webnovel

Betapa Bingungnya Hatiku

Dari Upacara Pemakaman, berlanjut ke proses perjodohan. Meirtha mulai bimbang haruskah ia memulai? Atau menolak secepat mungkin? Terlebih lagi, Pria yang akan dijodohkan dengannya, jauh lebih muda darinya.

Yi_EunSha · ファンタジー
レビュー数が足りません
2 Chs

Reaksi Tak Terduga

Hari senin malam tiba. Ibu Meirtha menelpon Eva, Kakak kandung Meirtha untuk mendiskusikan bagaimana nasib rumah mereka. Eva dan Suaminya sependapat, bahwa sudah jalannya seperti ini. Kalau mereka harus keluar dari rumah tersebut, apa boleh buat? Lagi pula, kalau pun mereka sempat mendapatkan surat ahli waris, tetap tidak mengubah kenyataan bahwa untuk mengurusnya, mereka semua tidak punya cukup uang.

Dari pembicaraan soal bagaimana nasib rumah, berganti topik dalam sekejap menjadi pembicaraan soal Tante Erli yang ingin menjodohkan anak angkatnya dengan Meirtha. Sayangnya anak kedua dari tiga bersaudara tersebut tidak ada di ruang tamu karena sibuk mengawasi anak-anak Eva agar tidak mengganggu pembicaraan malam ini.

Tiba-tiba Kakak Ipar Meirtha menggeret tangannya menuju dapur.

"Sini sebentar"

"Kenapa sih? bikin curiga aja kalau sudah begini" jelas Meirtha menyadari pasti ini tentang perjodohannya dengan Argha.

"Selamat ya, aku kaget lho denger berita ini. Tidak menyangka"

"Duh, masa sama anak kecil..., ini seumuran lho sama Dino" protes Meirtha enggan membahas.

"Umur kan tidak menjamin perilaku"

"Nanti malah aku yang mengasuh" potong Meirtha berapi-api.

"Eh, yang muda juga bisa berpikiran jauh lebih dewasa dari pada umurnya. Yang penting sekarangkan dia dalam usia siap menikah, kenapa tidak?"

"Meirtha tidak yakin"

"Jalani saja, toh sebelum pernikahan kan... ada perkenalan dulu. Nanti kalau sebelum hari H kamu melihat ada hal tidak baik dari dia, misalnya pengguna narkoba, kamu bisa memutuskan. Jangan khawatir," si Kakak Ipar bersi keras.

"Adikku dilamar. Selamat ya," Kak Eva tiba-tiba datang mencium kedua pipi Meirtha.

"Tunggu dulu, ini sama yang usianya jauh lebih muda lho Kak, gimana kalau aku menua? dia masih bisa cari yang lain" Meirtha mengutarakan ketakutannya.

Yah, bagaimana pun pengalaman hidup Meirtha membuatnya sangat berhati-hati dalam menjalin hubungan dengan laki-laki mana pun. Dia tiga kali diputus pacarnya dulu. Pacar pertama, alasannya karena pacar Meirtha selingkuh. Pacar kedua, alasannya karena Ibu Meirtha tidak merestui. Tapi teman Meirtha pernah melihat fb pacar kedua Meirtha tersebut sudah menikah. Pacar ketiga, sifatnya temperamental. Begitu marah minta putus. Setelah selang tiga hari, pacar ketiga ini mengatakan tolong batalkan. Aku tidak mau putus.

Lalu mereka kembali. Mungkin saking sayangnya Tuhan sama Meirtha, tiba-tiba teman Meirtha sekaligus juga teman pacar ketiganya itu, mengatakan kalau Meirtha harus berpikir ulang. Calvin itu penipu. Bahkan ia menunjukkan bukti dimana ada orang merasa kena penipuan uang.

Tidak hanya itu. Ternyata Wanita yang dinyatakan sebagai Istrinya yang telah meninggal, masih hidup sampai sekarang. Lebih mengejutkan lagi, ternyata Suami Wanita itu Pria yang berbeda! Jadi foto-foto yang selama ini ia perlihatkan bersama Istri bohongannya hanyalah editan belaka.

"Mau dewasa maupun muda, tidak menjamin tukang selingkuh, atau setia. Kan sudah ada contoh nyata di depan mata"

"Iya sih..."

"Pertimbangkan juga lo, kamu semakin harikan makin tua, kalau ada yang melamar jangan ditolak. Mama dulu pernah nolak, kamu juga pernah kan, kalau sekarang ada yang lamar, tidak boleh nolak. Kita tidak tahu takdir mau membawa kita kemana"

"Denger Meirtha, mumpung ada yang menjamin. Kalau ada apa-apa kamu bisa cerita ke Tante Erli. Kakak juga dulu gitu"

"Tetap tidak yakin" keluh Meirtha dengan wajah kusut. Kak Eva menyunggingkan senyum.

"Paham Kakak, namanya dijodohkan pasti rasanya akan seperti itu. Dulu kan kakak juga di jodohkan sama Tante Ruri. Rasanya memang begitu Meirtha..., iya apa tidak ya, terus ragu seperti itu. Nanti kamu Shollat Istikharah..." potong Kak Eva seyakin mungkin.

Ketika Eva pulang bersama Suaminya, Meirtha merasa kesal. Kenapa reaksinya malah bahagia gitu?! Bahkan Meirtha mulai tak punya minat menonton TV. Dia justru naik kelantai dua, menuju kamarnya. Sesuai nasehat sang Kakak. Meirtha Shallat Istikharah. Seusai Shallat ingatannya mengembara ke masa lalu.

Bukankah selama ini ia selalu Berdoa? Agar cepat menikah? Dengan alasan malas menjalin hubungan selain pernikahan yang menurut Meirtha sangat membuang-buang waktu. Jelas buang-buang waktu. Pacarnya Tora, memacarinya selama 3 tahun. Selama itu ia sangat setia terhadap Tora. Hanya karena orang tua Meirtha tidak setuju, Pria itu memilih mundur sebelum bertemu dengan kedua orang tua Meirtha.

Kalau mengingat masa itu, sungguh menyesal Meirtha, membela Tora dihadapan Ibunya. Ibu dan Anak ini sempat bersitegang karena membahas Tora. Yang wajahnya saja tidak pernah Ibunya lihat. Seandainya Meirtha tahu mereka di masa depan berpisah, tentu pertengkaran tersebut tidak akan pernah terjadi. Alasannya saja karena Ibunya tidak merestui. Kenapa tidak jujur saja kalau dia tidak mau membuang-buang waktu dengan hubungan mereka? karena dia sudah memilih Wanita lain, yang lebih mudah dijangkau.

Masa lalu Meirtha, membuatnya berpikir ulang tentang penolakan perjodohan ini. Bagaimana jika... peristiwa ini merupakan jawaban dari doanya selama ini? Bagaimana kalau doanya baru di Kun di tahun dan bulan Oktober ini?

Untuk jauh lebih menenangkan hati selain berbicara dengan Allah, Meirtha juga merasa butuh pendapat dari sahabat dekatnya Dea. Entah kenapa tiba-tiba semua orang memberikan dukungan soal ini. Padahal Meirtha merasa sebentar lagi ia akan melakukan kesalahan dalam hidupnya. Berbanding terbalik dengan apa yang dirasakannya ketika sedang menjalin kasih dengan para mantan.

Dalam kepala Meirtha mendadak muncul kata-kata. Sesuatu yang menurutmu baik bagimu, belum tentu baik menurut Allah bagimu. Dan sesuatu yang tidak baik menurutmu bagimu, belum tentu tidak baik menurut Allah bagimu.

"Dulu, aku dijauhkan dengan mereka. Karena Allah tahu, mereka semua bukanlah jodoh yang diciptakannya untukku. Lalu sekarang? sekarang apa? apakah dia yang Allah pilihkan untukku?"

" Atau dia...hanya akan menjadi salah satu deretan orang yang pernah singgah dalam hidupku ini? hamba harus bagaimana ya Rabb..."

Meirtha selalu berharap sejak hatinya selalu tersakiti. Tidak akan ada lagi ikatan dimasa depan yang akan terputus. Sekali lagi. Meirtha hanya manusia...dia tidak tahu masa depan seperti apa yang sedang menantinya. Kakak Eva dan temannya Dea sama-sama memberi ide agar Meirtha ta'aruf dengan Argha.

Tapi Meirtha tidak mengutarakannya kepada Tante Erli. Biarkan Ibunya saja yang mengutarakannya kepada Tante Erli. Lagi pula dimasa pandemi ini mengurus surat kematian tidaklah mudah. Ini masih dalam masa berkabung. Meirtha tidak ingin menambah pusing Ibunya. Beliau masih harus mengurus surat kematian Kakek Slasuka. Belum memikirkan tentang rumah yang mereka tinggali sekarang.

Mau tidak mau... keluarga Meirtha harus menyiapkan diri jika keponakan-keponakan Kakek Slasuka tiba-tiba datang meminta hak mereka. Hah, tidak habis pikir...ketika beliau masih hidup, adakah andil mereka dalam merawat Kakek Slasuka? tidak. Lalu setelah sekian lama. Setelah bertahun-tahun berselang, ada kabar Kakek Slasuka meninggal mereka bergerak mempertanyakan hak mereka?

Sungguh lucu bukan? hanya karena merasa ada hubungan darah...mereka berpikir ada hak. Tapi mereka tidak pernah berpikir tentang hak Almarhum ketika masih hidup. Yaitu hak untuk diasuh, dicukupi kebutuhan gizinya, karena beliau sudah menua. Menjenguk pun tidak. Inilah yang dinamakan keluarga, berasa seperti orang asing. Tapi orang asing justru sangat memperhatikan seolah keluarganya.