Sifa belum mandi sampai jam 9 pagi, tidak biasanya dia malas untuk mandi. Hari itu Sifa tidak ada kegiatan untuk mengisi kegiatan keagamaan di daerahnya, ditambah kontrakan sedang sepi karena Adam dan Risa pergi ke dokter untuk memeriksa keadaan tangannya. Sedangkan Ranti mengantar Dafi untuk pergi sekolah, kalau Tati jelas sudah pergi bekerja ke rumah Aryo.
"Duh, kenapa pagi ini malas sekali ya?" tanya Sifa dalam hati.
Tiba-tiba saja di teringat akan peristiwa bersama ayah mertuanya, dia masih tidak percaya kalau ayah mertuanya telah menebar benih di rahimnya.
"Assalamualaikum, Sifa!"
Sifa tersentak mendengar suara yang tidak asing lagi, rupanya Usman datang menemui Sifa. Sifa yang marah tahu kalau mertuanya akan meminta maaf karena perbuatannya, maka tanpa pikir panjang di membukakan pintu kontrakan.
Ketika pintu dibuka, Sifa kaget bukan main karena bibir Usman langsung menyambar bibir Sifa.
"Bapak?" tanya Sifa yang kaget.
Usman menyuruh Sifa untuk diam, segeralah dia masuk ke kontrakan Sifa dan menutup pintunya.
"Kenapa di tutup pak?" tanya Sifa.
"Bapak mau yang kemarin lagi!" jawab Usman.
Perkiraan Sifa nampaknya sudah salah, bukannya meminta maaf tapi Usman justru meminta untuk bersetubuh seperti kemarin.
Sifa menggelengkan kepalanya dan enggan untuk bersetubuh lagi dengan mertuanya, tapi semua bertolak belakang dengan birahinya. Saat itu birahi Sifa sangat menggebu-gebu untuk bisa bersetubuh dengan Usman, dia masih ingat akan aroma keringat Usman yang bersatu dengannya kemarin.
"Jangan pak!" seru Sifa.
Usman tidak menggubris ucapan Sifa, dia lebih memilih untuk bertelanjang di depan Sifa. Praktis hal itu membuat Sifa kikuk, penisnya sudah berdiri tegak dan siap untuk melakukan penetrasi ke dalam lubang kemaluannya.
"Punya bapak lebih besar daripada punya Aldi bukan? Aldi itu tidak bisa mengurus aset penting di tubuhnya." ujar Usman.
Tanpa basa-basi lagi Usman langsung menarik Sifa untuk masuk ke kamarnya, Sifa tidak terlalu banyak melawan kali ini. Dia sadar diri kalau tenaganya kalau jauh dengan tenaga mertuanya.
"ahh.."
Sifa hanya bisa mendesah dengan setiap perlakuan dari Usman, remasan dan jilatan pada payudaranya seolah menjadi titik wajar kenikmatan yang sedang dia dapatkan. Usman sendiri terlihat senang karena menantunya begitu menikmati apa yang dia lakukan.
"Kamu mau lanjut gak?"
Tiba-tiba saja Usman menanyakan hal itu kepada Sifa.
Sifa mengalami perasaan yang tidak bisa di jelaskan, dia merasa butuh akan apa yang dilakukan oleh Usman, tapi dia enggan mengkhianati Aldi yang merupakan suaminya.
Usman tiba-tiba saja memakai celana dalam miliknya dan duduk di samping Sifa.
"Kalau kamu mau melanjutkan, jilat ketiak bapak dan penis bapak. Bapak kasih kamu waktu 10 detik untuk berpikir, kalau kamu tidak mau bapak pergi dan tidak akan menggangu kamu lagi.* ujar Usman.
Sifa menelan ludah akan apa yang dikatakan oleh Usman, dia tidak percaya kalau dia diberi pilihan sulit. Padahal ini adalah kesempatan terbaik untuk bisa menjauhkan Usman dari hidupnya.
----
Tati tidak bisa berhenti mendesah akan karena Aryo nampak penuh sembari menggagahi dirinya, hingga Tati bukan hanya mendesah tapi menjerit kesakitan.
"Sa..sakit pak!" ujar Tati.
"Tahan sebentar." timbal Aryo.
Rupanya Aryo sedang memasukkan penisnya ke dalam lubang anusnya Tati, bagi Tati ini adalah sesuatu tidak asing lagi, karena ketika di kontrakan yang dulu pernah dia tempati pernah melakukan hal ini juga.
"Kamu sudah jebol gini masa masih kesakitan sih?" tanya Aryo.
"Punya bapak gede pak, jadi saya harus nahan sakit juga." jawab Tati.
Sekitar lima menit Aryo menyemburkan cairan sperma di dalam lubang anus Tati, ketika dia cabut penisnya terlihat adanya cairan kuning yang bercampur dengan sperma.
Tati segera memakai pakaiannya karena pekerjaan rumahnya belum beres, sementara Aryo dengan santai tidak memakai sehelai benangpun.
"Tat, kamu tahu kontrakan milik Usman?" tanya Aryo.
Tati heran dengan pertanyaan dari Aryo, dia juga merasa aneh kenapa Aryo tiba-tiba menanyakan hal itu.
"Saya tinggal disana pak." jawab Tati.
"Oh ya, kami kenal dengan Dadang?" tanya Aryo.
"Oh pak Dadang, saya tetangganya pak. Memang kenapa?" tanya Tati.
Aryo tidak menjawab dan segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri setelah menyodomi Tati.
Terlihat adanya senyuman licik dari bibirnya, dia seolah merencanakan sesuatu yang akan membuat Dadang dalam masalah.
"Aku akan merebut apa yang telah kamu rebut." ujar Aryo dalam hati.
----
Suara peraduan kelamin antara Usman dan Sifa nampak penuh semangat, Sifa sudah tidak ragu lagi untuk bertukar air ludah dengan mertuanya. Keringat dari sekujur tubuh mereka nampak menjadi pemandangan yang elok dan erotis.
Sifa rupanya lebih memilih untuk berhubungan intim bersama mertuanya dibandingkan kesetiaan dengan suaminya.
Dia rela untuk menjilati keringat yang ada di ketiak Usman yang berbulu lebat, bahkan dirinya penuh semangat menjilati penis Usman yang memiliki bau tidak sedap sedap.
Pagi itu menjadi pagi yang begitu luar biasa untuk Sifa, mereka berdua seolah lupa akan apa yang mereka sandang. Usman yang bergelar haji penuh semangat untuk bersetubuh dengan Sifa yang notabene menantunya.
"Ahh...ah..."
Usman mengerang penuh kenikmatan tak kala dia menyemburkan cairan sperma di dalam rahim Sifa yang belum di karuniai seorang anak.
"Pak, aku takut..." ujar Sifa.
*Kamu gak perlu takut apa-apa, lagipula kamu juga gak bakalan hamil."
Dengan penuh keyakinan Usman berkata seperti itu, Sifa tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh mertuanya tersebut. Hal itu menimbulkan sejuta pertanyaan baginya, tapi ketika dia hendak bertanya kepada Usman, tiba-tiba terdengar suara klakson mobil dari arah gang masuk ke kontrakan.
Dari kejauhan terlihat Tati bersama Aryo menuju kontrakan tesebut, Tati agak menahan sakit pada bagian lubang anusnya. Risa keluar rumah dan melihat Aryo yang gagah dan jauh beda dengan Adam suaminya bersama Tati, ketika dia memberi senyuman manis kepada Aryo, dengan dingin Aryo tidak menanggapi akan hal itu.
"Itu kontrakan pak Dadang." ujar Tati sambil menunjuk arah rumah Dadang.
"Kenapa sepi?" tanya Aryo.
"Mbak Ranti kalau jam segini mengantar Dafi dan Desi pergi ke sekolah dulu." jawab Tati.
"Dafi? Desi?" tanya Aryo.
"Siapa mereka?" tanya Aryo kepada Tati.
"Mereka anak pak Dadang sama mbak Ranti." jawab Tati.
"Jadi namanya Dafi. Ya sudah Tati, saya pulang dulu." ujar Aryo.
Ketika di jalan di berpapasan dengan Ranti yang baru pulang, hanya saja Aryo tidak memperhatikan hal itu karena dirinya membelakangi dan hendak masuk mobil miliknya.
Bersambung