Ekspresi Rangga pun sama terkejutnya denganku, whoaaaah.. Bagaimana bisa, seorang yang.. Pagi-pagi buta datang ke apartemenku, menagih uang tujuh puluh lima ribu rupiah untuk membetulkan spion motornya, adalah anak dari Anwar Pranata, pemilik kerajaan bisnis FGC! It's ridiculous.. Pikirku dalam hati.
"Kamu.."
"Bu Vina, perkenalkan ini Pak Rangga", Fredy mencoba mengklarifikasi orang yang tadi kukatakan bodoh bukanlah boss-nya.
Tapi diantara Kami, masih saling melihat satu sama lain, saling tak percaya, entah apa yang Dia pikirkan, tapi sudah jelas apa yang Aku pikirkan, lelaki ini, mungkin sengaja menjebakku pada kecelakaan kemarin, dengan tujuan untuk mendapatkan perhatianku, dan mungkin Dia termasuk kelompok laki-laki yang sengaja mencari perhatianku..
----- flash back on ----
Siang itu, tepat jam 2 siang, Aku memasuki mobilku. Hari ini Aku sudah berjanji dengan Daddy, kalau akan menghadiri dinner malam nanti.
"Iya Dad, Aku pasti dateng!", Jawabku ditelepon sejam yang lalu, saat Daddy memastikan bahwa Aku pasti datang.
"Kami menunggumu, Vi. Jangan kecewakan Kakek, sudah lama sekali beliau ingin bertemu denganmu, tapi Kamu terlalu sibuk.", Daddy lagi-lagi mengingatkanku.
"Iya, Aku mengerti!"
Klik.
Aku menutup teleponnya. Ah, Kakek.. Kalau bukan karenanya, Aku tak akan mau hadir dinner nanti malam.
Aku sangat malas berkunjung kerumah Daddy akhir-akhir ini.. Karena sikap Mommy dan Aunt Fathin yang sebulan terakhir ini seperti berusaha menjodohkanku dengan beberapa pengusaha muda.
Tapi, Kakek.. Sejujurnya Aku sudah merindukannya. Ada banyak yang ingin kusampaikan ke Kakek. memang sudah tiga bulan Kami belum bertemu, karena kesibukanku membuka cabang perusahaan baru di Aussie.
Tiiiin
Suara klakson panjang menyadarkanku, Kalau sekarang sudah lampu hijau. Saatnya kami melaju. Jujur saja, sudah lama Aku tidak nyetir sendiri, jadi sedikit kagok. Tapi hari ini, Aku benar-benar tidak ingin diantar supir. Apalagi mendatangi Rumah Daddy.. Hmm... Mungkin Aku akan menginap disana malam ini, supaya bisa banyak cerita dengan Kakek...
Saat mobilku sudah mulai bergerak perlahan, tiba-tiba saja, seorang anak pengamen yang tepat disebelah kiri mobilku terjatuh, dan Aku dengan refleks, membanting stir sedikit ke kanan untuk menghindari menabrak anak tersebut. Tapi naas, brak, motor disebelahku terjatuh, dan tiiiiiiin suara klakson mobil dibelakangku sudah tak sabar ingin melewati lampu merah.
Lelaki dengan motor terjatuh disebelahku mengetuk kacaku, dan kubuka sedikit. Dengan mengisyaratkan kalau Aku akan menepi di bahu jalan depan setelah lampu merah. Beliau pun kemudian mendirikan motornya, lalu mengikutiku dari belakang.
Aku berhenti dibahu jalan, membuka kaca jendela mobilku, karena enggan keluar dipanas terik seperti ini. Jam sudah menunjukkan pukul 3.
Lelaki itupun mendekatiku, membuka masker dan helm nya, lalu menatapku.
"Maaf mas, Saya ga sengaja! Saya akan tanggung jawab, mas bisa ke kantor Saya, ini alamat kantornya.", Aku memberikan kartu namaku.
"spion Saya pecah, mba!" Sambil menunjuk motor bututnya, yamaha supra, yah, yamaha supra, sepertinya itu motor keluaran tahun 2002. Aku meliriknya,
"Ini kartu nama Saya, nanti datang saja ke kan.."
"Tolong tuliskan alamat rumah mba sekalian dibelakang kartu namanya!", Pinta lelaki itu
"Untuk apa, mas? Ini sudah ada alamat kantor Saya, kamu bisa datang ke alamat ini saja!" kritikku, enggan memberi alamat tempat tinggalku.
"Mana tau, mba sudah tak bekerja lagi disana, dan kabur begitu saja cuma memberi alamat kantor palsu.", kelaknya
"Maaf mas, tapi Saya bukan orang tak bertanggungjawab macam itu!", Aku mengambil pulpen menuliskan nama apartemen dan nomor apartemenku.
"Inih."
"Apa mba ga bisa ikut Saya ke bengkel atau membayar perbaikannya sekarang saja? Supaya Saya ga harus repot mencari mba!", lagi-lagi dia mencoba untuk memberikan Solusi lain akibat accident ini
"Saya ga bisa ikut ke bengkel, karena sudah ada jadwal dan terburu-buru! Berapa jumlah yang Kamu mau?" akupun mengambil hand bagku, mengambil dompet dan.. Yes... Ga ada satu lembar pun uang didompetku. Hanya kartu-kartu yang biasa kugunakan untuk transaksi
Huffff.. Aku menarik napas..
"mmm.. Maaf mas, Saya ga punya cash.", Aku berusaha menjelakan
"baiklah, besok Saya berikan tagihannya mba.", dan ...
klik!!
Dia mengambil fotoku, sembari melangkah pergi meninggalkan mobilku.
"Mas, kenapa ambil foto Saya? Itu ga sopan!", Aku mulai sedikit emosi.
"Buat jaga-jaga kalau mba nya kabur ga mau ganti rugi spion yang rusak ini, Saya akan buat mba viral di medsos", Jawabnya enteng, dan klik, lagi-lagi dia mengambil foto mobilku, sebelum kembali ke motornya, dan berlalu pergi.
"F*ck!!!", gerutuku, yang cukup kesal dengan tingkah lelaki absurb tadi. Harusnya aku meminta KTP nya atau tanda pengenalnya sebelum memberikan alamatku. Jaga-jaga, tapi sudahlah, mau bagaimana lagi, dia sudah ngeloyor pergi.
"Bu Vina, bu .." metha mengguncangkan lenganku
"Eh, ehmm.. Senang berkenalan dengan Anda, Pak Rangga!", Jawabku sesaat setelah Aku sadar dari lamunanku.
Rangga melangkah menuju kursinya, tapi kami masih sama-sama saling mengawasi satu sama lain. Aku masih ga percaya, orang se-absurb ini.. Anak dari Anwar Pranata! Cuma naik motor supra tahun 2002, bawa uang receh lecek, dan datang ke apartemenku untuk uang tujuh puluh lima ribu rupiah! Oh, God... Apa ini caranya untuk mencari perhatianku, dengan sengaja ingin mencoba mengambil hatiku. Haha! Kalau dugaanku benar, jangan pernah bermimpi! Aku ga akan pernah menggubrisnya! Gerutuku dalam hati.
"Bagaimana, Bu Vina? Apa ada yang kurang jelas dari presentasi Saya?", Tanyanya
"Ehmm... Oke, Saya mengerti dan akan mempelajarinya. Besok Saya akan mengirimkan jawaban atas persyaratan perusahaan Anda, terima kasih atas penjelasannya!", Jawabku menanggapi hasil presentasinya yang sebetulnya tidak ada yang masuk ke otakku.
Light Company, adalah perusahaan yang sangat ku harapkan akan memasok emas dan berlian sebagai aksesoris untuk keluaran terbaru TRUST tengah tahun ini. Kenapa Kami ingin bekerjasama dengan Mereka? Karena perusahaan mereka sudah mendapatkan kepercayaaan banyak sosialita. Cukup mengatakan berlian ini dari Light Company, mata wanita sosialita sudah menggila dan ingin memiliki barang tersebut, tanpa memikirkan harganya lagi. Itulah mengapa, Aku ingin sekali berkerja sama.
Tapi tidak mudah menggandeng Light Company. Mereka sangat selektif dalam bermitra. Ini tahun Ke-3 ku mencoba bekerjasama dengan Mereka, dan beruntung. Kami mendapatkan perhatiannya, untuk bekerjasama.
"Apa sudah jelas semuanya?", Rangga coba memastikan.
"hmm. Iya.. I think all enough!", Jawabku singkat.
"Maaf Bu Vina, kita sekarang sedang berada di Indonesia, sebaiknya Ibu menggunakan bahasa formal negara ini, apalagi dengan kondisi Kita sedang dalam rapat formal!", Kritiknya, yang membuat mataku melotot bagai ingin keluar menikamnya!"
Tak ada kata-kata yang ku keluarkan menjawab apa yang barusan keluar dari mulutnya.
"Metha, Kita sudah selesai!", Aku mengingatkan Metha.
"Eh iya, bu!", Metha sedikit gelagapan, namun iya cukup cekatan membaca mood ku dan mencoba memperbaiki situasi.
"Terima kasih untuk Pak Rangga dan Pak Fredy yang telah menjelaskan semua kepada Kami, sungguh sangat senang apabila nanti Kita dapat mencapai kesepakatan dan dapat memulai kerjasama. Sampai disini dulu perjumpaan kita, Saya dan Bu Vina mewakili V Company, pamit undur diri.", Metha mengucapkan kalimatnya dengan tegas, menutup rapat hari ini. Ia pun membungkuk sebagai tanda hormat, dan Kami melangkah keluar ruangan, setelah Fredy juga mengucapkan basa basi terima kasih. Yang menandakan kedua belah pihak telah selesai.
Tanpa berlama-lama, Aku keluar dari ruangan, sudah muak dengan apa yang baru saja kualami..
"Sialan!", Gerutuku dalam hati.. Apa ini ulah Mommy? Yang masih berusaha menjodohkanku? Ah, tapi rasanya tak mungkin. Kalau memang Mommy mau menjodohkanku dengan Rangga, pasti Rangga yang tadi malam harusnya menemuiku di acara dinner, karena keluarga Om Gunawan, tidak ada apa-apanya dengan keluarga Anwar Pranata.
Pasti Rangga sendiri yang mencoba cara aneh ini untuk mendekatiku, pikirku kemudian.. Hmmm..
Dengan cepat Aku melangkah keluar, berharap cepat meninggalkan restoran ini, tapi sayang..
"Bu Vina, mohon maaf, Pak Rahman tidak ada di mobilnya. Tadi Saya telepon, katanya lagi mules dibelakang, minta tunggu sebentar. Perutnya... "
"Ya sudah Metha, Kita tunggu disini!", Aku memotong penjelasan Metha, karena sudah tak sabar dan tersulut emosi.
"Tidak tunggu di dalam saja, bu? Disini panas, nanti ibu..." Metha pun terdiam, sesaat melihat ekspresi wajahku yang sudah tak menyenangkan. Dia memilih ikut berdiri menatap lahan parkir yang kosong. Menunggu Pak Rahman menyelesaikan hajatnya.
Kesal sih. Tapi mau bagaimana lagi. Urusan satu itu buka salah Pak Rahman. Aku tak bisa mencegahnya, itu panggilang alam.. Panggilan alam disaat tak tepat, huffffff!!!
Klek,
pintu dibelakangku ditutup. Aku dan Metha menoleh bersamaan. Berharap itu Pak Rahman, tapi justru.. Rangga, yang sudah berganti baju, menggunakan jaket kumel yang dia pakai tadi pagi pas datang ke apartemenku, masker kemarin yang kulihat dijalan, dan helm itu.. Yaaa.. Helm yang sama seperti kemarin.
"hmmm.. Caramu yang seperti itu, tak akan mungkin mendapat perhatianku, absurb! Jangan pernah bermimpi untuk berdekatan denganku!", jawabku sekenanya, saat Dia lewat disebelahku.
"Haah, apa Kamu bilang? Mencari perhatian untuk berdekatan dengan Kamu?", Rangga membuka maskernya, dan menyodorkan pertanyaan balik padaku.
"Lihat kartu namaku kemarin, dengan melihat namaku disana, kamu sudah tahu siapa Aku. Pantas saja, kamu langsung bertanya alamatku. Dan pagi-pagi buta bermodus menagih uang spion tujuh puluh lima ribu untuk dapat perhatianku! F*ck! Can you find another way?", Jawabku mulai kesal.
Maksudmu kartu nama ini?", Rangga mengeluarkannya dari dompet di kantong celananya,
"Coba kamu baca siapa nama dalam kartu nama ini!", pintanya lagi
"Jelas disitu.. Vi... Metha Purnama?", oh no.. Aku salah.. Aku memberinya kartu nama metha yang tertinggal di mobilku. Mungkin saat itu Aku terburu-buru, dan tanpa pikir panjang, karena logo dalam kartu nama perusahaan Kami sama, kupikir itu adalah kartu namaku..
"Bagaimana?", Rangga memberikanku pertanyaan lagi..
"Dan mohon maaf, sebelumnya Saya tidak mengenal Anda. Saya datang ke apartemen Anda, murni untuk meminta uang spion motor Saya, karena Anda sudah berjanji bertanggungjawab atas semua kerusakannya kemarin. Tidak ada sama sekali terbesit dalam pikiran saya untuk memikat Anda atau mencari perhatian. Mohon maaf, Anda bukan tipe Saya! Permisi.", Rangga pun berlalu sambil kembali memakai maskernya, helm, berjalan menuju arah parkiran motor, dan mengambil supra butut, yaaa... Motor yang sama seperti yang kemarin dia pakai, lalu melaju meninggalkan Restoran Fancy.
"Permisi Bu Vina, Bu Metha, Saya akan kembali ke perusahaan.", suara Fredy menyadarkan kembali Aku dan Metha yang masih memasang tampang bodoh setelah melihat kelakukan bosnya.
"eh, iya pak.. Silahkan!", Metha menjawab.
Fredy kemudian tersenyum pada kami berdua, dan berlalu menuju mobilnya. CRV model terbaru. Wow.. Bossnya pakai supra 2002, sekretarisnya, pakai CRV! Wow.. Lelucon apa ini, pikirku..
"Maaf Bu Vina, Bu Metha, Saya agak lama, sebentar Saya pundurkan mobilnya," Pak Rahman datang tergopoh gopoh, setengah berlari menghampiri Kami dari arah pos satpam. Sepertinya Dia menggunakan toilet yang ada di pos penjagaan, dan tidak menggunakan yang ada didalam restoran.
"Iya, gapapa pak.", jawab Metha lagi, mewakiliku. Entah kenapa, suara ku seakan hilang entah kemana. Setelah mendengar apa yang Rangga katakan.. Oh no...
"Bukan tipe ku", yaaa.. Kata kata itu, benar-benar menggelitik sanubariku. Ini pertama kalinya Aku dengar, seseorang bilang, Aku bukan tipe-nya.. Bukan tipe-nya! This is crazy.. Apa yang kurang dari Aku, coba??? Bisa-bisanya dia menghinaku seperti itu!! Arggggghhhhh
"Bu Vina, ayo masuk!", Metha lagi.. Dia menyadarkanku kembali, bahwa mobil sudah siap dan ada didepan Kami.
Aku melangkah masuk.. Tanpa menghiraukan apapun.
"Ehm... Bu vina, kerjaan hari ini sudah selesai, bu.." Metha memberikan laporan.
"Dan ini hasil rapat kita dengan Ligth Company, mungkin ada yang ingin ibu cek dari presentasinya, ini arsipnya, bu", Metha kembali berbicara dan menyodorkan setumpuk kertas dari hasil presentasi Rangga..
Terima kasih.", singkat, padat, jelas, apa yang kukatakan pada metha mengapresiasi pekerjaannya..
"Kenapa kamu mesem-mesem gitu?", tanyaku yang melihat gelagat metha aneh.
"Hehe.. Eh, anu bu.. Itu.. Tumben aja.. Hari ini sepertinya ibu kurang minum a*ua deh.. Kebanyakan bengong dan ga fokus.", Jawabnya sembari menutup mulutnya, hish... Kalau bukan karena Dia salah satu karyawan terbaikku. Sudah kupecat Dia detik ini juga. Bisa-bisanya dia menertawaiku!! Hellooooo..
"Hmmm.. Kamu sudah bosan hidup, Metha?"
"Eh, maaf bu.. Maaaf... Soalnya, gimana lagi bu.. Hari ini ibu sendiri yang aneh sih, 7 tahun Saya bekerja sama ibu, tapi baru kali ini, ibu kebanyakan bengong, ga fokus, dan tadi.. Hihi.." jawabnya, yang diakhiri ketawa cekikikan tanpa melanjutkan perkataannya.
"Tadi apa?", tanyaku mulai kesal
"Tadi itu...Pak Rangga.. Hihi.. Ko bisanya ibu kasih kartu nama Saya, dan nuduh Pak Rangga lagi cari cara pdkt ke ibu.. Hihi.. Padahal biasanya ibu kan cool.. Ga pernah tuh saya liat ibu se absurb tadi, hihi.. ", lagi-lagi Metha tertawa, kali ini sepertinya Dia sudah ga bisa menahan tawanya lagi. Sampai mukanya merah seperti tomat, menahan tawa, dan tertawa
"Metha.. Bulan ini, kamu potong gaji cuma setengah!", kata-kataku sukses menghentikan tawa metha, dan wajah ketakutannya mulai keluar semakin Dia terlihat lucu
"Waduh, jangan dong bu.. Nanti gimana Saya beli susu buat Gery?"
"Minta suamimu, lah.", Aku jawab asal
"Aduh bu, gaji suamiku sudah habis, cicilan mobil, cicilan rumah, tabungan pendidikan anak, belum lagi untuk kiriman mertua dan pengobatan mertua, dan cicilan kartu kredit" Keluh Metha yang merasa keberatan dengan keputusanku potong gaji
"Makanya, jangan seneng diatas penderitaan orang! Ga baik",
"Hihi, emang ibu menderita karena Pak Rangga dateng tadi pagi? Atau jangan-jangan, ibu nangis karena Pak Rangga macem-macem ke ibu?"
"Hussh!!! Ngawur kamu! Gini-gini Aku sudah sabuk hitam taekwondo, Metha! Aku tau sedikit cara bela diri, dan Rangga, dateng ke apartemenku cuma demi uang spion tujuh luluh lima ribu!", Aku menjelaskan perihal kedatangan Rangga hari ini.
"Oh, jadi tadi itu beneran bu?"
"Ya iyalah! Udah ah, males Saya bahas Rangga melulu! Bangunkan Saya setelah sampai di lobby apartemen, pintaku dan menyenderkan kepalaku di senderan kursi, karena sudah tak tahan dengan rasa ngantuk yang ada. Dari tadi malam, Aku belum tidur sama sekali. Dan sepertinya, tubuhku sudah pada batas akhirnya. Kelelahan.
"Vivi, kamu lagi apa sayang?", Lelaki itu datang mendekat, senyumnya sangat renyah, indah dan menawan. Ingin rasanya Aku berlari berhamburan kepelukannya. Hanya saja, saat itu..
Aku tersadar ada jurang di antara Kami, saat ini, Aku berdiri dipinggiran tebing yang terjal dan curam.. Aku melihatnya dari sisi lain dari tebing.
"Kak Doni...", panggilku. Sambil sedikit menangis, melihat Kami saling berjauhan, dan ada disisi tebing yang berbeda.
Apa yang harus kulakukan, Aku ingin melompat ke arahnya. Tapi lebar tebing ini tak kurang dari 30 meter. Bagaimana bisa Aku yang bukan wonder woman melompat sejauh itu untuk menuju kearahnya, yang ada Aku bunuh diri!
"Kak Doniiii.. Tolong Aku, jangan tinggalkan Akuuuu", Akupun menangis sejadi-jadinya. berusaha meminta pertolongannya untuk membawaku ke sisi tebing satunya. Aku yakin Dia mampu melakukannya, karena kulihat hellicopter terparkir dibelakangnya, Tapi Dia hanya diam, dan tak lama berbalik arah, menjauh dari sisi tebing, kupikir Dia akan masuk ke dalam heli dan menjumputku, tetapi, Dia menjauh dari hellicopter, menghilang masuk kedalam hutan disisi tebing yang lainnya.
Aku yang meilhat kepergiannya. Menangis sangat kencang, Aku berharap Dia kasihan padaku, dan kembali.. Tapi tak ada jawaban, tak ada tampak dia keluar dari sisi hutan dan akan kembali. Tak ada harapan, yang membuatku semakin sakit. Dan menangis sangat kencang, ketakutan karena ditinggalkan seorang diri, tanpa tahu harus berbuat apa, hanya berkali-kali Aku memanggil namanya..
"Kak Doni... Kak Doni... Kak Doni...."
"Bu, Bu Vina.. Kita sudah sampai, bu.."
"Kak Doni.."
"Bu.. Bukan bu, Saya Metha!", Suara Metha terdengar sayup-sayup ditelingaku. Mataku basah, benar seperti orang menangis. Tanganku memegang tangan Metha, seakan itu.. Ah, mimpi! Kulepaskan segera tangan metha, kuhapus air mataku, membenarkan dudukku, dan mempersiapkan barang yang akan kubawa turun.
Kenapa sih, harus mimpi seperti ini! Hufff.. Terasa betul perih dan sesak didadaku, hatiku sakit, betul-betul sakit sekali.. Mengingat mimpiku barusan..
"Makasih, Meth! Besok tolong jemput lebih pagi. Jam 8!"
"Hah, Beneran bu?"
"Iyes!"
"bb... Baiklah Bu Vina!
"Jangan sampai terlambat, Ya Meth. Pintaku. Sambil melangkah masuk menuju lobby.
"Baik Bu, Selamat Malam!"
Aku masih mendengar Metha mengucapkan salam perpisahan, tapi Aku benar benar sangat lelah, jadi hanya tanganku yang melambai, sambil terus melangkah masuk ke dalam lobby apartemen.
Keinginan terbesarku saat ini, cuma kasur.. Lelah sekali setelah aktivitas hari ini dan tanpa tidur semalaman.
Mimpiku jadi ngelantur kemana-mana karena kecapekan, keluhku kesal dalam hati, pintu lobby terbuka otomatis, dan Aku pun melangkah masuk
BUGGGG!
Ups, semua isi mapku berhamburan di lantai, seorang anak kecil menabrakku dengan sangat kencang, mungkin karena Aku juga sangat lelah, jadinya kurang konsentrasi dengan apa yang kubawa. Semua arsip tumpah dilantai, ow... Kerjaan baru! Vina, Vina! Cerobohnya kamu, hari ini! Aku merenggut kesal!
"Maaf Tante.. Vido ga sengaja..", Matanya berkaca-kaca.. Sedikit kulihat rasa takut dan Mengharapkan maaf dariku atas kesalahannya.
"Gapapa, tolong bantu tante rapihkan semua kertas-kertas ini ya," pintaku sebagai imbalan atas maaf yang akan aku berikan
"Baik tante", lalu Vido mulai mengambili kerta-kertasku, dan ga sampai 2 menit, semua kertas sudah berhasil dikumpulkan. Anak itu begitu gesit dan pandai.
Ah, senangnya jika memiliki anak seperti ini, matanya sangat teduh, untuk ukuran anak kecil, Dia sangat menyenangkan dan bertanggungjawab. Vido.. Nama itu ga asing ditelingaku.. Hmm
"Vido, kamu lagi apa disana?"
"Vido nabrak tante ini mah, jadi bantuin tante rapihin kertasnya yang jatoh," Jawabnya sudah jelas ke ibunya, yang sepertinya baru saja datang dari arah lift.
Mataku menuju arah suara, dengan niat awal untuk memuji kebaikan Vido didepan mamanya, tapi.. Kuurungkan niatku setelah melihat siapa yang datang.
"Vina..", wanita itu terdiam dan menatapku..
Ow.. Betapa bodohnya aku.. Tak mengenali anak ini.. Dia yang tadi malam kutemui di basemen, berpindah dari gendongan mamanya ke gendongan papanya.
"Vin.. Aku.. ", tanpa mendengar penjelasan atau menunggunya menyelesaikan kalimatnya, aku sudah ngeloyor pergi. Tak ada kata yang ingin kudengar atau kuucapkan untuknya. Bagiku, Aku tak mengenalnya. Dan Aku cuma mau kembali ke apartemenku.
Kupercepat langkahku menuju lift, memasuki lift, dan setelah sampai dilantai apartemenku, Aku langsung membuka pintu, menguncinya, meletakkan hand bag diatas sofa, menuju kamar dan, merebahkan tubuhku dikasur.
Tak ada tenaga tersisa untuk sekedar membersihkan diri. Aku sadar, tadi pagi Aku hanya mengganti baju tanpa mandi, saat sebelum ke kantor. tapi, sekarang juga Aku sangat lelah untuk beberapa menit dibawah shower. Yang ada dalam pikiranku sekarang hanya.. Aku mau tidur. Aku sangat lelah untuk hari ini, fisik dan batinku..