webnovel

Chapter 51 - "Sambut dia" (2)

Frey mengernyitkan dahi melihat benda yang ada di atas meja. Ikatan pada karung dibuka dan menampilkan benda yang ada di dalamnya.

"....Apa ini?" tanya si pemuda itu.

Tidak ada satupun yang tau benda apa itu selain Valias.

"Di duniaku benda ini disebut senapan."

Semua mata tertuju pada Valias. Valias mengerutkan kening. Pikirannya yang sedang berantakan membuatnya tidak berpikir jernih. Dia belum pernah berada di kondisi seperti itu sebelumnya. "Maksudku, dewa menyebut benda ini sebagai senapan." Dia akhirnya memanfaatkan omong kosong itu lagi sebagai pemberi jalan keluar.

"Senapan?" tanya Frey mengulang. Merasa asing dengan kata itu. "Lalu? Benda apa ini?"

"Sebuah senjata," jawab Valias. "Benda ini menggunakan bubuk mesiu dan pemantik. Jika bagian ini ditekan, benda di dalamnya akan terlempar." Dia menunjuk pada bagian pelatuk.

"Aku benar-benar kehilangan jiwa roh ku ketika melihat benda itu untuk pertama kalinya. Aku lebih memilih melihat Kei tersenyum daripada melihat benda aneh itu." Radja menggaruk kepalanya. Tidak menyadari lirikan tajam Kei. Oza di sebelahnya mengutuk kebodohan pria itu. Ditambah tentang bagaimana dia menggunakan kata jiwa dan roh di satu kalimat.

".....Benda ini ada di Hayden?" Frey tidak mengerti.

Valias mengangguk. "Ada banyak hal yang Anda tidak ketahui, Yang Mulia."

Frey mendengar itu dan menutup wajahnya frustasi.

"Bukankah kau bersikap tidak seperti calon raja selayaknya?" Oza mencemooh.

Biasanya Frey akan merasa tersinggung atau ciut. Tapi kali ini suasana jiwanya sedang buruk. Mendengar cemooh Oza Frey bukanlah tersinggung dan justru semakin menunjukkan kefrustasiannya.

Terus terang dia mulai merasa lelah menjadi raja. Pada akhirnya Valias lebih tau berbagai hal daripada dirinya. Dia mulai berpikiran untuk menunjuk Valias sebagai Raja Hayden menggantikannya.

Tapi Valias tidak akan bisa melakukan itu. Mengemban posisi raja tidaklah mudah. Valias tidak akan sanggup. Dengan tubuh itu. "Jadi, dewa memberitahumu tentang keberadaan benda ini di Hayden?" Frey melepaskan tangannya dari wajahnya. Melihat ke arah Valias.

"Ini—"

"Tunggu tunggu tunggu." Oza di tempat duduknya mengangkat kedua tangannya. Memotong Valias yang hendak menjelaskan. "Aku baru saja mendengar sesuatu yang aneh." Wajahnya memasang ekspresi tercengang dengan kernyitan kecurigaan di kening.

"Dewa, katamu?" ulangnya.

Valias dan Frey langsung melihat ke arah Oza. Valias ada di depan Oza tapi Frey ada di bangku sofa yang berbeda. Alister yang berdiri di belakang tempat duduk Valias juga melirik ke arah anggota kelompok Kei itu.

"Apa? Dewa? Kenapa tiba-tiba bicara tentang dewa?" Radja memasang ekspresi bingung.

Frey kembali menutup wajahnya. "Kalau teman-teman Kei akan mulai ikut terlibat dalam rencanamu, bukankah mereka harus tau tentang berkatmu itu?"

Valias mendengar ucapan Frey mulai berwajah masam. Kei yang berdiri di sebelah sofa yang diduduki Valias menyangkutkan matanya pada laki-laki itu.

Valias menghela nafas tanpa suara.

Ada sungguh banyak kesalahpahaman yang terjadi di hari ini dan dia mulai kehilangan ambisinya untuk meluruskan. Jika memang menggunakan omong kosong akan mempermudahkannya maka dia akan menggunakan omong kosong itu.

"Ya. Aku menerima pesan dari dewa."

""......""

Oza dan Radja melongo.

"Dewa benar-benar ada???????" Oza bersuara tidak percaya. Tampak tidak menerima itu.

Valias menaikkan alisnya. Dia pikir semua orang di dunia itu dewa.

"Ini gila. Selama ini aku percaya bahwa orang-orang Hayden hanyalah orang-orang bodoh yang percaya pada hal yang tidak nyata." Oza mengeluh. Memasang wajah tidak terima.

Alister melihat itu tersenyum terhibur di tempatnya.

Reaksi apa yang akan dimiliki anak itu jika dia melihat elf?

"Cukup tentang itu. Mari bahas tentang benda ini."

Valias mengalihkan topik. Tapi Oza lebih dulu kembali memotong. "Tunggu! Kau tidak bisa meninggalkan hal itu begitu saja!" serunya protes. "Bagaimana? Bagaimana kau menerima pesan dewa? Apakah yang menyembah dewa akan mendapat pesan dari mereka? Pesan apa? Bagaimana dewa berkomunikasi dengan manusia?"

Valias baru akan menjawab tapi Frey lebih dulu bersuara. Tampak seolah hendak membalas dendam. Bagaikan dirinya akan menemukan kepuasan jika dia merebut posisi Valias untuk memberi penjelasan pada Oza. "Tidak. Manusia tidak sewajarnya menerima pesan dari dewa. Manusia tidak bisa berkomunikasi dengan dewa dan dewa tidak berinteraksi dengan manusia. Maka dari itu— Valias adalah sosok yang berharga. Kau harus mengikuti kata-katanya."

Frey bersuara dengan penuh kepuasan hati. Seolah beban di hatinya hilang dengan sekedar merebut hak menjawab Valias. Sedangkan Valias merasa kepribadian Frey sedikit berubah. Pemuda itu tidak bersikap seperti biasanya.

Valias tidak tahu bahwa Frey sedang mencapai titik batas frustasinya.

Mengalami banyak tekanan dari para tetua penasehat kerajaan. Banyak menerima kritik dari para orangtua itu. Dia lalu melihat Valias yang seolah lebih pantas menjadi raja Hayden daripada dirinya—dengan pengetahuan dan berkat dewa yang dia punya—Valias bagai sosok raja ideal untuk Hayden. Frey melihat Valias seperti itu.

Kemudian dia sudah melihat bagaimana orang-orang lebih menghormati Valias daripada dirinya. Hal itu membuat semangat Frey menurun. Dan mencapai tahap dimana dia tidak akan protes jika Oza mengajaknya berkelahi.

Anak itu ingin beradu pedang dengan Frey? Frey akan meladeninya.

Oza yang baru mendengar rentetan ucapan Frey langsung memelototi Valias yang ada di depannya. "Jadi, kau akan menjadi pembawa pesan Hayden? Kau akan menjadi pembimbing warga Hayden?"

Oza bersuara tidak mengerti. Sedangkan Valias kembali dibuat mendengar kata pembimbing. Mengingat tentang kesalahpahaman yang ada dan mulai merasa tidak senang lagi. Berkata. "Aku tidak akan mengemban posisi itu dan tidak akan melakukan itu."

Dia menggunakan kesempatan yang ada untuk mengalihkan topik lagi. "Cukup tentang dewanya. Aku ingin membahas benda ini."

"Ini adalah replika senapan. Bangsawan Baran bersama Viscount Marma Vasant memiliki ide untuk menciptakan senjata baru." Dia menjelaskan. Mengingat penjelasan di buku yang diberikan oleh penulis.

Di dalam buku itu sang penulis memberikan beberapa paragraf penjelasan.

'Orang-orang di dunia ini hanya menggunakan pedang, tombak, panah, dan perisai sebagai senjata. Tapi kemudian beberapa sosok memiliki ide untuk membuat senjata baru.

Di masa depan, jumlah senjata itu akan bertambah semakin banyak. Digunakan oleh Marma untuk menjadi senjata mutakhirnya. Membuatnya tidak terkalahkan sebagai pemegang kekuasaan di Hayden.

Senjata ciptaan Marma itu, adalah salah satu alasan pecahnya Hayden.' "Ini adalah senjata yang memiliki nilai efektivitas tinggi, Yang Mulia. Mudah digunakan, dan akan memiliki nilai jual yang tinggi. Tapi," Valias memandangi benda di atas meja itu dengan mata datar. "Saya tidak ingin benda ini ada di Hayden."

Frey mendengar itu menaikkan alisnya. Sejak awal Valias bicara dia sudah tertarik pada yang dikatakan sebagai senjata itu. Namun kemudian dia dikejutkan dengan ucapan Valias tentang ketidakinginannya akan keberadaan benda itu. "Kenapa?"

"Senjata ini hanya akan menciptakan masalah di Hayden. Hayden tidak membutuhkan senjata seperti ini."

Oza mengerutkan keningnya. "Bukankah kau bilang Hayden akan perang? Kenapa tidak menciptakan senjata yang kuat untuk Hayden melawan kerajaan kerajaan lain?"

Semua orang melihat kemuraman di wajah Valias setelah mendengar perkataan Oza.

"Kita tidak melawan kerajaan lain. Kita hanya akan bertahan."

Oza membulatkan matanya. Mulutnya mengeluarkan protes. "Kenapa tidak? Kau tidak ingin menguasai kerajaan lain? Kau akan membiarkan kerajaanmu diserang tanpa balas menyerang? Kau pikir bertahan saja sudah cukup??"

Valias diam tidak menjawab sebelum mulutnya kembali terbuka. "Hayden menyerang balik bukanlah yang aku mau."

Oza memandang Valias dengan mata memicing. Tapi Valias tetap dengan wajah tegasnya.

Frey perlahan ikut bicara. "Tapi kenapa, Valias? Bukankah bagus jika Hayden bisa menggunakan benda senjata ini?"

Dia melihat Valias menggeleng. "Hayden menggunakan senapan sebagai senjata bukanlah yang saya mau."

Valias teringat dengan deretan komentar protes dari para pembaca novel situs yang dia baca.

"Apa sih? Latar fantasi kok pake pistol? Gak sesuai dong... Gimana sih authornya?"

"Apaan. Gak jelas banget. Masa tiba-tiba pake senapan? Senapannya juga dari mana?"

"Novel jelek. Authornya gak jelas."

Valias menghela nafas di dalam hati mengingat rentetan komentar protes pembaca itu.

Keberadaan senapan di dunia novel ini membuatnya tidak nyaman. Tapi di saat yang bersamaan,

Orang-orang akan dengan sangat mudah membunuh seseorang dengan senjata ini.

Benda seperti senapan tidak boleh ada di dunia Kei Patra. Semua orang harus tetap menggunakan senjata lazim mereka. Juga sihir sebagai pelengkap. Tapi senapan tidak boleh sampai ada.

"Kita harus menghilangkan benda ini dari Hayden, Yang Mulia. Dan tidak membiarkan kerajaan lain membuat senjata serupa."

Frey terdiam.

"Apakah itu yang dewa katakan padamu?"

Valias mengedikkan bahu. Dia tidak peduli jika Frey menganggapnya begitu.

Frey diam sebelum mengangguk. "Aku mengerti. Kita akan mengikuti ucapanmu."

"Bukankah kau raja? Kenapa kau justru menuruti ucapannya?" kernyit Oza protes.

Hal itu mengundang pandangan mengawasi dari Alister tapi Oza menyadarinya dan tetap tidak peduli.

Dia hanya takut pada Kei. Dia tidak punya rasa hormat pada siapapun selain laki-laki itu.

Frey melirik Oza dengan mata gelap tapi dia mengacuhkannya. Dia akan membiarkan anak itu berkata semaunya.

Valias merasakan ketegangan yang ada dan membuka mulutnya. "Beritahu aku bagaimana kalian mengambil benda ini."

Perhatian Oza teralihkan tapi Radja sudah lebih dulu menjawab. "Sangat mudah! Penjaga-penjaga mereka sangat lemah hingga aku hanya perlu menggunakan satu tanganku untuk menyingkirkan mereka ke dinding. Bentuk bangunannya sangatlah sederhana sampai kami bisa langsung menemukan keberadaan benda yang kau sebutkan dan membawanya pergi tanpa kesulitan sama sekali," tawa Radja lebar.

"Dan kami juga mencuri barang-barang mereka." Oza di samping Radja menyeringai sembari memejamkan mata mengangguk-angguk puas.

Yang mereka ambil adalah kantung uang, persediaan senjata, dan bahkan makan malam para penjaga. Mereka merasa sangat puas hingga tidak merasa masalah jika Valias meminta mereka melakukan hal serupa di masa depan.

Valias mendengar itu perlahan tersenyum.

"Kerja bagus."

Oza mendengar itu dan terdiam. Tidak pernah menyangka ucapan kerja bagus dari seseorang akan membuatnya begitu bangga pada dirinya sendiri.

"Itu bukan apa-apa." Suara Oza ketus. Menolak untuk melihat wajah Valias. Sedangkan Radja di sampingnya justru semakin menceritakan bagaimana dirinya menggunakan tubuh besarnya. Mengundang ketersiapan orang-orang yang ada di sana. Tubuh Radja begitu besar hingga siapapun yang melihatnya akan merasa terintimidasi.

Tapi tidak dengan Kei dan teman-temannya. Mereka tidak menunjukkan reaksi ketika melihat fisik berbeda Radja.

Begitu juga dengan Valias. Bangsawan muda itu tidak terlihat bergidik sama sekali ketika melihat Radja untuk pertama kalinya. Hal itu mengundang ketertarikan Radja pada sang putra bangsawan.

Valias membenahi pakaiannya dan perlahan memberdirikan tubuhnya. "Kalau begitu, urusan kita malam ini sudah selesai. Kalian bisa pulang. Kami akan menyimpan benda ini dan Yang Mulia Frey akan menyiapkan imbalan untuk kalian."

Dia berujar dengan senyum. Frey tercengang dengan bagaimana laki-laki itu menyudahi diskusi mereka begitu saja. Tapi kemudian dia menyetujui keputusan putra count itu. Dia ingin beristirahat. Untuk pelampiasan emosinya di hari esok.

"Hmph. Aku juga tidak sudi berada di tempat ini terlalu lama. Hei. Pegang ini. Bos. Tolong gunakan ini."

Yang ada di tangan Oza adalah tiga perkamen sihir. Tidak banyak yang bisa menggunakan sihir itu. Hanya Vetra. Tapi entah bagaimana kelompok Kei memiliki teknik sihir itu.

"Kau pikir hanya kau yang memiliki bawahan yang pintar? Kami juga memiliki mage muda yang lebih berbakat." Oza menyeringai mencemooh.

Oza dengan Kei dan Radja merobek perkamen di tangan mereka. Lingkaran sihir menyelubungi mereka dan di waktu berikutnya mereka tidak lagi berada di ruangan Frey.

Sebelum ketiganya menghilang, Valias menyadari seseorang yang memperhatikannya. Itu adalah Kei. Valias memberikan senyum kecilnya dan hanya dibalas dengan mata datar oleh si pemuda. Kei akhirnya terpindah bersama kedua rekannya.

"Ha. Hari gila lainnya." Frey di tempatnya menutup wajahnya dengan telapak tangan. Mendesah frustasi. Alister yang melihat itu menaikkan alisnya dan merasa terhibur. Frey menunjukkan sisi bukan-raja nya dan itu membuat Alister menyeringai tertarik.

"Anda terlihat berbeda dari biasanya, Yang Mulia. Anda terlihat lebih frustasi."

Ucapan Valias membuat Frey memelototi pemuda itu. Tidakkah Valias tau bahwa dia lah alasan dari kedepresian Frey?

Frey menghela nafas. "Lupakan itu. Aku baik-baik saja." Dia menoleh ke arah meja. Dimana benda yang disebut sebagai senapan oleh Valias masih ada di sana. "Apa yang harus aku lakukan dengan itu?"

Valias ikut menoleh. Memandangi benda itu sebentar sebelum membuka mulutnya. "Saya akan menyimpannya."

"Kau?"

Valias mengangguk. Dia menghampiri benda itu. Memandanginya. Sebelum membungkusnya dengan kain karung. Mengikatnya.

Dia ingin mengangkatnya tapi rupanya bobot karung dan model senjata api itu lebih berat dari dugaannya.

Dia mengerutkan kening. Ingin mengangkatnya lagi, tapi sebuah tangan lebih dulu muncul di depannya. Alister memasang senyum dan membawa karung itu di bahunya.

Valias mendongak kepada Alister yang terlihat lebih kuat darinya meskipun dengan umur tuanya. Valias memasang wajah masam. Menjauhkan dirinya dari Alister

Tanpa sadar sisi kekanakannya keluar.

"Kami akan ke Kediaman Bardev," ucap Valias.

Frey mengangguk. "Aku akan memanggil mage."

Valias menggeleng. "Tidak perlu."

Dia mengambil kantung kecil di sakunya. Mengeluarkan dua lembar kertas.

"Nona Vetra membuat ini untukku."

Frey tersenyum masam. Membuat wajah mencemooh. "Dia sangat perhatian padamu."

Valias mengedikkan bahu. Memberikan lembar kertas lain untuk Alister. Dan mereka berdua pun terpindah ke dalam ruangan Valias. Valias beristirahat di dalam kamarnya malam itu. Hanya untuk diculik oleh Wistar di keesokan paginya.

04/06/2022

Measly033