webnovel

Really God?

Mendengar penjelasan dari Draxen yang membuat Estevan berfikir kalau kemungkinan besar ide yang Myron Company di dapatkan dari pemikiran Zefa oleh sebab itu mereka dapat mengembangkan perusahaan mereka dengan cepat. Namun, setelah memikirkan ulang perkataan Draxen mengenai kata 'Adik kecil' Estevan langsung menatap sinis wajah Zefa yang masih terlihat datar.

"Wah benarkah itu? Jadi bagaimana awal pertama kali kalian membuat parfum lalu menjualnya?" tanya Lucas yang kedua matanya berbinar. 'Aku yakin pasti senior ada di dalam cerita itu' Lucas sangat penasaran dengan apa yang terjadinya.

Rethaline tersenyum. Dia mulai menceritakan kejadian lima tahun lalu dimana saat itu dirinya dan yang lainnya tengah menunggu keberadaan Zefa dan Victo yang belum datang ke rumah Draxen.

Jazen yang bosan menunggu mereka berdua memutuskan untuk pergi ke dapur dan menyiapkan bahannya terlebih dahulu agar saat Zefa dan Victo datang, mereka segera membuat parfum untuk tugas sekolah.

"Membuat Parfum, kelopak bunga mawar, kain katun tipis, mangkuk, air, kompor, panci, botol parfum." Jasen menekuk kedua tangan di atas dada. "Hmmm kira-kira sudah semua, tapi kenapa mereka berdua sangat lambat." Seraya menaikkan kaca mata.

Begitu pula dengan Draxen yang juga lelah menunggu Zefa dan Victo. "Aish, kemana kedua orang itu? Mengapa bisa mereka datang terlambat? Apakah Zefa tertidur lagi?" gerutunya sambil merebahkan tubuhnya di atas sofa.

"Tenanglah Draxen, pasti sebentar lagi Zefa juga datang jadi kau tenang saja." Rethaline sendiri juga resah dan terus menyibukkan dirinya sendiri dengan berjalan mondar-mandir ke depan dan kebelakang.

Sementara itu di tempat lain lebih tepatnya di jalaj, Zefa yang sedang mengendarai mobil bersama supirnya, awalnya semua nampak biasa saja nanun tak lama kemudian Zefa terkejut saat mendapati mobil yang sedang dinaikinya mogok tepat di tepi jalan.

"Mobilnya kenapa pak?" tanya Zefa yang sedikit bingung.

"Sepertinya mogok saya cek dulu. Permisi non," kata supir lalu keluar dari mobil.

Lima menit sudah Zefa menunggu namun mobil yang sedang dinaikinya belum juga dapat berjalan. Zefa yang sedikit resah mulai keluar dari mobil dan menilik kondisi mobilnya.

"Jadi apa yang sebenarnya terjadi dengan mobilnya?" tanya Zefa sambil berdiri di samping supir.

" Entahlah nona, tapi sepertinya ini akan memakan waktu yang sedikit lama."

Zefa mengangguk paham. Dia sudah mengerti dengan apa yang terjadi oleh sebab itu Zefa segera mengambil ponsel serta tas selepang dan menggantungnya di atas pundaknya.

Sebum pergi, Zefa berpamitan dnegan supirnya dengan mengatakan, "Pak saya pergi dulu, nanti kalau Anda perlu sesuatu bisa mengatakan kepada saya." Saat sopir mengangguk. Barulah Zefa tersenyum dan melangkah pergi.

Sudah sepuluh menit sejak Zefa berjalan kaki dari tempat mobilnya yang mogok tadi. Zefa yang sudah lelah mulai duduk di atas kursi halte bus dan mengusap peluhnya.

"Wah aku sangat lelah sekali," eluh Zefa seraya meluruskan kedua kaki lalu mengangkat tangan kiri untuk menilik jam. "Ini sudah lebih dari setengah jam, aku harap mereka tidak menunggu lama."

Disaat yang bersamaan, suara decutan dari rem sepeda terdengar disaat Zefa hendak memejamkan mata. Dia mengarahkan kedua maniknya ke arah pinggir jalan. "Oh kau Victo," ucap Zefa dengan lemas.

Victo yang sedang menaiki sebuah sepeda berhenti tepat di depan Zefa lalu mengatakan, "Apa yang sedang kau lakukan disini? Bukankah seharusnya kau datang kerumah Draxen?"

"Aku sedang menunggu bus, lalu bagaimana denganmu sendiri? Bukankah kau juga harus kesana?" jawab Zefa.

"Ya, tapi kenapa kau tidak segera kesana?"

"Mobil yang kunaiki mogok jadi aku menunggu bus."

"Ouh." Victo mengangguk paham, melihat Zefa yang terlihat lelah membuanya berfikir untuk memboncengkan Zefa dengan sepedanya. "Ayo, kita berangkat kerumah Draxen," ajaknya.

"Memang kau bisa?" tanya Zefa yang tidak terlalu yakin dengan ajakan Victo. 'Mungkin saja dia hanya mempermainkanku sepertinya biasanya' Zefa menyipitkan mata.

"Tentu, apa yang tidak bisa kulakukan? Jadi naiklah." Victo menaikkan kedua alisnya dan tersenyum kearah Zefa.

Melihat senyuman Victo serta ajakan yang tulus membuat Zefa bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Victo. Sebelum naik untuk terakhir kalinya dia bertanya, "Apakah kau yakin?" Kepada Victo.

"Iya, jadi cepatlah naik," pinta Victo. Tepat saat Zefa duduk di atas fragme sepeda, Victo mencium bau badan zefa yang beraroma seperti vanila. 'Tidakku sangka dia memiliki bau parfum yang khas' Saat itu juga dia menatap jalan di depannya dan mulai mengayuh sepeda.

Di sepanjang perjalanan Zefa tak henti-hentinya tersenyum karena jarang sekali dia bisa menaiki sepeda seperti saat ini. "Tambah lagi kecepatangnya!" seru Zefa yang semangat.

"Baiklah." Tak kalah dengan Zefa, Victo sendiri juga semangat mengayuh sepeda dan membawanya sampai ke depan pintu gerbang rumah Draxen.

Zefa turun dari fragme sepeda lalu masuk kerumah Draxen dengan bersamaan. Setelah itu Zefa dan yang lainnya segera membuat parfum sesui petunjuk yang telah tercatat di buku dan dalam waktu lima jam, mereka semua mampu membuat satu botol parfum.

"Kita telah menyelesaikan tugas kita tapi kita belum mendapatkan nama untuk merk parfum ini," kata Draxen sambil mengangkat sebotol kecil parfum yanh telah jadi lalu memberikannya me Zefa. "Karena Zefa yang memiliki ide ini jadi, aku sebagai kakak tertua akan mempersilahkan kepada Zefa untuk mencari nama yang cocok untuk produk pertama kita."

"Kalian yakin?" tanya Zefa setelah menerima botol parfum tersebut lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh temannya. Mereka semua mengangguk serta tersenyum ke arah Zefa.

Dengan wajah yang sangat gembira karena dia memiliki kesempatan untuk menamai produk pertama yang telah berhasil dibuat Zefa berkata, "Nama parfum pertama kita adalah sweet rose."

"Kelak suatu hari nanti parfum ini akan menjadi awal perjalanan kita membuat perusahaan parfum," kata Draxen sambil menatap ke arah botol yang dibawa Zefa.

"Jika suatu saat seperti itu, kau bisa membuat parfum dengan aroma makanan dan pasti akan laku pesat," usul Zefa.

Sesaat setelah mendengarkan cerita dari Rethaline, Lucas baru menyadari kalau Zefa memang sepintar itu. Dia menoleh kearah Zefa yang sedang sibuk dengan laptopnya. 'Dia memang patut diidolakan.' Dengan senyuman terukit jelas di bibir Lucas.

"Jadi bagaimana dengan kontrak yang kami ajukan? Apakah kalian mau berkerja sama dengan kami?" tanya Draxen.

Setelah menimbang ulang kontrak yang diajukan Myron Company, akhirnya Estevan telah mengambil sebuah keputusan. Dia langsung menandatangani proposal kontrak sambil berkata, "Zorger Company dan Myron Company mulai saat ini resmi bekerja sama."

Draxen dan Estevan saling berjabat tangan sertas senyuman mengambang di bibir Rethaline dan Lucas sementara Zefa, dia menatap dengan mata dingin.

To Be Continued...