel adalah hal yang sangat memalukan dan penyesalan terbesar dalam hidupnya.

Aurel merasa hatinya tenggelam. Di masa lalu, dia akan merasa sedih ketika ayahnya mengatakan sesuatu yang kasar seperti itu. Dia akan berpikir itu tidak adil untuknya dan bertanya-tanya mengapa dia memperlakukan Kinan secara berbeda walaupun mereka berdua sama-sama anak-anaknya.

Dia sudah mati rasa pada saat ini.

Aurel mencibir, "Aku juga tidak mengerti. Jika kamu begitu membenciku, kenapa kamu membiarkan ibuku melahirkanku?"

Jejak ejekan bisa terdengar dalam nada suaranya.

Haris tidak bisa mengerti bagaimana Aurel menjadi seperti ini. Setidaknya, sebelumnya, Aurel tidak akan pernah berani berbicara dengannya dengan cara seperti itu.

'Mungkinkah … karena Kevin? Dia pikir Kevin akan mendukungnya? Hah, bahkan jika dia memiliki pendukung, akulah yang memberikannya padanya!'

Semakin Harris memikirkannya, semakin marah dia. Terlepas dari alasannya, dia terus berteriak pada Aurel di telepon, "kamu sebaiknya meminta Kevin menyerahkan kembali sebidang vila itu untuk ku sesegera mungkin! Jika tidak …"

"Aku tidak diizinkan pulang? Atau kamu akan membuangku di jalanan?"

Aurel menyela ayahnya. Bahkan sebelum Harris sempat memberikan tanggapan, Aurel sudah berbicara lagi, "Tentu, kamu bisa melakukan apapun itu, selama kamu bahagia!"

Dengan itu, Aurel menutup telepon tanpa memberi Harris kesempatan untuk membantah.

Di sisi lain, telepon masih terus berbunyi menandakan panggilan yang terputus ketika Harris masih mencoba memahami semua yang baru saja terjadi.

"Dia punya nyali! Dia bahkan berani berbicara kepadaku dengan nada seperti itu sekarang!"

Harris semakin marah. Dia tanpa sadar mencengkeram telepon yang masih di tangannya lebih keras, seolah-olah telepon itu adalah Aurel. Hanya dengan sedikit kekuatan, dia bisa menghancurkan Aurel berkeping-keping.

Kinan kembali ke rumah tepat waktu untuk melihat Harris sedang marah. Dia bertanya dengan hati-hati, "pa, apa yang terjadi?"

"Ini semua salah Aurel yang tidak tahu berterima kasih itu!"

'Aurel? Apa yang dia lakukan?'

Kinan tidak tahu seluruh situasi nya tetapi untuk bisa membuat marah ayahnya sedemikian rupa, itu jelas bukan hal yang sepele. Dia tidak bisa menahan senyumnya.

Senyumnya memudar dan digantikan oleh kekhawatiran dan ketidaksenangan.

"Apa yang Aurel lakukan? Apapun itu, bagaimana bisa dia membuat papanya semarah ini!"

Sebagai seorang penonton di sini, Kinan hanya ikut bergabung di permasalahan ini hanya untuk bersenang-senang. Dan juga, akan sangat menguntungkannya jika Aurel bisa dimusnahkan dari daftar keluarga Nugraha.

Harris menjadi lebih marah setelah mendengar kata-kata penghibur dari Kinan. Dia memelototi dengan mata terbuka lebar, seolah-olah api di dalam dirinya bisa meledak kapan saja.

"Papa? Aku bukan papanya! Dia hanya membuatku sangat ingin memutuskan hubungan darah yang mengganggu ini dan musnah dari pandanganku selama nya!"

Kinan merasakan sedikit kebahagiaan, tetapi dia memastikan untuk tidak menunjukkannya terlalu jelas.

"Pa, tenang. Apa ada kesalahpahaman?" Setelah jeda, Kinan melanjutkan, "Apakah itu karena kamu memukulnya kemarin malam? Tapi Aurel lah yang memulai pertengkaran nya lebih dulu!"

Dengan ekspresi sedih dan bersalah, Kinan berpura-pura menjadi anak yang sangat lembut di depannya.

Harris menatap Kinan lagi. Dia menjawab Kinan dengan jelas, "Ini tidak ada hubungannya denganmu."

Kinan tahu bahwa ayahnya tidak akan pernah marah padanya dan itu membuatnya semakin ingin menghancurkan sosok Aurel untuk ayahnya.

"Lalu apa yang membuatmu sangat marah?"

Pada saat ini, Kinan memang tidak tahu mengapa ayahnya semarah ini. Dia tidak tahu bahwa Aurel, yang selalu tersenyum dan menanggung semua kesulitan dari keluarganya, telah benar-benar berubah. Aurel sekarang menjadi cukup berani untuk langsung menantang ayah mereka.

Akhirnya, suasana hati Harris menjadi sedikit lebih stabil. Dia berbalik untuk manatap putrinya. Dia melotot ketika berbicara, "Kevin menghentikan proses mengalihan kepemilikan tanah."

"Dihentikan!"

Ketika Kinan mendengar apa yang terjadi, suasana hatinya memburuk. Ekspresinya mengeras tetapi nadanya menghilangkan kekhawatiran yang dia rasakan.

Tidak heran ayahnya sangat marah. Dia tahu bahwa ayahnya telah bekerja sangat keras untuk mendapatkan tanah kecil itu.

"Pasti karena aku memukulnya kemarin. Dia putri yang durhaka! Setelah apa yang terjadi semalam, dia pasti mengadu dan mengeluh kepada Kevin. Itu sebabnya Kevin menghentikan pengalihan tanahnya. Hanya itu satu-satunya penjelasan yang masuk akal sekarang."