webnovel

Pagoda berdarah

Setelah kejadian malam itu semua pelayan di keluarga Su menjadi lebih patuh pada Su Jin mereka tidak lagi mengabaikannya juga tidak berani lagi bersikap tidak sopan. Hari ini Su Jin tidak berniat keluar rumah, memilih bersantai di rumah menikmati waktu bersantainya lagipula hari ini dia tidak memiliki tempat yang dia ingin tuju. Uangnya masih cukup untuk beberapa kebutuhanya saat ini, hal itu juga tidak mendesak terlebih dia masih punya barang-barang antic di sini yang bisa dia jual diam-diam jika, orang tuanya tidak memberinya uang.

“Orang-orang itu pasti sedang asik liburan,” ujar Su Jin yang sedang berbaring nyaman sambil membaca buku komik yang dia ambil dari kamar adik bungsunya. Itu hanya tidak sengaja ketika dia berkeliling rumah di sini dan menemukan jika kamar Su Lan terbuka karena tengah dibersihkan, masuk ke sana tanpa bersalah Su Jin. Sampai akhirnya dia tahu perbedaan kasih sayang itu seperti ini, kamar Su Land an mungkin yang lainnya pun, ditata dengan rapih dan apik semua merupakan barang berkualitas dan tidak tampak kekurangan apapun berbeda dengan kamarnya. Saat ini Su Jin jadi merasakan sakit hati bagi si Pemilik yang asli.

Sebagai pria dewasa Su jin pun merasa tidak terlalu peduli akan hal tersebut. Namun, demi ketenangan jiwa Su Jin lainnya, di mana tubuhnya dia tempati, dirinya tidak akan diam saja mulai sekarang jika, diriksa oleh orang lain termasuk keluarga Su sendiri. Barang tentu dia pun harus bertanggung jawab karakter ini dibuat berdasarkan namanya, karenanya nasibnya begitu buruk sejak kecil. ‘Mungkin, aku datang kemari karena semua ini, untuk memperbaiki nasib Su Jin yang asli.’

Kepala Su jin menggeleng mencoba menepis alasan yang mungkin saja seperti itu. ‘Terserah saja apapun alasannya nyatanya aku sudah berada di sini dan paling menyenangkan aku terbebas dari beban menjadi bos mafia. Ahh.. aku tidak tahu pada akhirnya siapa yang menggantikan posisiku? Apa si Luxiu itu, atau semua orang dibubarkan karena aku sudah tiada?’

“Yah, Su Jin!” Bangkit dari acara rebahannya, Su Jin berteriak sambil mengusak rambutnya seakan ada yang meembuatnya frustrasi. “Berhenti berpikir tentang masa lalu. Lupakan saja semua itu, sekarang kamu ada di sini dan tidak sedikit berkurang banyaknya hal yang harus dihadapi,” ucapnya lagi mencoba menikmati kehidupan barunya. Berbaring kembali dan mulai fokus membaca sampai dia tanpa sadar terlelap begitu saja.

“Tuan-tuan! Aku haus …haus beri aku darah.”

Su Jin mendengar hal itu berulang kali tetapi, dia enggan terbangun karena dia sendiri tidak mengenal suara tersebut tetapi semakin dia tak mengacuhkannya suara itu makin mengganggunya tepat persis ditelinganya. “Berengsek, pergi,” umpatnya kesal dan berbalik memunggungi arah suara tersebut tetapi, sayang hal itu tidak berhasil. Suara itu datang lagi dan lagi sampai kisaran angin yang besar terbang kearahnya. “Ouch, sial! Siapa yang berani menggangguku!” teriaknya akhinya marah dan bangun menatap nyalang ruangan sekitar.

“Berikan aku darahmu.”

“Suara siapa itu?!” Buluk kuduk Su Jin tiba-tiba meremang khawatir jika suara itu berasal dari manusia melainkan sesuatu yang tidak bisa dilihat sembarang orang.

“Berikan aku minum,” ujar suara itu lagi.

“Sialan! Di mana kamu, hah?” Jika mendengar tengah dipermainkan seperti ini Su Jin merasa sangat marah bagaimana para pelayan itu berani mempermainkannya dengan hal seperti ini. “Jika kutemukan kamu akan tahu rasanya mati.”

Tuk! Sesuatu yang keras baru saja menghantam kepala Su Jin. “Berengsek! Itu sakit. Sialan kemari dan aku kubun-—“ Buk! Lagi ada sesuatu yang menghantamnya tetapi, jelas tidak ada siapapun dan kali ini membuat bulu kuduknya berdiri. Jangan salah, Su Jin yang masa lalunya seorang mafia ini tidak pernah takut hal apapun bahkan, dengan pertama kalinya di pembunuhan pertamanya tak ada gentar di matanya kecuali satu saat seseorang bisa melihat hantu. Su Jin lebih memilih melihat mayat berserakan daripada hantu yang melayang di depannya.

Tidak terasa keringat dingin mulai membasahi kening pelipis Su Jin, matanya bergetar ke sana kemari mencari sosok yang mungkin saja terlihat. Berharap tidak aka nada hantu di siang bolong seperti ini. ‘Bagaimana mungkin ada hantu disiang bolong seperti ini, kan? Kuharap tidak… Dewa atau siapapun kumohon jangan menggangguku. Pergilah!’ Su Jin berbicara di dalam hati dengan gerakan bibir yang terus merapal entah apa.

“Aku haus, beri aku darah!”

Suara itu lagi tetapi, tidak ada siapapun disekitarnya. Kali ini Su Jin merasa sangat marah sekaligus khawatir, bagaimana jika itu hantu. “Siapa itu? Sialan, cepat keluar!”

Tak! Sekali lagi hantaman itu datang tepat dikeningnya lagi. “Aku haus beri aku darah…”

Su Jin menjadi geram sekaligus takut, berniat pergi dari tempat tersebut tetapi, saat dia bangun sesuatu jatuh dari panggkuannya. Diambilnya benda tersebut dan siapa sangka saat itu suara misterius itu datang lagi membuatnya hampir melemparkannya lagi.

“Aku haus… beri darah!” Suara itu datang dari pagoda tempo hari.

Dengan suara bergetar Su Jin, bertanya, “Apa kamu yang bersuara?”

“Bodoh, tentu saja ini aku. Cepat beri aku darah atau, aku akan tertidur lagi,” ujar Suara itu yang sebenarnya hanya bisa di dengar Su Jin.

Napas lega dihembuskan Su Jin setelah menyadarinya, tidak ingin membuat orang lain curiga dan menyangkanya gila karena bicara dengan patung pagoda. Su Jin buru-buru pergi ke kamarnya dan menguncinya. “Heh, aku tahu jiwaku ini masuk ke dalam buku lalu, sekarang apa? Apa aku mendapat benda ajain?!” ujarnya sambil tertawa puas. “Aku tahu, aku ini memang anak paling beruntung.”

“Aku haus… beri aku darahmu, Tuan.”

“Tuan?” Senyum Su Jin semakin lebar tertarik lebar. “Jadi, aku ini tuanmu, yah? Kalau begitu aku ingin tahu kamu itu apa baru nanti, akan kupikirkan apa kamu pantas meminum darahku.”

“Tuan..tuan aku bisa mati. Berikan aku sedikit saja darahmu, Tuan!” Suara itu berujar lagi, namun kali ini terdengar lebih lembut dari sebelumnya. Jelas sepertinya, suara itu sedang memelas tanpa rasa malu. Yah, tentu saja makhluk gaib itu bagaimana tahu rasanya malu. Dia hanya mengenal kata haus.

“Kenapa aku harus peduli, apa kamu bisa berguna untukku?”

“Berikan aku darah tuan muda atau siapapun jika, berkatku terpenuhi, aku akan menunjukkan kemampuanku dan tuan bisa menggunakan aku kapan saja,” balas sang Penunggu Pagoda. “Tapi, cepat beri aku darah terlebih dulu, basuh diriku dengan darah..”

Su Jin mendengus tetapi, akhirnya tidak menolak apa yang diinginkan pagoda tersebut. Dia mencari sesuaatu dan yah, ada pisau buah di dekatnya dan sekejap mata tanpa ragu lagi Su Jin menggores telapak tangannya lalu, seperti semalam dia membuat pagoda itu berdarah-darah kali ini cukup banyak. Dilumurinya benda itu dengan darahnya dan seperti terakhir kali darah ditangan Su Jin mengering bahkan lukanya pun perlahan sembuh. Kemudian, Su Jin beberapa saat menunggu tetapi tidak ada lagi suara yang terdengar juga di tatapnya tajam tetapi, masih belum ada yang terlihat.

“Apa ini? Kenapa kamu diam saja cepat katakan sesuatu?” Su Jin bertanya-tanya sambil menggoyang-goyangkan benda tersebut. “Bagaimana bisa bukannya benda ini akan mengatakan sesuatu lalu, kenapa dia malah diam. Apa dia malah mati lagi?” Su Jin menjadi frustrasi sendiri sekarang.

“Dasar manusia! Apa kamu tidak bisa bersabar.”

Su Jin menyeringai senang, suara itu kembali. “Yah, kamu bukan setan atau sejenis hantu, kan?”

“Pertanyaan apa itu,” sahut suara itu dalam. “Bagaimana aku disamakan dengan keberadaan makhluk meenjijikan itu.”

“Ah, haha … bagus, bagus. Aku juga paling membenci yang namanya hantu. Lalu, kamu itu makluk sejenis apa? Apa aku bisa melihat fisikmu, cepat keluarlah. Aku tidak tahan hanya berbicara dengan benda mati ini nanti aku dikiranya gila.”

Suatu itu berdesis, dari pagoda itu terlihat asap keluar tetapi, tangan Su Jin tidak merasakan panas apapun hingga, dia masih dengan tenang memegang benda tersebut. Namun, beberapa waktu menunggu taka da apapun yang terlihat.

“Maafkan aku, Tuan. Aku masih belum bisa keluar! Aku masih memerlukan darahmu agar kekuatanku pulih secepat mungkin.

“Ternyata kamu hanya makhluk penghisap darah, sangat tidak berguna, kan?”

“Jangan katakan itu, Tuan. Nanti kamu akan tahu jika, kekuatanku kembali Anda akan menyesal.”

“Lalu kapan kekuatanmu kembali?”

Suara itu diam cukup lama membuat kesabaran, Su Jin hampir habis kesabaran ketika akhirnya suara itu berbunyi kembali. “Sudah kukatakan itu setelah cukup kekuataku jadi, berilah aku beberapa tetes darah Anda Tuanku ditiap hari.”

“Kurang ajar!” Su Jin melempar benda itu ke sudut, bagaimana dia dijadikan sebagai pendonor darah. “Percuma saja jika, aku punya benda seperti itu yang hanya ingin menghisap darahku saja.”

"Aku tidak Tuan jadi, beri aku darahmu tiap hari Tuan!"