webnovel

Bab39. (Siapa) Keras Kepala

Saat jam istirahat tiba, Mikayla segera membereskan bukunya, sekarang tujuannya adalah menemui Aljuna dan itu harus terlaksana.

"Dev, nanti kita sama-sama ya ke lapang basket." ucap Agil.

"Oke," jawab Devan.

"Mika," panggil Niara.

Devan seketika menoleh, Mikayla keluar kelas tanpa peduli dengan panggilan Niara, Mikayla benar-benar mengabaikan mereka berdua.

"Dev, duluan." ucap Agil seraya berlalu.

Devan mengangguk dan melirik Niara, wanita itu menatapanya kesal saat ini, tapi Devan tak peduli dan justru tersenyum pada Niara.

"Apa, gara-gara kamu kan sekarang Mika jadi marah."

"Kenapa sih, biarkan saja nanti juga Mika baik dengan sendirinya."

Niara hanya berdecak menanggapi kalimat Devan, menyebalkan sekali kalimatnya itu, apa tidak mengerti jika Niara tidak nyaman dengan keadaan tersebut.

"Sudah, ayo ke kantin, kamu gak lapar memangnya?" tanya Devan.

"Gak, aku gak lapar, apa lagi lihat kamu, nafsu makan hilang sepenuhnya."

"Jahat banget, Ra."

"Masa bodoh." ucap Niara seraya berlalu meninggalkan Devan.

Lebih baik sekarang Niara mencari Mikayla saja, kemana wanita itu pergi tadi, Niara akan meminta maaf padanya agar keadaan mereka kembali baik-baik saja.

Devan menggeleng seraya tersenyum, seperti itu ternyata kalau mereka berdua sedang marah, Devan tidak menyesal dengan keputusannya itu karena pada akhirnya Niara dan Mikayla pasti akan terima juga.

Devan lantas bangkit dan keluar kelas, semua sudah keluar dan hanya tersisa Devan di sana, sepertinya siang ini Devan akan makan siang sendiri saja tanpa dua wanita itu.

"Tidak masalah, yang penting perut kenyang untuk saat ini." ucap Devan yang mempercepat langkahnya.

----

Mikayla menggaruk kepalanya, sudah banyak kelas yang di lewatinya tapi tak juga melihat Aljuna, kemana lelaki itu bahkan di kantin dan perpustakaan pun tak ada.

"Dimana sih diamnya, aneh kaya setan saja."

Mikayla menghentikan langkahnya dan melihat sekitar, teman-temannya pun tidak terlihat, Mikayla tidak tahu yang mana saja teman sekelas Aljuna.

"Tapi pasti siapa pun bisa melihat Aljuna, dan aku bisa tanya pada siapa pun."

Mikayla mengangguk membenarkan ucapannya sendiri, kakinya kembali terayun mencari sosok kakak kelasnya, semoga saja Mikayla bisa bertanya pada orang yang tepat.

"Itu tuh, semoga saja mereka tahu dan mau memberi tahu aku."

Mikayla menghampiri beberapa orang di sana dan tentu saja itu kakak kelasnya.

"Permisi, Kak." sapa Mikayla.

Mereka menoleh bersamaan, tatapannya begitu serius pada Mikayla.

"Maaf, aku mau tanya, Kak Aljuna dimana ya?"

"Untuk apa kamu cari dia?"

"Ada perlu sedikit."

Mereka saling lirik satu sama lain, apa mungkin Mikayla telah bertanya pada orang yang salah.

"Hanya sebentar saja, Kak." ucap Mikayla.

"Ya cari saja sendiri."

"Aku sudah keliling, tapi gak bisa menemukannya."

"Ya sudah berarti dia gak sekolah."

Mikayla mengangguk pelan, berarti mereka bukan teman sekelas Aljuna, lalu pada siapa Mikayla harus bertanya.

"Ya sudah, kalau gitu aku permisi."

"Ya sudah sana."

Mikayla lantas berlalu meninggalkan mereka, apa Mikayla harus mengurungkan niatnya untuk menemui Aljuna, tapi tidak bisa karena Mikayla harus selesaikan kekesalannya saat ini.

"Heran banget, Gavin sama Juna kerjaannya ribut terus, apa sih masalah mereka, padahal dulu mereka paling kompak."

Langkah Mikayla seketika terhenti saat mendengar kalimat tersebut, Gavin dan Juna, apa mereka kembali ribut hari ini.

"Perubahan mereka itu mendadak banget, hari ini masih kompak, eh esok harinya langsung jadi musuh saling serang."

"Benar sekali."

Mikayla menoleh dan melihat dua orang yang berjalan ke belakang sekolah, apa Gavin dan Aljuna ada di belakang sekolah sekarang, dan apa mereka memang sedang ribut.

"Kak, tunggu." panggil Mikayla.

Keduanya menoleh seraya menghentikan langkahnya, Mikayla langsung berjalan menghampiri keduanya.

"Ada apa?"

"Mau tanya, lihat Kak Juna gak?"

"Ada urusan apa?"

"Ada urusan saja, makanya aku cari."

"Dia di depan saja, dibawah pohon, itu kan tempat semedinya."

Mikayla diam, bawah pohon, ingatannya melayang saat pertama Mikayla bertemu dengan Aljuna.

Memang di bawah pohon, dan Aljuna yang membantunya membawa topi Niara yang tersangkut.

"Kamu yang jadi rebutan Gavin dan Aljuna kan?"

Mikayla mengernyit, bisa sekali mereka berkata seperti itu, sejak kapan Mikayla jasi rebutan dua lelaki itu.

"Atau jangan-jangan, kamu penyeban mereka bermusuhan sekarang?"

"Ya enggaklah Kak, aku kan baru masuk kesini, kenal mereka juga baru."

"Ya terserah sih, bukan urusan kita juga, kalau memang benar juga yang repot kamu sendiri."

Mikayla mengangguk dan membiarkan mereka pergi, Mikayla memejamkan matanya sesaat, mereka telah salah paham.

"Bawah pohon."

Mikayla langsung berbalik dan berlari ke halam depan sekolah, mendatangi pohon besar yang menjadi tempat pertemuan pertama mereka.

Mikayla menghentikan larinya, sesak juga mafasnya karena berlari sepanjang itu, tapi tidak masalah karena Aljuna memang ada di sana.

Lelaki itu sedang berkutat dengan ponselnya, apa yang dilakukannya di sana, bukannya ke kantin untuk makan malah diam di bawah pohon seperti itu.

"Kak," panggil Mikayla.

Aljuna melihat arah depan saat mendengar suara tersebut.

"Kak Juna," panggilnya lagi.

Aljuna sedikit menoleh tanpa sampai melihat Mikayla di sana, dan kembali berkutat dengan ponselnya.

Mikayla menghembuskan nafasnya sekaligus, apa dia tuli atau mungkin bisu.

"Aku mau Kakak hapus nama aku dari daftar anggota cheer."

Aljuna kembali melihat depan, senyumannya sddikit terlihat setelah tahu maksud kedatangan Mikayla.

"Kak Juna, aku punya hak untuk memilih, dan aku gak suka dengan pilihan itu."

Aljuna bangkit dan berbalik menatap Mikayla.

"Tolong hapus, dan aku akan langsung pulang nanti."

"Sayangnya, aku tudak mau menuruti permintaan kamu."

"Masuk tema itu bukan permintaan aku, dan sudah seharusnya Kakak meminta persetujuan aku terlebih dahulu."

"Tapi kamu mengizinkan teman mu untuk mendafatarkan nama mu."

"Gak, aku gak pernah izinkan itu."

Aljuna tersenyum dan menarik Mikayla bersandar ke pohon, Aljuna menahannya di sana dan menatapnya.

Tatapan menakutkan itu kembali dilihat,Mikayla, apa lelaki di hadapannya memiliki dua kepribadian, kenapa perbedaannya jelas sekali.

"Jangan keras kepala, aku tidak akan membiarkan kamu pergi."

"Tapi aku gak mau."

"Tapi aku gak peduli."

"Kak ...."

"Diam."

Mikayla memejamkan matanya saat Aljuna mendekatkan wajahnya, Aljuna tersenyum menatap wajah Mikayla dengan jarak sedekat itu.

Hidung mancung dengan alis yang sedikit tebal, ditambah dengan bibir tipisnya, Mikayla terlihat cantik dan Aljuna menyukainya.

Tangan Aljuna terangkat, merapikan rambut Mikayla yang terurai ke depan menutupi bahunya itu dan menggesernya ke belakang.

Mikayla perlahan membuka matanya, pandangan mereka beradu, sungguh itu membuat tubuh Mikayla mendadak dingin.

"Kak, aku ...."

Aljuna menempelkan telunjuknya ke bibir Mikayla, membuat kaki Mikayla mendadak lemas.

Mikayla menepisnya dan langsung lari menginggalkannya.