webnovel

Kakek

"Sayang!!!", Rangga belari menghampiriku dan mematikan televisi.

"Tenangkan dirimu!!", Rangga mencoba untuk mengangkat dan memelukku.

"Lepaskaaaaan! Lepaskan. Jangan pegang Aku, kamu jahaaaat!", Aku menatap Rangga. Aku sangat marah padanya. Handphoneku padanya, keluargaku pasti memberitahunya tentang ini tapi Rangga ga memberitahuku.. Aku ga tau kematian Kakek..

"Vina...", Rangga masih berusaha mendekat ke Aku, dan menenangkanku.

"Pergi..... Kamu jahaaat! Kamu jahaat ke Aku. Kakekku meninggal, tapi Aku ga tau apapun!", Aku menangis sangat kencang dan sangat marah padanya. Kulakukan apa yang Aku bisa untuk menjauhkannya dariku, tapi bukan Rangga kalau bukan pemaksa!

Rangga duduk di kasurku. Mengangkat kepala dan badanku walau aku berusaha menolak, tapi tenaganya sangat kuat!

"Kamu jahaaat!! Kamu jahat ke Aku! Kamu udah bohongin Aku.. Aku mau ke Kakek sekarang!!!!!", Aku terus memukulinya dengan tangan kananku, menangis, dan meluapkan kemarahanku pada Rangga. Kali ini Rangga udah kelewatan! Aku ga tau apa alasannya, tapi Dia harusnya memberitahuku berita ini! Bukan menutupi dariku!

"Vina, sayang.. Dengarkan Aku.."

"Ga mauu!!!! Kamu udah jahat ke Aku! Bawa Aku ke Kakek.. Aku mau ketemu Kakek!!! Aku mohon... ", Untuk kali ini, Aku ga mau mendengarkannya. Aku terus menangis dan memukulinya. Aku ingin pulang ke pemakaman Kakek. Betapa sakit hatiku melihat kepergiannya seperti itu. Tanpa bisa menemuinya untuk terakhir kali.

"Vina! Dengarkan Aku!!!", Rangga memegang wajahku. Memaksaku menatapnya, "Aku bertemu Kakek tadi malam dirumah sakit ini!", belum sempat Aku berkata apapun, Rangga sudah melanjutkan kalimatnya yang membuatku mengurungkan meluapkan kemarahanku. Walaupun Aku masih menangis saat ini. Tapi Aku sudah berhenti memakinya, untuk mendengar penjelasannya.

Tangan Rangga mengambil sesuatu di saku celana kanannya. Sebuah note book kecil, dan kemudian membukanya.

"Kamu tahu ini?", Rangga menunjukkan tulisan di kertas itu. Itu memang tulisan Kakek, cuma sangat berantakan. Dan tempat itu. Adalah tempat yang biasa Aku datangi bersama Kakek dan Nenek. Tempat itu juga sangat bersejarah dalam hidupku. Tentu saja Aku tahu.

"Kamu tahu ini?", Tanya Rangga lagi, karena tadi Aku ga menjawabnya.

Aku mengangguk

"Kakek memberikan ini padaku. Dan memintaku untuk merahasiakan kematiannya padamu!", Rangga menarik napas, lalu mengeluarkan handphone dari kantongnya.

"Baca ini!", Kali ini Rangga menunjukkan pesan dari Metha.

"Kakekmu meninggal kemarin malam dan Ibumu mengambil uang di perusahaanmu lima belas milyar kemarin dengan sangat memaksa!", Rangga menatapku dan memasukkan lagi handphoneku ke saku celananya.

"A...aapa maksudmu?", Tanyaku, masih terisak walaupun tangisanku telah mereda.

""Tenanglah, Vina!! Kakek memintaku merahasiakan kematiannya darimu, dan menjagamu! Ada jawabannya ditempat dalam note-ku tadi. Kita akan kesana setelah kamu sembuh! Jangan menangis lagi, Aku mohon..", Rangga merebahkanku kembali ke tempat tidur, lalu memegang tanganku.

"Aku mohon.. Banyak sekali kejanggalan belakangan ini.. Dan Aku sedang mencari tahu akar masalahnya!", Rangga menjelaskan kepadaku.

"Yang.. Maafkan Aku..", Hanya kata itu yang bisa keluar, dan Aku masih sesegukan. Aku sudah salah sangka padanya.. Dan Aku juga ga tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku sudah memutuskan untuk mengikuti Rangga.

"Kamu ga salah, sayang.. Karena Kamu ga tahu. Wajar Kamu marah ke Aku tadi! Jangan nonton tivi lagi, ya! Percayalah padaku, semua akan baik-baik saja!", Rangga mrngakhiri perkataannya dengan mengecup keningku. Dan

Aku mengangguk.

"Tunggu sebentar, Aku bawakan makananmu!", Rangga berjalan ke dapur, lalu kembali membawa mangkuk dan gelas. Meletakkannya di meja makan pasien, dan membawanya mendekat ke tempat tidurku. Menaikkan sandaran kepalaku, sehingga posisiku saat ini duduk bersandar.

"Jangan menangis lagi, ayo makan dulu!", Rangga menghapus air mataku dengan tissue, menyuapiku suapan pertama.

TOK TOK TOK

Klek

"Selamat siang.. Saya mau mengantar makan.."

"Taruh saja di meja makan!", belum sempat petugas catering menyelesaikan kalimatnya, Rangga sudah memotongnya.

"Baik, Permisi!"

Klek

"Habiskan makannya.. Sudah, jangan menangis lagi!", Rangga menghapus lagi air mataku dan menyuapi suapan kedua.

Rangga sangat galak, seperti seorang ibu yang memarahi anaknya karena ga mau makan. Aku berkali-kali bilang, kalau Aku ga bisa makan, dan air mataku juga belum berhenti, karena Aku sedang berduka. Tapi tetap saja memaksa. Yang ada, Aku harus tetep makan sambil menangis.

"Suapan terakhir... Selesai! Nah, gitu dong.. Kalau kamu makan banyak, Kamu bisa cepet sembuh, sayang!! Sebentar Aku ambilin obatnya.", Rangga baru tersenyum setelah Aku menghabiskan semangkuk bubur.

"Ini, diminum obatnya!", Rangga memberikanku 7 macam obat.

"Yang cair ini harusnya diminum sebelum makan.", Aku mengambil enam darinya dan menyisakan satu obat cair dalam botol.

"Kenapa ga bilang harus minum sebelum makan?"

"Aku lupa..", Jawabku setelah meneguk obat dan minum air.

"Nah, ini baru Istriku.. Sudah, jangan menangis lagi!! Kamu harus cepat sembuh, supaya kita bisa jalankan amanat Kakek", Rangga mencoba merayuku.. Tapi permintaannya tidak semudah membalikkan telapak tangan!

Membayangkan seseorang yang sangat mencintaiku, menyayangindan menjagaku sedari Aku kecil, sudah ga ada didunia ini lagi, dan berpesan untuk menyembunyikan kematiannya dariku.. Hwaaa.... Air mataku masih belum berhenti menetes..Aku memang ga menangis meraung-raung, karena Rangga pasti marah! Tapi, air mata ini ga bisa berhenti mengalir. Dadaku sangat sesak.. Aku... Sangat menyesal, sering mengabaikan Kakek, dengan alasan ga mau kerumah Daddy, karena hubunganku yang buruk dengan Mommy and Daddy, juga Aunt Fathin.

TOK TOK TOK

Klek

"Dek, mana capcai kuah kuuu?"

"Ga ada! Bubur aja kalau mau tuh. Masih ada di magic com!"

Rangga menjawab dari arah dapur. Dengan suara air mengalir. Mungkin sedang mencuci piring. Airin belum menyadari kalau Aku menangis, karena saat datang, Dia langsung berlari ke arah dapur. Jadi, segera Aku hapus air mataku.. Sudah terlalu banyak Aku menyusahkannya hari ini.

"Vina, Kau sudah makan?", Airin membawa semangkuk bubur, dan duduk di meja makan.

"Sudah.. Sudah minum obat juga! Habiskan saja makanmu, jangan berisik!", Rangga menjawab sebelum Aku sempat menjawabnya.

"Dek, Kamu ga makan? Ini masih utuh!", tanya Airin yang sudah melahap buburnya sambil asyik membuka handphonenya. Hmm.. Sudah lama aku ga main handphone.. Menghubungi orang-orang yang Aku kenal. Ada rasa rindu untuk berkomunikasi dengan mereka. Tapi, sudahlah..

"Apa yang Kamu pikirkan, sayang?", Tanya Rangga, yang mukanya sudah didepanku, tapi Aku beneran ga sadar Dia didepanku.

"Ah, Aku...", Tak ada kata yang keluar lagi.. Mataku sudah berkaca-kaca melihat Rangga..

"Hmmm... Sini, Aku peluk..", Rangga naik ke tempat tidur, merangkulku dengan tangan kirinya, menaruh kepalaku didadanya, dan tangan kanannya, memegang tangan kananku, memainkan cincin pernikahan kami yang ada dijari manisku. "Kalau Kamu masih mau menangis, menangislah! Tapi, ingat kata-kataku, Kita ga bisa pergi ke rumah orangtuamu atau ke kuburan Kakek, sebelum teka-teki ini terpecahkan!", pesannya.

"Yang, tolong Aku.. Selidiki kemana aliran dana lima belas milyar dari rekening Mommy!"

"Sudah kulakukan sebelum istriku meminta!", Rangga mencium keningku.

"Sudah dong yang... Huff... Hatiku sakit banget liat kamu nangis begini terus...", Tangan Rangga menghapus air mataku yang masih mengalir.

"Aku ga nangis yang.. Cuma air mataku ga bisa berhenti ngalir..", memang Aku ga nangis, Aku ga sesegukan, cuma airmatanya aja ga bisa berhenti, saat Aku keinget masa-masa bersama Kakek.

Rangga melepaskan tangan kanannya dari tanganku, lalu merogoh kantong celana kanannya, mengeluarkan handphone silver, membuka pesan singkat,

"Baca ini, sayang..", Rangga menyerahkan handphone.. Aku membaca semua pesan Mommy. Termasuk pesannya hari ini

Mommy

*Vina, Apa karena Kamu sudah menikahi anak orang terkaya di negeri ini, kamu melupakan keluargamu?

*Kakekmu telah meninggal! Apa kamu ga peduli dan ga mau melihatnya untuk terakhir kalinya?

*Vina, Kakekmu akan segera dikubur!

*Vina, jika Kamu ga dateng, Aku akan melupakanmu sebagai anakku! Dan ingat kata-kataku, Kamu ga akan pernah bahagia dengan Rangga! Dia akan menghancurkanmu dan membunuhmu! Jangan pernah lupakan, Dia adalah keturunan Pranata! Mereka akan melakukan apapun untuk menghancurkan keluarga Kita!

Mommy membenci Rangga! Aku tersenyum sinis, kemudian menutup pesannya tanpa menjawab.

"Ini handphonenya, yang!", Aku mengembalikan ke tangan Rangga. "Lain kali, Kamu ga usah kasih tau Aku pesan apapun dari Mommy!", Aku meningingatkan.

"Apa Kamu merasa ada yang mencurigakan?"

"Aku... Aku ga tau.. Tapi, aku rasa Nenek benar, kalau.. Mommy lebih mencintai anaknya dari pernikahan sebelumnya daripada Aku!"

"Maksudmu?", Rangga kali ini merubah posisi Kepalanya, miring ke kanan dan menatapku.

"Yang, Aku.. Dari kecil sangat dekat sama Nenek dan Kakekku, karena Mom and Dad sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Mereka seakan ga peduli sama Aku. Barulah waktu...", Aku menatap Rangga, ada sedikit rasa takut dihatiku untuk melanjutkan.

"Waktu apa?"

"Ehmm.. Itu.. "

"Itu apa?"

"Kamu.. Janji ga akan marahin Aku lagi?"

"Hah??", Rangga sedikit berpikir, kemudian mengangguk. "Aku janji walaupun Aku pasti tersiksa mendengar ceritamu!"

Aku diam dan melihat wajahnya.. Agak lama sebelum aku melanjutkan ceritaku.

"Waktu Aku.. Ketemu Kak Doni. Dia perhatian banget ke Aku. Kita tumbuh besar bareng, banyak kegiatan Aku jalanin bareng Dia, mulai dari main bareng, belajar bareng, heng out ke Mall, latihan taekwondo, les berbagai macam bahasa ..."

"Tunggu, jadi semua bahasa asing yang kamu bisa, Kamu belajar sama Dia? Berdua?"

"Yang.. Tadi katanya Kamu mau denger Aku dan ga akan marah...", Aku beneran takut Rangga jealous lagi.

"Hufffff... Ya sudah, lanjutkan!", Muka Rangga sudah terlihat seperti pegawai yang kesulitan ditanggal tua. Ditekuk kaya akhir bulan.

"Beneran?", Aku coba memastikan

"Heehmmmm!!"

"Dan Aku bener-bener ngerasa Dia tuh kasih perhatian besar banget ke Aku.. Satu-satunya orang yang peduli sama Aku!"

"Apaaaaaa? Kamu pikir Aku ga peduli sama Kamu? Aku ga perhatian sama Kamu?"

"Rangga!!!! Kamu jangan mulai lagiiii! Awas Kamu, Aku ga mau Kamu hancurkan kamar ini lagi!", Airin memperingatkan dari ruang makan. Hufff.. Aku bersyukur masih ada Airin disini.. Seenggaknya, Rangga langsung reda mendengarkan suara Airin.

"Yang.. Aku lagi cerita.. Itu dulu, yang...!!",

"Huuuffff.... Ya sudah, jangan banyak-banyak cerita yang itu!!! Intinya aja!", Rangga mulai ga sabaran! Aku juga kesal, katanya tadi Dia mau denger, tapi sekarang malahan marah-marah, Isshhhhh..

"Terus, waktu perayaan ulang tahunku ke lima belas, ditempat yang Kakek kasih alamatnya ke Kamu, Kak Doni bilang kalau Dia sebenernya Cin.."

"Haaaah... Kamu bisa ga sih langsung ke inti??? Aku ga mau denger cerita yang itu!!!", Rangga memotong sebelum Aku menyelesaikan ceritanya.

"Ta... Tapi....dari situ awal ceritanya, yang.."

"Tapi kenapa semua tentang Dia???", Tanya Rangga, terlihat sangat kesal sekarang.

"Itu karena orang itu yang mengisi seluruh hidup Vina di masa lalu, dek!!! Gitu aja Kamu ga ngerti???", Airin tersenyum menggoda ke arah Rangga, lalu berdiri dari kursi makan dan berjalan ke arah dapur. Owh.. Airiiiin.. Kali ini Aku beneran ingin meninjunya. Kenapa menyulut emosi bayi besarkuuuuu!!!

"Apa betul yang dibilang Airin?", Kini suara Rangga betul-betul terdengar dingin. Hufff.. Aku harus jawab apa?? Aku berusaha berpikir capat.. Mengembalikan suasana.

"Sampai Dia menikahi sahabatku di SMA, hidupku dari umur tujuh tahun sampai delapan belas tahun hanya berisi tentang Dia.", Aku memilih jujur kali ini.

"Sekarang?", tanya Rangga

"Cuma lelaki yang memberikan cincin ini yang mengisi hidup dan duniaku.. Bahkan Aku rela putus kontak dengan dunia luar untuknya. Handphone dan semua milikku, sudah kuserhakan padanya.", Aku menjawab sambil mengangkat tanganku yang memakai cincin pernikahanku dengan Rangga.

"Airiiiiiiin, Vina hanya mencintaiku sekarang!!!! Kau dengar apa katanya tadii??"

Rangga berteriak sambil tangannya memelukku erat. Sepertinya dia agak kesal dengan cuitan Airin yang mengomentari masa laluku. Hihi..

"Masa bodoooo!", Jawab Airin dari arah dapur.

"Jadi, apa inti dari ceritamu?", Rangga kebingungan dan bertanya ulang.

"Aku belum menyelesaikan, yang.. Kamu potong terus! Haaah...", jawabku kesal sambil meliriknya.

"Selesaikan masalah kalian, tapi jangan ada kerusakan lagi diruangan ini!",

Klek

Airin pergi meninggalkan ruangan perawatanku.

"Jadi, intinya apa, sayang?", Rangga mulai ga sabaran.

"Tapi janji jangan marah lagi, ya yang... Kasihan Airin kalau Kamu marah sambik hancur-hancurin barang..", Aku coba ingetin Rangga.

"Hmm... Iya, sayang..."

"Intinya, mommy mulai baik ke Aku waktu Aku udah mulai deket sama Kak Doni. Mommy suka banget sama uang. Makanya Aku heran kenapa Mom benci sama Kamu. Apalagi, dari pesannya tadi, ada yang mommy sembunyiin sepertinya. Dia benci sama Anwar Pranata. Penekanannya cuma sama papa kamu, yang.. Terus...", Aku diam mengingat beberapa hal yang terjadi pada hari itu, ulang tahunku ke lima belas.

"terus apa? Jangan dipotong-potong dong. "

"terus anak Mommy... Dari pernikahan sebelumnya, yang.. ", Aku agak ragu untuk menjelaskan... Dan Aku menunduk memperhatikan cincin pernikahan Kami.

"Kenapa sama Dia?"

"Dia... Pernah mencoba membunuhku.. Saat Kak Doni menyatakan cintanya padaku di tempat yang Kamu simpan alamatnya itu!"