Prisa sudah sampai di makam Ervin, ia pun menaburi bunga dan menyiramkan air ke atas makamnya, lalu ia memanjatkan doa untuk kekasihnya yang telah berpulang ke rahmatullah tersebut.
'Andai kamu tau kalau saat ini aku tidak bahagia menikah dengan kembaranmu, kembaranmu tidak sebaik kamu, Vin.' Batin Prisa. Ia pun kembali berurai air mata, ia sedih pada dirinya sendiri karena selalu mendapatkan perlakuan buruk dari Ervan, lalu ia juga sedih karena ia sangat merindukan Ervin. Namun ia hanya bisa berdoa pada Allah agar Ervin diberikan ketenangan di alam sana.
Setelah selesai berdoa dan menangis di makam Ervin, Prisa pun kembali masuk ke dalam mobil.
"Kembali ke rumah ya, Pak." Printah Prisa.
Jika yang kebanyakan orang katakan, Prisa mau menikah dengan keluarga Byantara adalah hanya untuk menguasai hartanya itu salah besar. Menurutnya, harta masih bisa dicari, kebahagiaanlah yang sulit dicari dan tidak bisa dibeli dengan uang. Andai Prisa boleh memilih, lebih baik ia kembali sendiri, dari pada ia harus mempunyai suami yang tidak pernah menganggapnya.
Stok sabar yang Prisa miliki masih penuh, mungkin jika nanti sudah habis, ia terpaksa akan meminta cerai dari Ervan. Prisa jadi kembali bersedih, seolah ia ingin kembali ke masa lalu, masa kecilnya yang bahagia Bersama Ervin. Ervin yang selalu membelanya ketika Ervan menakalinya, Ervin yang selalu memasang badannya ketika Ervan mengusilinya. Dari kecil saja Ervin sudah begitu baik dan selalu membela Prisa, mungkin jika hari ini Ervin masih ada, Prisa akan sangat bahagia menikah dengan laki-laki impiannya.
Takdir memang tidak mempersatukan mereka berdua, Prisa masih kecewa terhadap takdir buruk yang harus ia terima ini. Jodoh yang ia inginkan adalah Ervin, tapi ia malah menikah dengan Ervan yang bukan merupakan jodoh impiannya.
Harusnya waktu itu Prisa mempercepat waktu pernikahannya, Ervin menginginkan secepatnya bisa bersanding dengan Prisa di pelaminan, tapi pihak dari keluarga Prisalah yang menentukan tanggal dan bulannya. Prisa menyesalpun percuma, takkan bisa mengembalikan Ervin ke dunia.
Jika Prisa terus mengeluh pun rasanya tidak pantas, karena ia mempunyai Mama mertua yang super baik seperti Mama Kania yang sudah seperti Ibu kandungnya sendiri. Masih banyak yang harus Prisa syukuri dari pada harus ia keluhkan. Ia yakin, nanti akan ada kebahagiaan yang menyapa. Sedih ini takkan selamanya. Sedih ini akan segera berlalu.
Prisa sudah sampai di rumah sang mertua, ia pun turun dari mobil, lalu beranjak ke dalam rumah.
"Prisa, gimana sudah bertemu Ervan?" Tanya Mama Kania.
"Sudah, Ma."
"Alhamdulillah, lalu dia senang nggak dibawakan makan siang sama kamu?"
Prisa menggelengkan kepalanya. "Nggak Ma, dia malah malu karena aku datang ke kantornya."
"Lho, kok gitu sih?"
"Iya, karena aku memang nggak pantas berdampingan dengan Ervan yang seorang CEO, sedangkan aku hanya seorang wanita sederhana."
"Pris, walau kamu wanita sederhana, tapi kamu berasal dari keluarga baik-baik. Sudah lama Mama kenal dengan keluarga kamu. Jadi kamu nggak usah minder, kita sama-sama manusia yang hidup dibumi yang sama. Mama dan Papa nggak pernah membanding-bandingkan sesama manusia."
Inilah yang harus Prisa syukuri, masih ada orang yang mau menerimanya dengan baik. Entah Ervan keturunan siapa, karena hanya ia yang tega terhadap Prisa, hanya ia yang tidak baik padanya. Tentunya dalam satu keluarga memang selalu ada seorang anak yang kurang baik, karena tidak ada yang sempurna di dunia ini. Segala ciptaan Allah, ada kelebihan dan kekurangannya.
"Terima kasih ya Ma, Mama sudah sayang sama aku, aku diperlakukan seperti anak kandung Mama sendiri." Ucap prisa sambil menahan air mata yang sudah menggenang di kedua pelupuk matanya.
"Iya." Balas sang mama mertua seraya memeluk Prisa.
Pada waktu yang sama, Ervan akhirnya memakan nasi yang sudah dibawakan oleh sang istri, karena ia tidak kuat menahan lapar.
Tok … Tok … Tok …
"Masuk!"
Riana pun masuk ke ruangan Ervan.
"Ini Pak surat yang sudah saya print dan harus Bapak tanda tangani!"
"Oke, letakkan saja disitu!" Titah Ervan yang masih fokus menghabiskan makanannya.
"Aduh pengantin baru mesra sekali, sampai datang ke kantor hanya untuk mengantarkan makan siang." Canda Riana. Ia tidak tahu kalau itu bukan bentuk kemesraan tapi bentuk keterpaksaan. Ervan hanya tersenyum kecil mendengar ucapan sekretarisnya itu.
"Bapak, tadi Pak security bilang sama saya kalau istri Bapak saat naik lift tadi sempat nyasar sampai lantai atas, karena dia nggak menekan tombol yang ada diluar lift."
"Hah, masa sih?"
"Iya."
Ervan pun tertawa mendengarnya, 'Prisa memang cewek kampung, naik lift aja bisa nyasar.' Batin Ervan. Ia masih saja tertawa terbahak bersama sekretarisnya itu.
"Sudah, sudah!" Ujar Ervan yang sudah menghentikan tawanya. Setelah makannya selesai, ia pun meneruskan pekerjaannya.
Sudah sore hari, Prisa kembali menyiapkan makanan untuk acara pengajian tiga hari Ervin. Ia menempati kue-kue ke atas piring. Setelah itu, ia juga menyiapkan makan malam untuk Ervan.
"Makanan kesukaan Ervan apa, Ma?" Tanya Prisa.
"Ervan suka aneka olahan ikan. Ikan apa aja dia suka." Jawab sang mama mertua.
Prisa akan belajar masak ikan yang enak, agar Ervan suka dengan masakannya, ini juga merupakan salah satu cara untuk meluluhkan hatinya.
Adzan maghrib sudah selesai berkumandang, setelah sekeluarga sholat berjamaah, tamu-tamu pun mulai berdatangan.
"Ervan mana?" Tanya Papa Malik pada Prisa.
"Belum pulang."
"Coba tolong kamu hubungin dia!" Titah sang papa. Prisa pun memojok ke sudut ruangan, lalu ia menelepon suaminya itu.
Drrrttt … Drrrttt …
Ponsel milik Ervan berbunyi, Ervan sedang berada di sebuah café yang tak jauh dari kantornya, ia hanya ingin menghibur dirinya dari rasa sepi setelah kepergian Ervin. Ervan melirik ponselnya yang bergetar, ia belum menyimpan nomor Prisa, jadi ia tidak tahu bahwa itu adalah panggilan dari istrinya.
[Hallo.]
[Hallo Van, kamu lagi dimana?]
[Ini siapa sih?]
[ini Prisa.]
[Ngapain sih lo nelepon gue?]
[Kamu lagi dimana?]
[Gue lagi dimanapun, itu bukan urusan lo.]
[Tapi Papa nanyain kamu!]
[Bilang sama Papa, nanti gue pulang.]
[Kapan? Kamu disuruh pulang sekarang!]
[Memang ada apa sih?]
[Kamu lupa ya, malam ini masih diadakan pengajian di rumah untuk mendoakan almarhum kembaran kamu.]
Ervan tidak lupa, ia hanya sengaja ingin telat pulang ke rumah, karena ia muak dengan keadaan saat ini, tak ada semangat untuknya. Ervan pun menutup teleponnya, ia tidak ingin mendengar ocehan Prisa. Prisa juga kesal pada Ervan, karena ia tidak pernah menghargainya.
Acara pengajian telah dimulai, Prisa duduk di dekat sang mama mertua sambil ikut membacakan surat yasin dan tahlil untuk almarhum Ervin. Setelah selesai membacakan surat yasin dan tahlil, dilanjutkan dengan pembacaan doa.