webnovel

BERAKHIR CINTA

Baru lulus sekolah Bela harus menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya yang bernama Raka yang tidak lain adalah kakak kelasnya ketika duduk di bangku SMA yang terkenal dingin dan cuek. Bela menikah tidak atas nama cinta melainkan karena keterpaksaan. Dimana keluarga besar Raka yang berasal dari orang kaya, tidak ingin nama baik keluarganya tercoreng hanya karena skandal mereka di masa lalu ketika masih sekolah. Bela harus menerima kenyataan kalau suaminya itu masih mendambakan cinta pertamanya yang bernama Dona. Bela berusaha menjadi istri yang baik dan belajar mencintai Raka ditengah getirnya menahan rasa sakit karena harus memperjuangkan seseorang yang tidak mencintainya.

clarasix · 若者
レビュー数が足りません
430 Chs

Bab 56 Dendam

Raka langsung melajukan mobilnya dengan kencang sekali setelah Bela turun dari mobilnya. Perasaan Raka yang sekarang tengah emosi karena tidak terima mendapatkan perlakuan kasar Bela itu membuatnya langsung meancap gas mobilnya. TIdak peduli dirinya sudah meninggalkan Bela sendirian di tengah jalan yang sepi itu.

"Awas saja kau. Aku akan membalas perlakuan kasarmu tadi."batin Raka sambil mengaca di spion mobilnya. Dia melihat keningnya memerah karena terkena tamparan kasar Bela tadi.

"Mamahku aja nggak pernah berbuat kasar sama aku, tapi beraninya kamu melakukan itu ke aku."Raka berkecamuk bercampur emosi sambil menyetir.

Bela kini berjalan entah kemana. Dia tidak tahu sedang berada di jalan mana sekarang. Tapi intinya jalan yang dia pijak saat ini berada terlihat lengang dan sepi dari orang-orang. Baru kali ini dia lewat jalan itu. Jujur dia juga merasa lega karena sudah keluar dari mobil yang panas itu tadi.

Perasaannya yang masih merasa sedih dan kecewa itu membuatnya hanya bisa menunduk. Kakinya yang terus berjalan dan matanya yang tidak henti-hentinya meluncurkan air mata membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas.

Rasanya dia ingin menangis disana sekarang. Perkataan demi perkataan kasar Raka tadi masih membekas di ingatannya. Rasanya sakit sekali, secara tidak langsung Raka tadi sudah merendahkan harga dirinya. Dia sudah paham maksud dari perkataan Raka itu.

"Kenapa dia sejahat itu sama aku. Dia nggak tahu yang sebenarnya. Lagian apa urusannya kalau aku disana. Lagian aku disana juga nggak ngapa-ngapain. Beda sama dia, dia disana pasti ngapa-ngapain. Kenapa ngurusin aku sih. Aku juga nggak ngurusin dia kenapa ada disana."ucap Bela sambil meracau berjalan sendirian. Tetesan air matanya terus berjatuhan.

"Aku benci sama dia. Baru kali ini ada laki-laki yang merendahkanku seperti tadi. Pokoknya aku nggak mau ketemu sama dia lagi. Pokoknya aku nggak mau."teriak Bela dengan kencang sekali.

Semenjak kejadian itu, Bela sudah membuat janji pada dirinya sendiri untuk tidak akan menemui dan berurusan dengan Raka lagi. Baginya Raka adalah laki-laki jahat yang sudah berani merendahkan dirinya dengan kata-kata tidak pantas. Meskipun sebelum-sebelumnya Raka sudah banyak membantunya, tapi dengan kejadian ini Raka benar-benar sudah membaut hatinya terluka. Sangat terluka sekali.

Bela terus berjalan mengikuti arah jalan yang dia tapak itu. Berhubung tidak ada orang yang melintas di jalan itu, akhirnya dia memutuskan untuk terus berjalan tanpa arah. Dilihatnya kanan kirinya itu hanyalah pepohonan dan rumput ilalang liar disana.

"Hiksss. Kamu nggak boleh sedih mikirin orang gila itu."Bela menyeka air matanya dan sesenggukannya mulai terdengar.

"Semangat Bela. Kamu harus buktikan ke dia kalau kamu itu nggak seburuk itu. Kamu harus sukses, buktikan sama dia."Bela mengepalkan tangannya.

Bela lega sekarang. Akhirnya kini dia sudah berjalan di jalan yang dia kenali. Dia terus berjalan untuk pulang. Di tengah panas terik matahari yang sudah membakar kulit putih mulusnya itu, dia tidak peduli. Rasa panas itu tidak sebanding dengan rasa sakit yang dia rasakan dari ucapan menyakitkan Raka tadi.

"Lega akhirnya sampai di rumah juga."Bela sudah masuk ke dalam rumahnya dan langsung meletakkan tasnya ke sembarang tempat. Kemudian dia menjatuhkan tubuhnya di lantai sambil menatap langit-langit rumah.

Sesampinya di rumah Bela langsung merebahkan tubuhnya di lantai. Sakit memang punggung dan kakinya sekarang, dan langsung tiduran di lantai yang keras itu. Tapi mau gimana lagi dirinya masih dipeuhi keringat yang begitu bayak karena berjalan cukup lama tadi. Tidak memungkinkannya untuk langsung tidur di kasurnya.

Bela memejamkan matanya untuk melepas rasa penatnya tadi. Disaat itu pula dia kembali mengingat Raka. Seketika dia langsung membukakan matanya dan seolah-olah langsung murka karena ingat Raka lagi.

"Pergi kamu. Pergi."teriak Bela dengan keras untuk mengusir bayang-bayang Raka.

"Kamu kenapa Bel?"tiba-tiba Bibi Devi datang dengan tiba-tiba menciduk Bela yang tiba-tiba berteriak tadi. Bibi Devi mengira Bela mengusir dirinya.

"Eh bibi. Bukan maksud aku mengusir bibi. Tadi Bela hanya berakting saja."Bela mencari alasan.

"Akting-akting. Akting segala."Bibi Devi tidak percaya.

"Ini makanan untuk kamu. Kebetulan bibi tadi sudah beli saat istirahat kerja tadi."ucap Bibi Devi sambil membawa bungkus makanan ke dapur untuk diletakkan disana.

"Ya bi. Gimana bi kerjanya tadi?"tanya Bela sambil mendekai bibi Devi.

Hari ini adalah hari dimana bibinya sudah bekerja di toko roti Bu Mery. Jujur Bela lega sekali karena sekarang bibinya itu sudah mendapatkan pekerjaan. Setelah sebelumnya sudah mencari kemana-mana pekerjaan tapi tidak dapat juga.

"Lancar kok."jawab Bibi Devi.

"Oh ya, tadi gimana penampilan kamu di sekolah?"Bibi Devi langsung menatap Bela.

Kebetulan sebelumnya Bibi Devi sudah mengetahui kalau Bela hari ini akan tampil di acara wisuda kakak kelas di sekolahnya itu. Sebelumnya juga, Bela sempat stress sendiri karena terus kepikiran sama penampilannya nanti. Sehingga keluarganya di rumah pada ikut merasakan kegundahan dan kegelisahan hatinya itu.

"Berjalan lancar kok bi."Bela langsung tersenyum.

"Syukurlah. Bibi ikut senang dengarnya."

"Ya sudah kalau begitu bibi mau kembali lagi bekerja. Oh ya adikmu mana? Belum pulang?"Bibi Devi berhenti sebentar untuk menanyakan keadaan Rian.

"Oh dia masih sekolah bi. Aku kan hari ini nggak ada pelajaran jadi pulang lebih awal."kata Bela.

"Terus kamu tadi pulangnya gimana? Jalan kaki?"Bela langsung terdiam. Dia kembali teringat dengan Raka tadi di dalam mobil. Tidak mungkin kalau dia memberitahukan bibinya kalau hari ini dia sempat membonceng Raka. Kalau tahu pasti marah.

"Oh itu bi, aku jalan kaki tadi."jawab Bela dengan gelagapan.

"Ya sudah sana kamu istirahat saja. Pasti kamu capek. Bibi mau kerja lagi."bibi Devi langsung pergi.

"Hati-hati bi."

Bela senang sekali melihat perjuangan bibinya dalam merawatnya dan adiknya. Disela-sela sibuk bekerja, bibinya masih memikirkan dan menyempatkan untuk membawakan makanan untuknya.

Kebetulan dia memang lapar setelah pulang sekolah tadi, jadi melihat makanan itu langsung membuat perutnya tidak bisa berhenti untuk protes. Bela melihat satu persatu makanan itu.

"Astaga aku lupa ngasih tahu Rian, kalau aku sudah pulang. Nanti takutnya dia jemput aku malah."Bela menepuk jidatnya karena lupa.

Sebelum makan, Bela menyempatkan untuk memberitahu Rian lewat pesan terkirim. Dia ingin memberitahu Rian kalau dirinya sudah pulang. Supaya nanti dia tidak dijemput.

Bela langsung menyantap makanan itu. Kebetulan dia sangat lapar sekali. Jadi dia tidak mau membuat perutnya terus berteriak lagi.

"Uhuuukkkk."tiba-tiba disaat Bela makan itu terlintas wajah Raka di depannya.

Entah ada kekuatan darimana bayang-bayang Raka masih menghantui dirinya. Bela dengan cepat memejamkan matanya sembari mengusir bayang-bayang Raka itu di ingatannya.