webnovel

Lost Time

"Argh! Bagaimana mungkin dia memberikanku waktu 15 menit untuk membeli sekotak salad buah? Apa dia mengira jarak antara kantor dan toko penjual itu sangatlah dekat?" gerutu Zefa sambil tangannya memukul-mukul kemudi mobil. Walaupun ia sudah mendapatkan salad buah yang dipesan Estevan namun, kemacetan yang ada di depannya membuatnya terlambat lima menit dari waktu yang sudah di tentukan.

Dan setelah cukup lama ia menunggu akhirnya mobil yang berada di depannya mulai jalan lalu barulah Zefa menginjak gas yang ada dibawah lalu mengendarai mobil dengan kecepatan yang cukup tinggi. "Lebih baik mati dari pada mendengarkan bentakan dari manusia iblis itu."

Ketika Zefa sampai di parkiran mobil, ia segera turun dan menutup pintu mobilnya. Dengan ceoat Zefa melangkahkan kakinya ke depan kantor dan tak lupa tangannya membawa salad buah yang telah di belinya namun, ketika Zefa hendak membuka pintu kantor ia melihat seorang anak kecil yang bersembunyi di balik sebuah pot yang cukup besar.

'Haruskan aku menghampirinya?' pikirnya dan pada Akhirnya Zefa mengurungkan niatnya untuk membuka pintu dan menghampiri anak kecil itu.

Ketika melihat sebuah sepasang kaki yang berdiri di depannya, anak kecil itu mendongak dan sebuah senyuman di berikannya kepada Zefa. "Kakak cantik." Ia berdiri lalu memeluk Zefa yang berafa di depannya.

"Noah?" Zefa terkejut karena tiba-tiba Noah berada di depan kantornya. Perlahan pelukan yang diberikan Noah terlepas dan saat itulah Zefa menunduk dan bertanya pada Noah, "Apa yang sedang kamu lakukan disini?" Dengan lembut Zefa membelai rambut kecoklatan milik bocah itu.

"Noah ingin bertemu dengan Papa," ucap Noah.

Zefa mengerling bingung. "Papa?"

Noah mengangguk. "Papa Estevan."

Dan dari situlah Zefa tahu kalau sebenarnya Estevan memiliki anak. Zefa menyunggingkan senyumnya lalu menggandeng tangan Noah. 'Astaga mungil sekali,' batinnya yang gemas melihat tangan Noah. 'Sadarlah Zefa.' Zefa menegakkan tubuhnya lalu menoleh kearah Noah. "Ayo, aku akan mengantarmu bertemu dengan Pak Estevan."

"Benarkah?" tanya Noah dengan kedua alisnya yanh terangkat.

"Iya tentu." Zefa dan Noah berjalan berdampingan menuju ke ruangan Estevan. Sementara itu, orang-orang yang ada dilobi menatap mereka dengan tatapan bingung hingga membuat Noah menggam erat tangan Zefa karena takut. Melihat hal tersebut Zefa mengarahkan tatapan tajam setajam pisau kearah para karyawan itu dan membuat mereka mengalihkan pandangannya.

Tepat di depan ruangan Estevan, Zefa mengetuk pintu lalu menarik kenopi dan masuk kedalam ruangan. "Pak Estevan. Ini salad buah pesanan anda."

"Kenapa kau la–" Perkataan Estevan terhenti disaat ia mengangkat kepalanya dan melihat seorang anak kecil yang sedang digandeng Zefa. "Noah? Apa yang kau lakukan disini?" Esteva berdiri dan segera menghampiri putra kecilnya itu. "Dengan siapa kamu datang kemari?" Dengan tangannya yang kekar Estevan menggendong tubuh Noah dan membuat anak itu tertawa.

Zefa yang tidak mau menganggu suasana harmonis dari Ayah dan anak itu langsung meletakkan salad di atas nakas dan keluar dari ruangan bosnya dengan mengendap-endap. Setibanya di dalam ruangannya suara telfon kantor yang ada di atas nakasnya membuat Zefa melangkahkan kakinya menghampiri telfon kabel itu. "Halo, dengan Sekertaris Zefa dari kantor Zorger Company. Ada yang bisa saya bantu?"

"Ini saya. Leonard, apakah Noah ada disana, Zefa?" tanya Leonard dari telfon seluler.

"Benar Pak Leonard, sekarang Noah sedang bersama dengan Pak Estevan."

"Astaga, ternyata benar dia ada disana. Kemungkinan besar anak itu kabur dan masuk ke dalam mobil Papanya. Bisakah kau menemani anak itu sebentar?"

"Sepuluh menit lagi kami akan ke tempat konstruksi." Suara kekehan dari Leonard terdengar dari telfon yang berada di telinga Zefa dan membuat gadis itu bingung.

"Kau memang dingin seperti biasanya, sebentar lagi sopir rumah akan pergi kesana, mungkin dalam waktu lima menit dia sampai jadi kau bisa menemani anak itu, 'kan?"

"Bisa pak."

"Terima kasih, Sekertaris Zefa." Dan sambungan telfon antara dirinya dan juga Leonard terputus.

"Sembunyi di mobil? Selama tiga jam? Itu tidak mungkin." Zefa meletakkan kembali telfon yang digunakan tadi ketempatnya dan duduk di kursinya. "Lalu kemana anak itu sembunyi? Biarlah aku tidak ingin memperdulikan hal itu." Zefa membuka salah satu fata dokumen dari karyawan yang berada di depannya dan mulai meneliti setiap detail kata pertaka dari tabel yang ada di lembar kerja.

Dengan ditemani secangkir kopi latte pemberian Agus, Zefa mencoba menikmati pekerjaan yang sudah dikerjakannya selama dua tahun belakangan ini meskipun kali ini ia mendapatkan bos yang galak.

Sebuah ketukan pintu terdengar dari dalam ruangannya, tanpa mengalihkan pandangannua Zefa berkata, "Masuklah." Lalu mengganti setiap kata yang sala dengan bolpoin.

"Sekertaris Zefa."

Zefa mendongak ketika seirang seorang wanita memanggil namanya. "Ada apa Sofia?"

"Apakah nanti malam kau punya waktu luang?" tanya Sofia salah satu teman kerja Zefa yang memiliki sifat tomboy sekaligus wanita itu juga masih menyukai Agus.

"Tidak." Zefa kembaki menunduk dan fokus pada lembaran kertas yang ada di atas nakasnya.

"Kau sibuk apa?" tanya Sofia sambil menarik kursi dan duduk.

Zefa menghembuskan nafas panjang sebelum ia menjawab pertanyaan dari Sofia. "Tidur."

"Aish, kenapa kau malas sekali, Zefa."

"Aku hanya mencoba menikmati waktu istirahat dengan benar."

Sofia menggeleng heran karena mendengar jawaban dari Zefa setelah itu, Sofia mengedarkan pandangannya dan saat melihat kaca pembatas antara ruangan Zefa dan Estevan. Gadis itu sedikit terkejut saat melihat bosnya sedang bermain dengan anak kecil. "Fa, itu siapa?"

Zefa mengangkat kepalanya lalu menoleh kearah yang Sofia tuju. "Putranya."

"Apa?" Sofia membelakak terkejut sampai-sampai ia menggebrak meja yang digunakan Zefa.

"Apa kau tidak bisa tenang?" tegur Zefa.

"Maaf-maaf, ternyata gosip dari para kartawati devisi lain ternyata benar, apa kau mau tahu?"

"Tidak." Setelah menyelesaikan tugasnya Zefa merapisan semua berkas ke atas sudut mejanya.

"Ternyata pas Estevan itu duda."

"Diamlah Sofia dan kembali ke devisimu sendiri."

"Ck. Wanita dingin ini." Sofia beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan kearah pintu dan saat ia berada di luar ruangan Sofia berbalik lalu berkata, "Segeralah mencari kekasih." Lalu menutup pintu ruangan Zefa dengan kasar.

"Aish wanita itu!" Zefa merasakan kepalanya sedikit pusing lalu ia menyangga dahinya dengan telapak tangannya, sebenarnya Zefa tidak ingin memikirkan perkataan Sofia namun, kata-kata gadis itu mengingatkannya dengan seseorang yang berkata sama dengan yang Sofia katakan. "Ini menyebalkan sekali."

Untuk melupakan pikirannya, Zefa menilik kearah jam arloji yang melingkar di pergelangan tangannya dan tibalah saat ini untuk Noah pulang kembali ke rumah. Zefa beranjak dari tempat duduk dan pergi ke ruangan Estevan.

Sesaat setelah Zefa masuk ke ruangan, Noah turun dari pangkuan Ayahnya dan berlari kearah Zefa. "Kakak cantik."

Zefa menyunggingkan senyum manisnya dan membuat pupil mata Estevan membesar. Dengan lembut Zefa mengusap kepala Noah dan berkata, "Sebentar lagi Noah akan pulang."

"Pulang? Tapi Noah tidak mau," rengek anak itu.