webnovel

Kehidupan Baru

Su Jin membuka pintu keluar, berdiri seperti orang bodoh melihat sekitar rumah yang bisa dibilang cukup mewah tetapi, tentu saja tidak akan sebanding dengan rumah dikehidupan sebelumnya yang lebih besar juga luas dari ini, hiasan yang tergantung pun adalah barang-barang kolektor mewah juga langka, lantai marmer mewah yang bagai genangan air, peralatan makan yang terbuat dari perak dan keramik mahal serta tidak pernah sekalipun kekurangan pelayan yang menangani setiap sudut rumah. "Kenapa aku berada di sini?"

Menoleh ke belakang, Su Jin sadar ternyata dia baru saja keluar dari ruang kerja.

"Lalu, kemana aku harus pergi sekarang?" tanyanya semakin bingung, Dia bukan orang bodoh tetapi, tetap saja dia tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi pada dirinya setelah mati terbunuh. Sekering otaknya juga baru saja berdering, saat melihat pada susunan tubuhnya. Dia melihat dikaca jendela sosoknya yang baru pertama kali dilihatnya. Menilik Su Jin yakin, bayangan kaca itu adalah dirinya sekarang.

Rambut hitam panjang dan tidak beraturan, baju lusuh dan celana kusut tampangnya sedikit bermasalah. "Apa'apaan ini, apa aku tidak makan dengan benar?" Su Jin menyingkap kaosnya melihat kulit dadanya yang pucat terlalu tipis juga perut yang cekung seolah kelaparan. "Sialan! Apa aku kekurangan gizi?' umpatnya kesal melihat bentuk tubuhnya yang tipis. Sebenarnya tidak masalah jika, tubuhnya tidak sebagus dulu dengan abs yang berjajar indah di atas perutnya, yang biasanya membuat hampir semua wanita tergila-gila padanya namun, juga tidak setipis ini minimalnya biarkan dia punya perut bundar yang lucu dan layak dilihat.

Jika mengingat tubuh aslinya saat brusia tujuhbelas, dia tidak pernah sekurus ini, malah sebaliknya tubuhnya indah sudah terbentuk. Beberapa profesional di bidangnya jadi tutornya, membuatnya menjadi model Nasional dambaan para gadis muda sebelum kedua orangtuanya mati dan membuatnya jatuh ke dalam dunia hitam.

Berjalan mendekat pada jendela Su Jin bergumam, "Ayah, Ibu kupikir aku akan segera bertemu kalian lagi lalu menceritakan hidupku sejak kalian tak ada tetapi, sepertinya belum saatnya kita berkumpul. padahal aku merasa sudah mati." Setelah beberapa saat terhanyut di masa lalu Su Jin segera menghempaskan pikirannya itu ke belakang, yang terpenting saat ini dia harus tahu di mana dirinya sekarang.

Su Jin berbalik dan akhirnya melihat seorang pelayan wanita sedang berjalan, mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu, tetapi pelayan tersebut terus berjalan seolah tidak melihatnya.

"Tunggu dulu!"

Pelayan wanita itu tidak terlalu tua, mungkin usianya tigapuluh tahunan dengan tubuh berisi. dia menoleh dengan bibir mencibir dan mata sinis, wanita itu mendesah malas sebelum bicara. "Anda mau apa? Saya banyak pekerjaan di sini. Jangan menggangguku."

Su Jin menelengkan kepalanya melirik wanita berpakaian pelayan itu dari atas ke bawah. Sedikit berpikir sesuai ingatan terakhirnya saat tepat tiba di sini jelas wanita dan pria yang menamparnya bisa jadi orangtuanya. Mereka marah karena nilai dari pemilik tubuhnya jelek, dilihat dari pakaian serta yang mereka gunakan itu jelas orang kaya dan tentu pemilik rumah ini tetapi lalu kenapa seorang pelayan berani bersikap tidak sopan pada anak tuanya. Su Jin tidak mengerti.

Pelayan itu mulai tak sabar menghadapi anak sulung tuannya. "Jika kamu tidak punya urusan denganku jangan memanggilku itu sangat mengganggu, mengerti!" Setelah mengatakan hal itu pelayan itu berbalik akan pergi.

"Berhenti! Bukankah aku memanggilmu, kamu seorang pelayan di sini, kan?"

"Apa aku terlihat seperti pemilik rumah ini, sudahlah anak bau seperti lebih baik pergi. Jangan menggangu!" Kali ini pelayan itu benar-benar pergi.

"Sialan! Kenapa ada pembantu kurang ajar seperti dia." Su Jin tidak habis pikir dengan pembantu seperti itu dan bertanya-tanya dunia seperti apa yang dia hadapi saat ini.

"Ibu tadi mendengarnya, kan? Apa kakak sudah jadi gila."

Wang Ni melotot, mendengus marah lalu menarik anak itu ke sampingnya meluruskan rambutnya. "Tidak perlu memanggilnya dengan sebutan kakak."

"Tapi, tetap saja, kan dia--" Su Lan tidak melanjutkan kata-katanya karena mendapat tatapan mematikan ibunya lagi.

"Jangan membicarakannya lagi, lebih baik kalian istirhat sekarang, besok kita pergi liburan." Wang Ni melepas pandanganya pada si bungsu dan melihat dua anaknya yang lain.

"Yei!" teriak Su Lan bersemangat sedangkan kedua kakaknya yang lain hanya menanggapinya dengan tenang.

"Kamu begitu senang seperti baru kali ini saja pergi." Su Hao mencibir adiknya yang kekanak-kanakkan.

"Tentu saja, karena aku akan berlibur dengan Tingting. Benar, kan, Bu?"

"Masih saja Tingting yang kamu pikirkan, memangnya Tingtingmu yakin akan berlibur ke tempat yang sama dengan kita?"

Wajah Su lan berubah masam, "Tapi, aku sudah bilang ke mana aku pergi, Tingting pasti mendengarkan dan meminta orangtuanya pergi liburan yang sama denganku."

"Dasar anak bodoh, mana mungkin begitu." Su Zhao mencibirnya.

"Kenapa tidak, aku dan Tingting sudah berjanji akan liburan bersama." Bocah berusia delapan tahun menoleh pada ibunya dengan mata berair. "Bu aku ingin berlibur bersama Tingting?"

"Anak bodoh." Wang Ni gemas menekan kening anak bungsunya. "Lebih baik cepat tidur dan lihat besok, apa kamu masih ingin berlibur bersama Tingting."

"Ibu, hubungi dulu Tingting, baru aku akan tidur katakan padanya kita akan liburan bersama." Su Lan merengek manja, dia sangat ingin bersama teman gadisnya itu.

"Baiklah, tapi tidak malam ini nanti pagi Ibu akan menghubungi orang tua Tingting. Jika orang tuanya tidak bersdia pergi, Ibu akan membujuk untuk membawa Tingting biar kamu senang."

"Apa aku juga akan ikut?"

Mendengar suara itu bukan hanya Wang Ni tetapi, ketiga saudara Su langsung menatap sumber suara. Bukan hanya wajah heran yang mereka miliki tetapi, juga senyum mengejek yang tak mereka sembunyikan sama sekali.

"Ibu, Kak Su Jin ingin ikut?" Su Lan lah yang pertama kali membuka suara, "Kak Su Jin sungguh ingin ikut berlibur, Bukankah katanya kakak lebih suka di rumah?" Itu yang diingat Su Lan setiap kakaknya dia ajak pergi, hanya penolakan yang dia dapat dan baru kali ini kakaknya Su Jin bertanya tentang liburan.

"Tidak! Dia tidak akan ikut kita liburan," tukas Wang Ni, dia tidak akan membiarkan anak sulungnya ikut liburan bersama. "Su Jin jangan bermimpi kamu bisa ikut dengan kami dengan semua nilai jelekmu bagaimana kamu pantas bertanya, hah? Dan, pergi dari sini jangan mengganggu kami bicara."

Jika, orang lain menatapnya bingung dan penuh kebencian karena dia sudah menyela dan bertanya pada mereka. Su Jin juga tidak kalah bingung. dirinya kini sudah memasuki tubuh seorang remaja tetapi, keadaan si pemilik tubuh sepertinya cukup buruk karena tampak keluarganya tak ada satu pun yang ramah. "Apa aku bukan anak Ibu?" tiba-tiba saja pertanyaan itu terlontar begitu saja.

"Apa kamu pikir kamu pantas menjadi anak keluarga Su?!" Wang Ni berucap emosi. "Bukan hanya kamu itu bodoh dan tidak berguna juga yang utama kamu itu pembawa sial."

Kata-kata itu terdengar terlalu jahat dan kejam bagi seorang Ibu yang berkata pada anak kandungnya sendiri. Hati Su Jin pun menjadi mendidih, baru saja dia hanya asal bertanya. Dia sendiri tidak tahu dirinya ada di mana dan keluarga macam apa yang dia tinggali saat ini.

"Kak Su Jin sebaiknya lekas pergi saja, jangan membuat Ibu marah." Su Hao tampak menengahi dengan wajahnya yang juga tidak bisa menyembunyikan rasa jijiknya.

"Aku hanya benar-benar asal bertanya? Tidak disangka jawabannya akan seperti ini," balas Su Jin sambil menyugarkan rambutnya yang panjang. Dia bukan orang yang lemah dan mudah ditindas oleh orang lain seperti si Pemilik tubuh sebelumnya bahkan, sekalipun diakhir hidupnya dia mati ditangan Lu Xiu itu karena dia membiarkannya membuat mati namun, sebaliknya temannya itu tidak akan bisa menyentuh seujung rambutnya sekalipun. Bukankah Lu Xiu sampai mengolesi racun di pisaunya.

Wang Ni tampak mulai makin tak sabar melihat Su Jin hanya masih berdiri di depannya, sungguh membuatnya jijik. "Apa kamu tidak akan menyingkir dari hadapanku?" pertanyaan itu terdengar bukan sekadar tanya tetapi, juga ancaman dan sungguh menjadi kenyataan Wang Ni tampak tak ragu melemparkan sandal rumahnya untuk mengenai Su Jin.

Bukan karena beruntung Su Jin dengan refleksnya, dia menghindari lemparan sandal tersebut dan merasakan kemarahan namun, itu harus lenyap seketika di saat kini bukan hanya lemparan sandal yang datang tetapi, tangan yang terayum kuat dan memukul habis wajah bagian kirinya. Sudah berapa kali hari ini, dia ditampar padahal baru saja memasuki dunia ini apa ini namanya kehidupan baruya?.

"Enyah dari sini!"