webnovel

Bukan siapa-siapa

“Siapa kalian, hah?” tanya Su Jin cukup kepayahan. Beberapa waktu lalu di warung makan itu, dia tidak berhasil keluar dengan selamat, tenaganya sangat berkurang banyak. Tubuh barunya ini tidak bisa mengimbangi sepuluh orang yang mengepungnya jika, sebelumnya dia masih bisa menghajar anak-anak nakal yang tidak tahu beladiri sebagai lawannya, kali ini ternyata dia tidak seberuntung itu, mereka lebih kuat dan jelas merupakan suatu komplotan mafia.

“Diam bocah!” teriak seseorang kesal. Mereka sekarang berada di dalam mobil dan Su Jin berada di tengah-tengah mereka dengan penampilan yang cukup mengkhawatirkan tetapi, hal itu tidak jauh berbeda dengan orang-orang ini.

Tidak mengatakan apa-apa lagi, Su Jin bersikap tenang dan berpikir jika, pada akhirnya dia pun akan tahu, apa yang pemimpin orang-orang ini inginkan darinya. Hanya saja tidak habis pikir, dirinya baru saja bertransmigrasi ke tempat ini tetapi siapa sangka begitu banyak perangkap menariknya. ‘Sepertinya aku harus mulai terbiasa dengan hal buruk, sekarang keberuntungan pribadiku harus bertarung bersama dengan nasib yang sedang dipakainnya.’

Sedangkan di warung makan Lin Hua hampir menangis tidak percaya jika temannya dibawa pergi oleh para penjahat dan orang-orang disekitarnya pun tidak ada yang berani melaporkan peristiwa yang terjadi barusan pada polisi karena sudah diancam pejahat itu sebelum pergi setelah itu hampir semua orang cepat-cepat pergi khawatir para penjahat itu kembali lagi.

“Nona, lebih baik kamu minum dulu?” Si Pemilik warung masih dengan baik hati menawarkan air minumnya. Meskipun warungnya juga rusak dengan beberapa kursi dan piring yang pecah tetapi, dia masih bisa bersimpati pada gadis ini karena temannya yang diculik para gangster itu. “Jangan diam saja, kamu masih tenang, kan?”

“P-paman.” Akhirnya setelah sekian lama Lin Hua bisa membuka suaranya. “Temanku baru saja diculik. Apa yang harus saya lakukan?”

Paman itu menggeleng. “Lebih baik kamu pulang dulu, kamu tahu ancaman orang-orang itu tidak akan mudah dihadapi. Nak, apa kamu punya teman yang bisa menjemputmu? Akan lebih baik jika ada yang mengantarmu.”

Lin Hua tidak tahu siapa yang bisa dia hubungi tetapi, siapa sangka ponselnya tiba-tiba berdering. ‘Yang Zhou’. “Halo,” jawabnya yang masih tidak bisa menyembunyikan getaran suaranya yang ketakutan.

Dibalik telepon sana Yang Zhou mulai curiga. “Halo, Lin Hua. Kamu ada di mana? Aku mencarimu di rumahmu kata, tetanggamu kamu belum juga pulang.”

“Yang Zhou …”

“Lin Hua, ada apa? Apa sesuatu terjadi, kamu ada di mana? Aku akan menjemputmu.”

Setelah pertanyaan yang berturut-turut dari Yang Zhao akhirnya Lin Hua bisa bicara dan mengatakan keberadaanya. “Terimakasih sebelumnya, Zhao.”

Yang Zhao datang terengah dan lega ketika melihat Lin Hua baik-baik saja yang tengah duduk dengan tenang di luar tenda warung. “Lin Hua, kamu baik-baik saja, kan?”

“Zhao terimakasih …” Lin Hua tidak bisa berkata-kata. Matanya memerah sudah sangat lelah dan saat bangkit berdiri kakinya bergoyang lemas, dia masih memiliki bayangan fisikologis dengan apa yang baru-baru ini dia alami dan tidak bisa membayangkan bagaimana keadaaan Su Jin yang di culik para penjahat tersebut.

“Apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa seperti ini?”

“Zhou apa yang harus kulakukan?” tanyanya dengan tatapan penuh kebingungan, yang juga malah membuat Yang Zhao ikut bingung.

“Ada apa?”

“Bagaimana jika sesuatu terjadi padanya?”

“Siapa yang kamu maksud?” tanya Yang Zhao benar-benar tidak tahu dan tidak mengerti apa yang dimaksud Lin Hua.

“Su Jin,” jawab Lin Hua pada akhirnya. Tangannya yang gemetar, menggenggam tangan Yang Zhao erat. Menatapnya dengan pandangan setengah putus asa. “D-dia ditangkap para Gangster.”

Sedangkan, orang yang sedang dikhawatirkan Lin Hua kini sedang duduk dengan tenang meskipun dalam keadaan tangan terikat dan wajah berantakkan. “Aku haus, apa tidak ada yang akan memberi minum?”

“Kamu ingin minum?” tanya si Plontos, yang baru-baru ini Su Jin dengar di panggil Bos Wang. “Berikan bocah ini air yang sangat segar!” perintahnya pada salah seorang bawahannya. Beberapa menit kemudia ternyata, air segar memang datang tetapi, dasarnya orang seperti mereka adalah bajingan. Air itu diguyurkan ke kepalanya. “Bagaimana, bocah kamu tidak haus lagi, kan?”

Su Jin berusaha menyibak rambutnya yang menjadi lepek dan menutupi wajahnya. “Hah, sangat segar terima kasih Paman Botak, sepertinya aku tidak perlu lagi mandi malam ini juga.”

Bos Wang baru pertama kali menghadapi anak tidak kenal takut seperti dia dan hal itu membuatnya sangat kesal. Dijambaknya rambutnya. “Apa kamu benar-benar tidak kenal takut atau berpura-pura berani? Kamu tidak tahu, kan, apa yang akan kulakukan?”

Su Jin menatap Wang Min, tersenyum mengejek. “Memangnya apa yang akan kamu lakukan? Membunuhku?”

“Wang Min, tenanglah! Dia hanya masih bocah, kita masih membutuhkannya. Jangan buat keributan lebih banyak?”

“Apa kamu yakin anak ini anak keluarga Su?” tanya Wang Min yang masih belum melepaskan Su Jin dari jambakannya.

“Yakin, aku tidak mungkin salah.”

“Tapi, bagaimana bisa dia tidak punya nomor orangtuanya?”

Rekan Wang Min mendesah, sebelumnya mereka sudah menginterogasi Su Jin juga memeriksa ponselnya tetapi, tidak menemukan apa yang mereka butuhkan dan Bos Besar mulai tidak sabar dengan hasilnya. Membetulkan kembali letak kacamatanya, Qi Yin melirik Su Jin, yang juga sedang menatapnya.

“Ah, apa mau kuberitahu sesuatu?”

“Apa?”

“Oh, kalian penasaran?”

“Cepat katakan, atau akan kuhajar lagi,” sahut Wang Min kasar.

Su Jin jadi ingin tertawa tetapi, ditahannya. “Aku tidak punya hubungan apapun dengan orang-orang Su itu. Aku hanya menumpang tinggal di sana tidak lebih. Jadi, kalian salah untuk menculikku dan … daripada aku seharusnya kalian menculik salah satu pembantu di sana.”

Wang Min melihat rekannya, Qi Yin yang juga berbalik melihatnya. “Apa yang kamu lihat? Aku yakin dia ini anak sulung keluarga Su.”

“Ya, sudah kalau kalian tidak percaya. Cobalah, kita lihat tanggapan mereka,” ujar Su Jin, yang kali ini sambil menguap. “Aku mengantuk. Apa tidak bisa aku dapat kasur nyaman? Pinggangku akan sakit jika, terus duduk.”

“Apa kamu pikir ini Hotel, hah?” Wang Min terlihat sangat ingin sekali memukul, dia sudah memutar-mutar pergelangan tangannya ingin menghajar Su Jin jika, bukan sejak tadi ditahan rekan-rekannya. “Karena kamu bilang, kamu tidak berguna bagaimana jika, kamu mati saja.”

“Bukannya aku sudah menyuruhmu? Lakukan saja jika, kamu bisa.”

“Oh, bocah sialan ini benar-benar menantangku.” Si Plontos Wang Min segera menyarangkan tinjunya setelah mengatakan hal itu dan tepat di perut Su Jin. Menyeringai puas, dia pun masih berkali-kali menyarangkan tinjunya.

Rasa sakit menyerang langsung ulu hatinya, Su Jin sepertinya kembali mencari kematiannya sekali lagi. Memikirkan hal tersebut Su Jin mah tertawa tiba-tiba dengan darah yang keluar dari mulutnya.

“Berengsek! Bocah ini malah tertawa.” Marah Wang Min masih ingin menghajarnya. Baru pertama kali dia bertemu bocah gila sepertinya.

“Wang, berhenti! Kita juga tidak punya alasan untuk membunuhnya.”

Mendengar hal itu, Wang Min kesal lalu menendang dada Su Jin hingga tubuhnya tersungkur jatuh ke belakang bersama-sama dengan kursinya. Beruntung Su Jin menahan kepalanya untuk tidak terbentur meski, begitu dadanya tidak bisa dilewati itu sakit membuat napasnya sesak. ‘Tidak mungkin rusukku patah, kan? Apa aku akan mati lagi?’

‘Tuan- Tuan, Anda tidak bisa mati! Aku masih butuh darahmu, beri aku darahmu aku akan menolongmu.’ Suara itu jatuh ke dalam benak Su Jin, yang hampir memejamkan mata, dia sudah lelah dan ingin tidur. Tubuh lemahnya butuh istirahat panjang setelah banyak yang dikeluarkannya.