webnovel

Wasiat Membingungkan

Semilir angin sore menerbangkan rambut panjang seorang gadis yang sedang berjongkok di sebuah pusara bertuliskan nama Edward Emmerson, di sebuah pemakaman elit di pusat kota  Pearl Santos. Sepi, tidak ada satupun pelayat yang bertahan. Ia adalah satu-satunya orang yang masih tidak rela meninggalkan jasad sang kakek bersatu dengan bumi.

  Terdengar suara langkah kaki mendekat. Gadis bersurai panjang itu menoleh ke belakang dan mendapati sosok pria yang selama ia hidup selalu setia berada di samping kakeknya.

  "Hari sudah sore, Nona. Sepertinya cuaca sedang tidak baik. Beberapa minggu terakhir badai sering datang tanpa diprediksi. Sebaiknya kita segera meninggalkan area pemakaman ini."

  Alan Davis, pria berumur sekitar 40 tahun itu adalah asisten pribadi kakeknya. Satu-satunya orang yang Samantha percaya di antara orang-orang yang bekerja di perusahaan milik kakeknya. Bahkan terhadap ayahnya sendiri, Haddley Connors, Samantha hanya memiliki tingkat kepercayaan yang sedikit.

  "Baik lah, Paman Alan. Mari kita segera pulang. Tolong antarkan aku ke rumah kakek karena mulai saat ini aku akan tinggal di rumah beliau."

  Pria bernama Alan itu berjalan di belakang Samantha, sementara semilir angin di pemakaman menjatuhkan daun- daun akasia kering yang berjajar di sepanjang jalan menuju pemakaman. Memasuki mobil mewah peninggalan sang kakek, Samanta sempat menoleh ke pemakaman sebelum akhirnya mobil itu meluncur ke jalan.

               ********

  "Bagaimana bisa pria tua itu membuat surat wasiat seperti itu! Ini benar-benar tidak masuk akal. Ia masih memiliki seorang putri yang masih hidup. Ini pasti hanya akal-akalan kalian saja!"

  Brakkkk!!!

Haddley Connors, menantu Edward Emmerson merasakan emosi luar biasa setelah pengacara Patrick mengatakan jika mendiang mertuanya menyerahkan seluruh aset yang dimiliki kepada cucu satu-satunya yang merupakan putrinya, Samantha Connors disaat istrinya yang merupakan putri pria tua itu masih hidup.

  Samantha yang saat ini duduk berdampingan dengan Sunny Connors, sang ibu hanya bersedekap tangan di atas dada. Sejak dulu, gadis ini tahu jika hubungan ayahnya dengan sang kakek tidak berjalan harmonis entah disebabkan masalah apa.

  "Tuan Edward sudah membuat surat wasiat ini sejak 10 tahun yang lalu."

Patrick, pengacara itu kemudian membuka salinan surat wasiat yang asli yang sudah ditandatangani oleh mendiang Edward Emmerson. Haddley menatap salinan surat wasiat itu dengan kemurkaan diwajahnya.

  "Kenapa Anda harus keberatan dengan surat wasiat yang ditujukan untuk putri Anda, Tuan? Bukan kah pada akhirnya kekayaan Anda juga akan jatuh kepada Nona Samantha?"

  Pertanyaan menohok itu dilancarkan oleh Alan Davis kepada pria berstatus menantu Tuan Besarnya.

  "Apa hakmu menanyakan hal tersebut? Statusmu di sini hanyalah sebagai seorang asisten dari pria tua yang sudah meninggal. Jadi---"

"Cukup, Ayah, jangan diteruskan. Paman Alan Davis merupakan orang kepercayaan kakek, dan selama beliau hidup, kakek menganggap Paman Alan sebagai putranya sendiri. Jadi, tidak seharusnya Ayah mengatakan hal tersebut kepada Paman Alan!"

  Setelah sejak tadi berusaha diam agar tidak memperkeruh suasana, akhirnya Samanta mengungkapkan ketidak sukaannya terhadap reaksi sang ayah atas wasiat itu.

  "Kamu bisa bicara seperti itu karena hatimu sedang bahagia, bukan? Menerima banyak warisan dari kakekmu sementara aku lah yang sejak kecil membesarkanmu!"

  Haddley mengepalkan kedua tangannya, sementara itu sang istri berusaha mengelus punggungnya untuk memberikan sedikit ketenangan.

  "Aku tidak pernah ingin dilahirkan sebagai putri kalian, tetapi Tuhan menginginkan hal itu terjadi. Apa karena aku lahir sebagai wanita, maka Ayah selalu saja menganggapku hina. Apakah hanya makhluk bernama laki-laki yang keberadaannya diakui Tuhan di muka bumi!"

  Tidak mampu lagi membendung rasa sakit yang dirasakan selama beberapa tahun ini, akhirnya saat ini lah Samantha mengungkapkan kesedihan hatinya.

  "Samantha, sudah cukup. Jangan terus melawan ayahmu karena bagaimanapun kamu adalah seorang anak yang tidak seharusnya bersikap seperti itu kepada orang tuamu."

  Sunny menatap sang putri dengan tatapan penuh permohonan. Selama ini Samantha bukannya tidak tahu jika sifat ayahnya juga begitu kasar terhadap ibunya. Entah bagaimana hubungan mereka bisa bertahan sejauh ini jika pernikahan itu tidak didasari cinta. Kenapa di usia pernikahan ke-26 tahun mereka masih tetap bersama?

  "Saya meminta maaf sebelumnya. Tujuan kita berkumpul di sini adalah membacakan surat wasiat Tuan Edward Emmerson."

Patrick kembali membuka pembicaraan setelah melihat suasana semakin tidak kondusif. Semua ini harus segera diselesaikan seperti wasiat yang tertera di hadapannya.

  "Katakan saja, Tuan Patrick dan ini semua akan selesai." Alan menambahkan.

  Pria bernama Patrick itu mulai membuka kertas yang berisi surat wasiat yang sebenarnya. Meskipun sudah diliputi oleh perasaan marah dan kecewa, akhirnya Haddley pun terdiam.

  "Dalam surat wasiat ini disebutkan bahwa seluruh kekayaan yang dimiliki oleh Tuan Edward Emmerson diserahkan kepada cucu satu-satunya beliau yang bernama Samantha Connors. Untuk selanjutnya, Nona Samantha bebas menggunakan kekayaan tersebut, tetapi ada sebuah syarat yang harus Nona Samantha lakukan terkait pengambilan warisan."

  Patrick menjeda kalimatnya. Tatapan pria itu bergantian mengarah pada tiga orang yang duduk di hadapannya, Samantha beserta kedua orang tuanya yang masing-masing menampakkan ekspresi tegang.

  "Untuk mendapatkan warisan itu, Nona Samantha harus menikah selambat-lambatnya sejak surat wasiat ini saya bacakan."

  Hening, hening, hening. Tidak ada seorang pun yang berani berbicara sebelum akhirnya suara Samantha membuat semua orang terkejut.

  "Ini pasti salah!" pekik gadis itu sambil mengambil surat wasiat yang masih berada di tangan Patrick. Gadis itu menggeleng dengan ekspresi frustasi. Di dalam surat itu jelas-jelas tertulis-- ia harus menikah dalam waktu paling lambat satu bulan atau seluruh harta kekayaan kakeknya akan dihibahkan kepada seluruh panti asuhan yang ada di Pearl Santos.

  "Sepuluh tahun yang lalu Tuan Edward Emmerson menyuruh saya membuat surat wasiat ini dan beliau dalam kondisi sesadar-sadarnya. Jika Anda tidak percaya, maka saya memiliki bukti rekaman CCTV yang menayangkan peristiwa tersebut."

  Patrick tersenyum tipis. Ia tahu betul alasan di balik Tuan Edward Emmerson mengatakan hal tersebut kepadanya. Tidak lain hanya untuk menyelamatkan cucu satu-satunya dari seseorang yang sebenarnya menginginkan keburukan terjadi atas cucunya.

  "Oh, harus kah aku mengagumi apa yang diperkirakan kakek atas takdirku? Sepuluh tahun yang lalu aku bahkan masih berusia limabelas tahun dan kakek meyakini jika aku belum menikah di usia 25 tahun."

  Samantha menggeleng berulang kali karena merasa tidak yakin dengan kenyataan yang akan ia hadapi nanti. Tentu saja membiarkan seluruh kekayaan kakeknya jatuh ke panti asuhan bukan merupakan tindakan bijak. Ia masih membutuhkan uang untuk hidup meskipun nantinya ia juga akan menyumbangkan sebagian kekayaan itu ke panti sosial.

Menikah ....

Satu bulan ....

Warisan ....

Panti asuhan ....

Empat kata itu berputar di kepala Samantha hingga telinganya pun berdenging karena pusing. Tiba-tiba sebuah pemikiran konyol melintas dalam benaknya hingga senyum tipis tersungging di wajah cantiknya. Tidak ada yang berjalan indah tanpa sebuah rencana luar biasa.