webnovel

Are You Really Virgin?

Jemari tangan Berlian mencengkram seprai ketika tubuhnya seperti tersengat aliran listrik akibat sentuhan Chiaki yang membuat otaknya seketika kosong. Sentuhan pria itu sungguh memabukkan membuat sesuatu dalam diri Berlian menginginkan lebih dari apa yang sedang mereka lakukan saat ini. Rasa gugup yang sempat mendera dirinya perlahan sirna, bahkan kini dirinya tak malu untuk mengekspresikan rasa yang tengah dirasakan olehnya lewat sebuah desahan yang terdengar begitu menggairahkan.

Keadaan mereka sudah sama-sama polos tanpa sehelai kain. Entah dikemanakan pakaian yang beberapa menit lalu masih melekat di tubuh Berlian, Chiaki dengan sangat lihai melucuti semuanya tanpa gadis itu sadari.

"Apa yang kau rasakan, Sayang?" tanya Chiaki. Suaranya serak dan berat, tatapan matanya pun sudah keruh oleh gairah.

Menikmati setiap jengkal tubuh Berlian yang begitu indah membuat sesuatu dalam dirinya meronta-ronta ingin segera dilepaskan. Siapa sangka ternyata Berlian memiliki tubuh yang meliuk indah, padat berisi di beberapa bagian yang tepat.

Sungguh maha karya Tuhan yang nyaris sempurna!

Berlian membuka matanya yang tak jauh berbeda dari Chiaki. Keruh oleh gairahnya sendiri. "Chiaki ... a-aku me-rasa sesuatu yang asing."

Ya, tentu saja asing. Dia merasakan kenikmatan itu baru dua kali. Pertama saat di mobil, dan saat ini yang kedua kalinya. Namun, kali ini sedikit berbeda. Sangat menuntut bahkan Berlian rasanya tidak sabar ingin mendapatkan hal dia sendiri pun tidak tahu apa itu.

Chiaki diam-diam tersenyum sinis. 'Masih berlagak sok polos rupanya dia,' cibirnya.

'Sekarang saatnya membongkar sandiwara mu, Berlian Virginia!'

Chiaki sudah memposisikan dirinya diantara paha Berlian. Sepersekian detik dirinya membeku dengan mata melotot ketika mendapati sesuatu yang membuatnya sangat terkejut bukan main.

"Li-Lian, are you really ... virgin?" tanyanya tak percaya.

Berlian membuka matanya yang sayu, menatap Chiaki lantas mengangguk lemah. "Ya."

Mulut Chiaki menganga, sulit mempercayai fakta yang baru saja terungkap. Gadis yang kini tengah berada dalam kungkungan dirinya itu masih suci, belum terjamah oleh siapapun. Penilaiannya yang begitu buruk terhadap Berlian terpatahkan oleh kenyataan bila keluguan serta kepolosan sang istri bukanlah sandiwara belaka.

"Chiaki?" Berlian melambaikan tangannya di depan wajah Chiaki yang tampak melamun.

Chiaki mengerjapkan mata, menatap Berlian dengan tatapan lembutnya.

"Ini akan sedikit sakit, Lian. Tapi, aku akan melakukannya dengan pelan. Jika kau merasakan sakit, aku akan berhenti."

Berlian mengangguk patuh. Sudah tidak ada lagi waktunya untuk memikirkan rasa sakit yang akan menyerang area sensitifnya, karena kenikmatan yang ditawarkan oleh Chiaki jauh lebih didambakan olehnya saat ini.

Akhirnya Chiaki membobol selaput dara Berlian dengan cara yang penuh kelembutan. Bahkan dirinya memperlakukan sang istri layaknya sebuah kaca yang akan pecah bila dirinya terlalu kasar.

Berlian sempat mengerang kesakitan, namun semua itu tak bertahan lama ketika kenyamanan juga kenikmatan perlahan dirasakan olehnya.

Mereka sama-sama mereguk kenikmatan yang tiada duanya. Kenikmatan berhubungan dalam ikatan pernikahan yang sah. Aktifitas yang seharusnya terjadi saat malam pertama pernikahan mereka, hingga keduanya melebur menjadi satu.

Chiaki keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit rendah di pinggangnya. Dia melangkah mendekati ranjang sembari mengeringkan rambut dengan handuk kecil, lantas duduk di sisi di mana Berlian tidur dengan posisi tengkurap.

"Lian, bangun! Apa kau akan melewatkan makan malam?"

Berlian melenguh, namun tak lekas membuka matanya. "Lima menit lagi, ok!"

Chiaki tersenyum lembut seraya menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah cantik sang istri.

"Ayo, bangun! Aku sudah siapkan air hangat, lebih baik kau berendam agar tubuhmu kembali segar!" titah Chiaki.

Perkataan Chiaki berhasil membuat Berlian membuka matanya tak percaya.

Apa dia tidak salah dengar? Chiaki menyiapkan air hangat untuknya? Tidak! Dia pasti salah dengar!

"Cepat! Aku akan memesan makan malam untuk kita!"

Chiaki beringsut ke bagian luar kamar hendak menghubungi Ben agar memesankan makanan untuk mereka.

Berlian tersenyum tipis dengan pipi bersemu merah. Dia pun bangun dari tidurnya, menurunkan kaki hendak beranjak dari peraduan.

"Aww! Sakit sekali!" desisnya. Dia menekan perut bagian bawah ketika merasakan sakit juga perih di area sensitifnya yang lembab.

"Lian, are you ok?" tanya Chiaki. Dia kembali masuk ke dalam kamar ketika mendengar Berlian menjerit kecil.

"Ya, aku baik-baik saja, hanya sedikit sakit di bagian ini." Berlian menunjuk area sensitifnya tanpa rasa malu.

Chiaki mengulum senyumannya melihat tingkah polos sang istri yang menggemaskan. Dalam sekali rengkuhan, pria itu mengangkat Berlian ala bridal style, lantas menurunkannya di dalam bath tube.

Lima belas menit kemudian, Chiaki telah selesai berpakaian. Dia hanya mengenakan celana kain pendek dengan kaos ketat berwarna hitam. Begitupun dengan Berlian yang tampak sudah membersihkan diri juga berpakaian.

"Apa makanannya belum datang?"

Chiaki mengalihkan pandangan dari laptop pada sang istri. "Entah, mungkin sebentar lagi! Apa masih sakit?" tanyanya. Tatapannya turun ke bagian pangkal paha Berlian.

"Ish! Jangan melihatku seperti itu!"

Berlian menutup wajah Chiaki dengan tangannya, tak kuasa menahan malu saat menyadari ke mana arah pertanyaan sang suami.

"Kenapa? Lagipula aku sudah melihat semua bagian dalam tubuhmu, Lian!"

Chiaki mengambil tangan Berlian, lantas meletakkan salep di atas telapak tangannya. "Obati punggungku yang terkena cakaran kuku-mu itu!"

Pria itu membuka kaosnya yang sontak membuat Berlian terbelalak. Banyak bekas cakaran yang meninggalkan bekas kemerahan juga luka akibat kuku panjangnya yang menancap cukup dalam di permukaan kulit punggung sang suami.

"Apa ini sakit?" cicit Berlian.

"Tidak. Apa kau ingin membuat lukisan lagi di punggungku saat mengekspresikan kenikmatan yang kau rasakan?" Chiaki menoleh sembari mengedipkan sebelah matanya.

Tok! Tok!

"Itu pasti makanannya datang!" seru Berlian. Dia berlari ke pintu untuk membukakan pintu tanpa menggubris pertanyaan sang suami yang membuat pipinya kembali bersemu merah. Namun ketika tangannya hendak menekan gagang pintu, tangan Chiaki menahannya.

"Ada apa?" tanya Berlian polos.

Chiaki mendengus kesal. "Apa kau akan membiarkan orang lain melihatmu berpakaian seperti itu?"

Berlian menatap dirinya sendiri, lalu meringis ketika menyadari bila dirinya hanya memakai kemeja kebesaran milik Chiaki untuk menutupi tubuhnya yang polos. Bahkan gadis itu tidak mengenakan bra, hanya memakai celana dalam.

Chiaki menggerakkan kepalanya. "Masuk kamar! Jangan keluar sebelum pelayan restoran pergi!" titahnya tak terbantahkan.

"Ish! Lagipula ini kesalahanmu, kenapa kau tidak menyediakan pakaian yang layak untukku di sini?" gerutu Berlian sembari berlalu masuk ke dalam kamar.

Dia keluar lagi dari kamar setelah pelayan restoran pergi, lantas langsung menyantap makanan yang menggoyang lidahnya dengan lahap.

Chiaki menarik sudut bibirnya membentuk senyuman penuh arti. "Makan yang banyak, karena setelah ini kau masih harus membayar kekalahan mu, Lian!"

Uhuk! Uhuk! Uhuk!