webnovel

Benang Putus

Anonim, hidupnya tidaklah spesial, pikirnya. Ia adalah orang yang pesimis pada hidupnya, ia sudah tidak peduli dengan hidup orang lain, maupun dirinya sendiri. Pikirannya selalu merasa terbebani oleh masalah orang lain, sayap kebebasannya seakan telah direnggut secara paksa. Yang Anonim selalu mimpikan adalah, bisa merasakan ketenangan dan kedamaian.

"Terus berusaha agar bisa mencapai kesuksesan," adalah hal terbodoh yang pernah dipercayainya. Hidupnya terasa sia - sia setelah menyadari kalau usaha kerasnya selama ini hanya terus menyiksa tubuhnya tanpa berbuah manis.

Tidak bisa menangis, kering sudah air matanya.

Tidak bisa tertawa, tak ada alasan melakukannya.

Tidak bisa marah, tiada obyek yang bisa ditujukan.

Tidak bisa tersenyum, bibirnya terasa berat untuk diangkat.

Tidak bisa cemberut, orang lain pasti akan bersikap sok khawatir padanya.

Anonim selalu memasang muka datar, tiada lagi ekspresi lain yang bisa dipertunjukkannya. Tidak peduli seberepa sering orang di sekitarnya terus mengkritiknya, Anonim sudah tidak punya hati untuk menerima semua omong kosong tersebut.

Tidak ada orang yang mempercayainya

Tidak ada yang membutuhkannya.

Tidak ada yang memiliki rasa peduli padanya.

Tidak ada yang mendukungnya.

Tidak ada yang menghargainya.

"Semakin tinggi cobaan hidup, semakin besar pula peluang untuk masuk surga," akan tetapi Anonim tidak merasa seperti itu. Ia justru berpikir kalau, "Ya, itu jika orang tersebut bisa bersabar dalam menghadapinya, kalau tidak? Celakalah dia!"

Benarkah tuhan memang ada?

Benarkah tuhan selalu melihat?

Benarkah tuhan menyayangi makhluknya?

Benarkah tuhan memberikan yang terbaik?

Benarkah tuhan ada di sisinya?

Cacat, sakit, sulit. Tiada orang yang mengerti perasaan Anonim, ia dipaksa terus - menerus untuk bisa dalam berbagai hal, tidak lain dan tidak bukan hanya agar keluarga bisa aman di masa mendatang. Sebegitu kejamnya takdir yang telah diberikan kepada Anonim, selalu saja hal tolol terus - menerus terjadi. Sesuatu yang seharusnya bisa didapatkan dengan mudah, mendadak malah tak tergapai hanya karena lidah egois seseorang.

Dibenci oleh teman.

Dibenci oleh guru.

Dibenci oleh keluarga.

Dibenci oleh orang di sekitar.

Dibenci oleh kehidupan itu sendiri.

Tidak adakah orang yang menyukai perdamaian, tak ada salahnya untuk saling pengertian satu sama lain. Sama - sama punya kaki, tangan, dan pikiran yang sehat, mengapa harus memaksa orang lain untuk melakukan hal yang tak ingin dilakukannya? Kenapa si penyuruh tidak melakukan hal itu sendiri. Perbudakan, penganiayaan, penistaan, selalu saja orang saling merendahkan yang lainnya sedang ia merasa bahwa dirinyalah yang paling hebat sehingga harus dihormati.

Apa itu hidup? Kalau saja hatinya sudah mati rasa.

Apa itu sehat? Kalau pikiran masih terus tidak bisa tenang

Apa itu kenikmatan? Kalau penyesalan selalu membekas dan rasanya pahit.

Apa itu kebersamaan? Orang lain hanya mendekati lainnya saat mereka sedang butuh.

Apa itu cinta? Jikalau kata tersebut hanya dipakai untuk membudak orang bodoh.

Depresi membuat pikirannya terbelah menjadi dua, tidak… empat, seterusnya bertambah. Suara berisik selalu saja mengganggunya, saat makan, mandi, tidur. Kapan pun dan dimana pun Anonim berada, ia tidak bisa merasa tenang, berbeda dengan orang - orang sepantarannya.

Adakah tujuan untuk hidup?

Tidak, Anonim bahkan tak ingin untuk meneruskannya. Sia - sia, alur hidupnya hanyalah sebagai tumbal agar bisa dijadikan pembelajaran bagi orang lain. Ada namun tak dianggap, hadir namun tak dipedulikan, Hilang tiada yang mencari. Semuanya hanyalah gurauan, sandiwara, drama. Selalu melakukan yang terbaik, sekalinya salah langsung beterbangan ucapan yang tidak pantas. Berlagak kuat dalam menghadapi setiap masalah, bukan berarti orang akan kagum. Semuanya akan tetap fokus pada diri sendiri, rasa ego tidaklah terkalahkan.

Anonim sudah mencoba untuk mengakhiri hidupnya sendiri, akan tetapi tuhan menolak. Anonim lantas terus memohon agar ia bisa berhenti tersiksa, sayangnya waktu itu tidak kunjung datang. Anonim pun hanya bisa terdiam, mendengarkan suara berisik di kepalanya.

Sampai kapan pun juga, Anonim tidak akan bisa tenang.

Saat ia masih hidup, maupun setelahnya….