webnovel

Bab42. Takut

Angin malam terasa begitu menusuk ke tulang, ditambah lagi karena telah hujan tadi sehingga membuatnya semakin dingin saja.

Mikayla menyilangkan tangannya di pundak, dingin sekali dan Mikayla tidak suka dengan hal itu, kalau tahu bakalan pulang malam pasti Mikayla akan membawa jaket dari rumahnya.

Ditengah perjalanan tenangnya, Aljuna mendadak mempercepat laju motornya, hingga membuat Mikayla nyaris terjengkang.

Untunglah Mikayla dengan sikap berpegang pada Aljuna dengan menarik bajunya, apa maksudnya kenapa harus seperti itu.

"Rumah aku tidak jauh, tidak perlu ngebut."

Suara Mikayla mungkin tak mampu di dengar jelas oleh Aljuna, sehingga tidak mampu merubah apa pun.

Aljuna melepaskan kedua tangannya dari stang motornya, menarik kedua tangan Mikayla untuk memeluknya.

Mikayla memejamkan matanya saat tubuhnya beradu dengan tubuh Aljuna, satu tangan Aljuna kembali pada gas motornya, dan satu tangan yang lain menahan tangan Mikayla agar tetap memeluknya.

Kecepatan motornya tidak berkurang sedikit pun, apa Aljuna akan membawa Mikayla menjemput kematiannya malam ini.

Selang beberapa saat Mikayla mendengar deru motor yang begitu keras dari belakang, Mikayla menoleh karena rasa penasarannya yang tiba-tiba menyerang.

Bersamaan dengan itu ternyata motor Gavin menyusul dan melaju sejajar dengan motor Aljuna, Mikayla mengernyit, sedang apa Gavin malam-malam seperti ini.

Aljuna menambah kembali kecepatannya, kali ini Mikayla merasa takut karena Gavin juga melakukan hal yang sama.

Bukan balapan, tapi sepertinya Gavin memang sengaja mengikuti Aljuna, Mikayla melihat gerbang menuju rumahnya telah terlewat.

Jujur saja hal itu membuat jantung Mikayla bergemuruh hebat, bukankah Aljuna pernah ke rumah Mikayla dan seharusnya bukan ini jalan yang dilaluinya.

Semakin kesini, laju motor Aljuna semakin tak terkontrol, fikiran Mikayla semakin tak karuan saja.

Aljuna mengendarai motornya hanya dengan satu tangan, dan itu membuat Mikayla semakin takut akan kecelakaan yang mungkin saja terjadi.

Mikayla mengeratkan pelukannya dan menyandarkan kepalanya, perlahan tapi pasti Aljuna melepaskan tangannya dari tangan Mikayla, tapi kecepatan lajunya justru semakin bertambah.

Mungkin karena hujan deras tadi, sehingga sekarang jalanan begitu kosong, tapi Mikayla tetap saja takut karena Gavin juga tak mau mengalah.

Cukup lama seperti itu, Mikayla melihat motor Gavin yang melaju mendahului Aljuna, lelaki itu dengang sengaja membelokan motornya menghalangi motor Aljuna.

Pelukan Mikayla semakin erat dengan mata yang terpejam kuat, gelap sudah fikirannya sekarang, mungkin Mikayla akan benar-benar menjemput kematian.

Mikayla mendengar deritan bersamaan dengan tubuhnya yang terasa terangkat keatas, dan terhempas sekaligus saat itu juga.

"Brengsek!" bentak Aljuna.

Mikayla membuka matanya saat mendengar tawa Gavin di sana, motor itu telah berhenti, Mikayla baik-baik saja karena Aljuna berhasil menghentikan laju motornya dengan tepat.

Tiga orang itu turun bersamaan, Mikayla melihat sekitar tempat itu, sama sekali tidak ada orang di sana.

"Mau dibawa kemana anak orang?" tanya Gavin.

Mikayla melirik Aljuna dan meraih satu tangannya perlahan, jangan sampai ada perkelahian lagi karena Mikayla tidak akan bisa melerainya.

"Tidak tahu aturan sekali kamu, jam berapa ini, seragam masih saja terpasang." tambah Gavin.

Mikayla melirik tangan yang digenggamnya, jemari itu mulai tertutup hingga menunjukan kepalan.

"Kak Juna," panggil Mika pelan.

Tapi tak ada respon apa pun, sampai saat ini gemuruh di dada Mikayla masih saja kuat.

"Kenapa, mau marah, gak mikir gimana perasaan orang tuanya di rumah, lancang sekali membawa anak orang seperti itu."

Aljuna beranjak dari tempatnya dengan emosi yang sudah mampu Mikayla lihat, tapi Mikayla tidak bisa membiarkannya.

"Kak, cukup." tahan Mikayla yang berpindah ke hadapan Aljuna.

"Tidak perlu ribut, ayo pulang."

"Minggir."

"Enggak, jangan seperti ini, Kakak harus tahan emosi."

"Minggir, Mika."

"Kak ...."

"Lepaskan saja," ucap Gavin.

Mikayla menoleh dan menggeleng, apa selama ini Gavin memang selalu dengan sengaja mencari masalah dengan Aljuna.

"Aku sudah bilang dia itu emosian, dalam fikirannya tidak pernah ada ketenangan, selalu panas dia itu kertas yang mudah terbakar, cocok jadi jagoan brandal."

Aljuna kembali beranjak, tapi Mikayla masih bisa menahannya, Mikayla kembali menatap Aljuna.

Memang tidak ada lagi ketenangan di wajahnya, sorot matanya pun sudah sangat menakutkan.

"Kak, aku takut, ayo pulang." ucap Mikayla pelan.

"Jangan halangi aku seperti ini," ucap Aljuna yang balik menatap Mikayla.

Menakutkan sekali, tapi Mikayla harus tetap berani untuk bisa menahannya.

"Minggir."

"Aku gak mau, ayo pulang, tidak perlu mendengarkan apa pun sekarang."

"Kalau begitu jangan banyak bicara, karena aku tidak akan mendengarkan apa pun."

"Kak ...."

"Tidak ada gunanya," ucap Gavin seraya menarik Mikayla.

Genggaman itu telah terlepas, sekarang Mikayla ada bersama Gavin.

"Dia tidak akan mau mengantarkan kamu pulang, dia tidak memiliki cukup tanggung jawab untuk itu."

Gavin menunjukan senyuman mengejeknya pada Aljuna, Mikayla melirik keduanya bergantian.

"Jangan banyak bicara," ucap Aljuna.

"Lalu harus apa, mau ribut, ayo, kamu fikir aku takut."

"Kak, cukup." ucap Mikayla sedikit keras.

Mikayla menatap Gavin dengan kesal, kenapa tidak bisa diam sekali mulutnya itu.

"Lepas, lepas sakit." ucap Mikayla.

"Diamlah, jangan jadi wanita lemah, atau kamu akan diperdaya sama lelaki itu." ucap Gavin.

Mikayla melirik Aljuna, sedetik kemudian Aljuna mengayunkan kakinya cepat dan memukul Gavin hingga tersungkur.

Mikayla memejamkan matanya sesaat, dan menahan Aljuna yang hendak kembali mengulang pukulannya.

"Sudah Kak, tidak perlu seperti ini."

Mikayla menarik Aljuna menjauhi untuk Gavin.

"Jangan seperti ini, ayo pulang."

"Apa kamu tidak bisa diam?"

"Ya ayo pulang makanya."

"Dia tidak akan mau mengantarkan kamu pulang, niatnya bukan itu, tapi untuk membawa kamu dari orang tua kamu."

Keduanya menoleh, ternyata Gavin sudah bangkit dan kembali tersenyum pada Aljuna.

"Ayo Mik, aku antar kamu pulang, sampai tahun depan pun dia tidak akan mengantarkan kamu ke rumah."

"Tutup mulut kamu," ucap Aljuna.

"Memang benar kan, kelakuan kamu memang seperti itu, dan kamu akan mengembalikan Mika saat dia sudah tidak bernyawa lagi."

Mikayla mengernyit, apa maksudnya, apa Aljuna bukan orang baik-baik.

"Kamu selalu bersikap layaknya pahlawan, tapi itu awal saja, karena pada akhirnya kamu sendiri yang mencelakainya."

Aljuna mendorong Mikayla yang terasa sangat menghalanginya, langkah itu begitu cepat dan membuat Aljuna berhasil memukul Gavin lagi.

Bukan sekali tapi berkali, pukul demi pukulan itu telah membuat Gavin kehilangan tenaganya.

Saat Gavin tersungkur, Aljuna masih enggan menghentikan pukulannya itu, Mikayla tidak melakukan apa pun.

Kakinya terasa lemas seakan tak mampu digunakan meski untuk sekedar menopang tubuhnya, saat rasa takut itu semakin menekannya Mikayla menunduk dan terisak disana.

Fikirannya kabur, Mikayla tidak memiliki solusi untuk keributan yang terjadi di depan matanya sekarang.