webnovel

What Should I Do

"Siapa pria tadi? Cepat katakan!" bentak Joshua.

Zefa berusaha menahan amarahnya dengan diam. Percuma saja jika dia membalas pertanyaan Joshua, Zefa memilih berjalan pergi meninggalkannya namun, pergelangan tangannya di tangah oleh Joshua.

"CEPAT KATAKAN!" bentak Joshua dengan sorot mata tajam yang diarahkannya ke Zefa.

Zefa berbalik kemudian dia kembali menghempaskan tangan Joshua, lama-kelamaan dia mulai muak dengan sifat pria itu dengan penuh amarah dia menjawab, "YA AKU MENYUKAINYA MEMANG KENAPA?"

Joshua terdiam sesaat setelah Zefa berkata seperti itu, kini dia menatap gadis di depannya dengan tatapan sedih. "Kau menyakitiku Fa," ucapnya dengan lemah.

Melihat raut wajah dari Joshua membuat Zefa mendengus tidak percaya. 'bagaimana mungkin orang sepertimu terlihaat seperti orang yang tidak berdaya, batin Zefa.

"Kenapa kau mendengus? Apakah ada yang salah?"

"Hentikanlah sandiwaramu kak, saat ini aku masih menghormatimu sebagai seniorku," jawab gadis itu.

"Kenapa kau..."

"TOLONG HENTIKAN, AKU MUAK MELIHAT WAJAHMU ITU. KAU BERTANYA SEPERTI ITU SEOLAH-OLAH KAU MENYUKAIKU," bentak Zefa dengan sorot mata takam keluar dari matanya.

"YA AKU MENYUKAIMU, MEMANG APA YANG SALAH DENGAN HAL ITU?"

Apa yang Joshua ungkakan membuat Zefa terdiam, dia menatap Joshua dengan keheranan.

Amarah Joshua menmuncak, dia tidak ingin melampiaskan semua amarahnya kepada Zefa, jadi dia memutuskan untuk masuk kedalam mobil. Sesaat setelah Joshua menyalakan mesin mobilnya dia mngeluarkan sedikit kepalanya kemudian berkata, "Jika kau ingin aku pergi dari hadapanmu akan aku lakukan itu." Setelah itu dia pergi begitu saja meninggalkan Zefa.

Kepergian Joshua membuat luka tersendiri bagi Zefa, bersamaan dengan itu awan yang cerah tiba-tiba berubh menjadi mendung, seolah-olah sedang bersedih saat melihat pertengkarannya dengan Joshua.

Beberapa saat kemudian hujan mulai turun dan Zefa masih berdiri di tempatnya. Hati kecilnya merasa menyesal karena telah membetak dan membuat Joshua terluka, tampa dia sadari matanya sudah dipenuhi air mata dan jatuh dengan sedirinya.

Dan disaat itu pula ada seseorang yang memberikan sebuah payung kepadanya. Zefa tidak sempat melihat wajah orang yang memberikannya payung, dia hanya melihat punggung orang tersebut yang memakai hoddie berwarna hitam dengan kepalanya yang tertutup kerudung dari jaket itu dan berlari di dalam derasnya hujan.

**

Pyar!

Suara pecahan kaca terdengar dari kamar Joshua. Amarahnya sudah tidak terkendali, dia hanya bisa melampiaskan semua amarahnya dengan merusak barang-barang di kamanrnya.

"Bagaimana mungkin dia mengabaikan kebaikkanku begitu saja? Apa dia kira semua kebaikanku tidak berharga? Lihat saja nanti," gumannya dengan darah dari telapak tangannya yang menetes ke lantai.

Disamping itu, terdengar suara nada dering dari ponselnya yang berada di atas kasurnya, Joshua meraih ponseya dengan tangannya 'Zefa' nama yang berada di layar ponselnya.

Joshua menggeser tombol warna merah dan hendak meletakkannya di atas meja namun, Zefa kembali menelfonnya berkali-kali dan membuat Joshua spontan membanting ponselnya ke dinding kamarnya.

"Aku akan melupakanmu," gumannya dengan sorot mata menakutkan keluar dari matanya.

**

Di sisi lain beberapa menit sebelum Zefa menelfon Joshua. Dengan kaki yang masih basah gadis keluar dari kamar mandi kemudian berjalan kearah ranjangnya. Dia duduk di atas kasur empukya kemudian menyilangan kedua kakinya.

"Apa aku harus meminta maaf kepadanya?" gumamnya. Tanpa pikir panjang Zefa meraih ponsel yang berada di atas mejanya kemudian menggulir kontak teleponnya dab memencet nama 'Joshua' di layar ponselnya.

Zefa mendekatkan ponsel yang dia pegang ke telinganya namun, dia mendengar balasan 'Maaf nomor yang anda tuju tidak dapat menerima telepon dari anda'

Zefa tidak berputus asa, dia terus menelfon Joshua berkali-kali dan akhirnya sama. "Sepertinya aku sudah keterlaluan." Tubuhnya yang lelah dia rebahkan ke kasur yang nyaman dan saat tubuhnya berbalik ke kiri dia tidak sengaja melihat payung hitam yang masih tertutup di samping lemarinya.

Kedua kaki Zefa turun ke lantai tak kala melihat sesuatu di gagang payung tersebut, di sana terukir huruf 'G' Zefa segikit bingun mengenai huruf tersebut tapi dia yakin kalau nama pemilik payung yang di pegannya memili nama berawalan dengan huruf 'g.'

Suara ketukan pintu terdengar dari luar kamarnya. Zefa berjalan menuju pintu lalu membukanya, di luar kamarnya dia melihat ibu-Clara sedag berdiri di depan kamarnya.

"Ada apa bu?" tanya Zefa.

"Nak tolong belikan kecap manis," ucap Clara seraa membrikan beberaa uang tunai pada Zefa.

Zefa menganggukkkan kepalanya, sebelum pergi dia mnggambil cardigan berwarna kuning untuk menutupi baju kaosnya. Kedua kakinya berjalan keluar rumah dengan agak malas.

Setelah membeli pesanan dari ibunya Zefa keluar dari toko swalayan dengan tangan kirinya memegang sekantong kecap sedangkan tangan kanannya menggulir layar ponselnya.

'Wah tidakku sangka kejadian tadi siang menjadi berita besar,' batinnya. Mata terlalu fokus menatap layar ponselnya hingga dia tidak sengaja menabrak seseorang dan membuat ponselnya terjatuh.

Zefa yang melihat hal itu segera memungut ponselnya. "Maafkan aku aku tida.." ucapan Zefa terhenti karena terkejut melihat seorang pria di depannya tepat saat dia mengangkat kepalanya.

"Loh kau. Wah aku tidak menangka akan melihatmu di sini, dan dengan memakai membawa sebuah kecap. Ternyata tampilanmu di sekolahan dan dirumah berbeda jauh," ucap pria itu dengan tersenyum miring.

Zefa hanya diam seraya menganggukkan kepalanya ke bawah, kedua matanya melihat segerombolan pria tengah berdiri di belakang pria yang berada di depannya

'Astaga kenapa hariku sangat sial dan sekarang aku bertemu dengan Zee,' batinnya seraya menelan ludahnya. Saat di hendak melangkah pergi pria itu menghalangi jalan gadis itu.

"Kau mau kemana?" Perlahan pria itu berjalan kedepan dan membuat Zefa reflek berjalan kebelkang sampai membuat gadis itu terjatu.

Zefa sangat ketakutan saat itu karena tidak bisa berbuat apapun, tepat saat pria itu hendak melayangkan pukuln ke rah Zefa. Tiba-tiba sebuah septu terbng kearah Zee dan mendatar tepat di dahinya.

Mata Zefa tak henti-hentinya membelalak tak kala melihat Zee yang terjatuh kebelakang, hal itu membuat gadis itu penasaran dengan siapa yang membantunya. Kedua matanya meihat ke arah sekitarnya dan tepat di belakangnya dia melihat seseorang yang dia kenal saat di pasar malam tengah mengulurkan tanganya.

"Bangunlah."

Zefa meraih tangan gadis itu kemudian berdiri di sampingnya. "Terima kasih Kak Aura."

Aura tersernyum kearag Zfa namun, sorot matanya berubah 180 derajat saat melihat Zee yang terjatuh di depannya. "Aku sangat benci saat melihat penindasan," ucapnya seraya mengambil sepatu merah dengan haknya yang agak tinggi.

"Apa sepatu Kakak baik-baik saja?" Zefa terlihat khawatir saat melihat sepatu yang Aura gunakan sedikit lecet.

"Tidak apa tenangal." Dengan santai Aura memasang kembali sepatunya dan menggandng tangan Zefa untuk berjalan peri.

"Berhenti kau wanita jalang!"

Umpatan yang Zee keluarkan membuat Aura sedikit marah, dia menoleh ke belakang. "Apa kau tidak lihat wanita cantik seperti sedang tersenyum ke arahmu?" Bibirnya yang berwarna merah tengah melebarkan senyumnya ke arah Zee.

'Aku melihat Kak Aura seperti wanita berkarir,' batin Zefa yang menatap kearah Aura yang berada di sampingnya.

Suasana semakin memanas apalagi saat raut wajah Zee yang berubah seolah-olah menggambarkan sebuah emosinya saat itu. "Kau hanya seorang tante-tante yan kebetulan lewat jadi jangan ikut campur dengan kami para anak muda."

Aura yang mendengar ejekan Zee yang terlontar padanya membuatnya mendengus. "Tante-tante katamu?"

To Be Continued...