Saat jam pulang sekolah, para siswa dan siswi itu berhamburan keluar kelas dan berjalan meninggalkan sekolah, banyak sekali murid di sekolah itu karena memang itu adalah salah satu sekolah favorit.
"Mika, kamu pulang bareng aku ya, biar aku antar kamu ke rumah."
"Gak usah, Ra."
"Terus gimana kamu pulang sekarang, atau kamu mau diantar Devan saja?"
"Iya Mik, pulang sama aku ya?"
"Gak perlu, aku bisa pulang sendiri, kalian duluan saja."
Niara dan Devan saling lirik, kasihan sekali Mikayla sampai saat ini wajahnya masih saja sedih seperti itu.
"Mika," panggil seseorang.
Ketiganya menoleh bersamaan, mereka melihat Gavin di sana, lelaki itu sedang ada di sepedanya dan sepertinya siap untuk pulang.
"Mika, ayo." ucapnya.
Mikayla tersenyum, ternyata lelaki itu masih ada di sekolah, padahal Mikayla fikir jika lelaki itu sudah pergi sejak tadi.
"Aku duluan ya," ucap Mikayla.
Devan dengan cepat menahan Mikayla yang hendak pergi, Niara mengernyit melihatnya.
"Kamu mau kemana?" tanya Devan.
"Aku mau pulang."
"Kamu pulang sama aku atau gak sama Niara, cuma itu pilihan kamu."
"Apa sih kamu, aku mau pulang sama ...."
"Gak bisa," sela Devan.
Niara dan Mikayla saling lirik satu sama lain, Devan ini apa-apaan sih, kenapa malah larang Mikayla pergi seperti itu.
"Devan, kamu kenapa sih?"
"Kamu mau benar-benar dapat masalah karena dekat dengan senior itu?"
Niara mengangkat kedua alisnya, sepertinya Niara mengerti dengan maksud ucapan Devan, dan memang benar kalau Mikayla hanya boleh pulang dengan mereka berdua.
"Devan benar, Mik."
Mikayla menoleh dan mengernyit, Niara juga jadi ikutan Devan sekarang, menyebalkan sekali padahal maksud Mikayla hanya untuk memperjelas masalahnya saja.
"Mika, kamu pulang bareng aku atau bareng Devan, bukan bareng dia."
"Aduh .... kalian kenapa sih, kalau aku gak temui salah satunya, aku gak akan tahu masalahnya apa dan memangnya kalian mau aku terus disalahkan sama mereka semua, kalian mau aku dianggap penyebab keributan mereka, sedangkan aku tidak tahu kebenaran dari permasalahan itu."
Keduanya diam, itu memang ada benarnya juga, tapi tetap saja mereka khawatir dengan keadaan Mikayla nantinya.
"Sudahlah, aku pasti baik-baik saja, dan besok kita akan kembali sama-sama tapi itu juga kalau kalian masuk sekolah sih."
"Ya masuklah," ucap Devan.
"Tahu, besok kan masih hari sekolah."
Mikayla tersenyum dan mengagguk mendengar kalimat dua orang itu, kalau begitu seharusnya mereka sekarang bisa biarkan Mikayla pergi untuk menemui Gavin.
"Gimana nih?" tanya Mikayla.
Niara dan Devan saling lirik, apa lagi yang bisa mereka lakukan sekarang karena Mikayla juga tidak mungkin mau menuruti mereka.
"Ya sudah sana, tapi kalau ada apa-apa kamu harus segera kabari aku dan Devan."
"Siap, tenang saja."
Keduanya mengangguk, Mikayla tersenyum dan langsung berlalu meninggalkan keduanya, tapi meski begitu mereka tetap diam memperhatikan Mikayla di sana.
"Kak, kakak gak apa-apa?" tanya Mikayla.
Gavin tersenyum dan menggeleng, Mikayla mengangguk, baguslah kalau memang masih baik-baik saja.
"Aku sudah tunggu kamu sejak tadi, ayo pulang."
"Maaf, tapi yakin gak apa-apa, Kakak langsung pulang saja, aku bisa pulang sendiri kok."
"Sudah naik cepat."
Mikayla mengangguk dan menaiki sepedanya juga, tapi seketika itu juga Mikayla ditarik turun oleh Aljuna.
"Aaaw ...."
Mikayla merasakan sakit di kaki dan tangannya, kakinya yang mengenai sepeda dan tangannya akibat tarikan Aljuna.
"Mika," ucap Gavin.
Dua lelaki itu saling tatap, Niara dan Devan di sana tentu bisa melihat hal tersebut, mereka sama-sama khawatir dengan mereka bertiga.
"Apa maksud kamu?" tanya Gavin kesal.
"Dia pulang sama aku, kamu duluan saja."
Mikayla mengernyit mendengar nada bicara yang begitu dingin dari Aljuna, mereka masih saja bertahan dalam tatapan satu sama lain, Aljuna juga enggan melepaskan tangan Mikayla.
"Aku yang duluan sama dia, untuk apa kamu ikut campur."
"Dia pulang sama aku sekarang, apa itu terlalu sulit untuk kamu mengerti."
"Sudah sudah, kalian jangan ribut ini masih di sekolah." ucap Mikayla menengahi.
"Kamu pulang sama aku," ucap Aljuna.
"Kamu pergi sama aku dan pulang juga sama aku," ucap Gavin.
Mikayla melirik Aljuna yang juga melirik padanya, harus apa Mikayla sekarang.
"Kak, aku pulang sama kak Gavin saja."
"Tuh dengar, lepas ah."
Gavin menarik Mikayla hingga terlepas dari Aljuna, tapi itu hanya sedetik saja karena Aljuna kembali menarik Mikayla.
"Kamu mau aku pukul dia lagi seperti tadi, kamu lihat mereka semua, mereka melihat kita disini." ucap Aljuna.
Mikaya melihat sekitar, ternyata benar, siswa dan siswi semua masih bertahan di sana memperhatikan mereka.
"Dan kamu mau kalau wanita ini disalahkan karena keributan kita, dia akan dianggap jadi penyebab keributan saat ini?" ucap Aljuna pada Gavin.
Tak ada jawaban apa pun dari Mikayla dan Gavin saat ini, mereka sama-sama tidak tahu harus menjawab apa.
"Kamu pulang sama aku, atau aku pukul dia sampai benar-benar tak bisa bangun lagi, dan kamu yang akan mendapat bullyan lebih awal dari mereka."
Mikayla menelan ludahnya dengan susah payah, tidak mungkin Mikayla biarkan keributan itu terjadi, dan yang paling penting Mikayla tidak mau melihat Gavin terluka lebih parah lagi.
"Kak, aku ...."
"Pergilah," ucap Gavin memotong kalimat Mikayla
Gavin tahu apa yang akan dikatakannya, dan tidak mungkin juga Gavin biarkan Mikayla disalahkan dalam masalahnya dengan Aljuna.
"Pergi."
"Tapi Kakak?"
"Jangan khawatir, Gavin akan pulang sama aku, dia aman."
Ketiganya menoleh bersamaan, Mikayla mengenyit melihat wanita yang tiba-tiba datang dan langsung memeluk tangan Gavin.
"Pulang sekarang," ucap Aljun menarik Mikayla pergi dari keduanya.
Mikayla ikut tapi matanya tetap saja terarah pada Gavin dan wanita itu, Gavin juga tampak melihat kearahnya tapi Gavin sepertinya tidak berniat untuk menolak wanita itu.
"Naik," ucap Aljuna.
Mikayla menoleh dan ternyata Aljuna telah menaiki motornya, Mikayla turut naik dan kembali melirik Gavin di sana.
Sampai motor yang ditumpanginya melaju melewati Gavin, Mikayla masih bertahan dengan tatapannya, wanita itu begitu manja pada Gavin apa mungkin jika itu adalah kekasih Gavin.
"Haduh, untunglah mereka pisah juga."
"Aman, Ra."
Keduanya saling lirik dan tersenyum, sekarang mereka harus segera pergi untuk menyusul Mikayla, mereka harus tetap mengawasi Mikayla sampai selamat di rumahnya.
"Ayo, Dev."
"Ayo, aku ikut motor kamu ya."
"Kamu gak di jemput?"
"Aku mana bisa ikuti Mikayla kalau aku ikut jemputan."
Niara mengangguk, itu bukan masalah sama sekali, keduanya berjalan menuju parkiran, Niara memberikan kunci motornya agar Devan saja yang mengendarainya.
Mereka lantas pergi meninggalkan sekolah, Mikayla yang utama bagi mereka saat ini.