webnovel

Chapter 46 - Dia datang untuk kalian (4)

"Bolehkah aku tau kenapa?"

"Ceritanya panjang."

Valias melihat Durah yang terlihat tidak nyaman. Berdebat dengan dirinya sendiri apakah dia harus menceritakan masa lalunya atau tidak. Hal yang menimpa keluarganya. Hal yang membuatnya berakhir di kota kumuh perbatasan Solossa. Menjadi pedagang kain. Menjadi seorang penipu. Hal yang sebelumnya tidak pernah terbersit di kepalanya.

Semua bermula ketika ayahnya menjalin hubungan dengan beberapa bangsawan. Membentuk tali pertemanan. Ayahnya tau bahwa Solossa adalah kerajaan yang diisi oleh bangsawan tidak bermoral. Ayahnya bermimpi untuk merubah itu.

Tapi para bangsawan itu justru menyudutkan ayahnya. Memfitnahnya. Menjadikannya kambing hitam. Hingga ayahnya berakhir di tiang gantungan. Ibunya bunuh diri dan dia sebagai anak tunggal hidup sendirian di kota kumuh tanpa siapa siapa. Mencari cara untuk bertahan. Memulai bisnis dengan sisa harta modal yang dia punya. Membuat kerjasama dan relasi hanya dengan sendirian. Memutuskan untuk menjadi penipu dan memperkerjakan anak-anak di bawah umur yang dia beli dari Hayden setelah menerima penawaran dari pria bernama Lout.

Lalu, Valias muncul. Durah pikir, jika memang Valias punya beberapa rencana. Durah ingin membantu. Dia ingin menghancurkan Solossa. Membalas bangsawan-bangsawan itu. Membuat rencana balas dendam. Dia ingin menggiring raja Solossa, yang mulia Joan Nazar, juga para bangsawan-bangsawan busuk itu ke tiang gantungan. Seperti yang terjadi pada ayahnya.

Jika Hayden ingin menghancurkan Solossa dan membuat wilayahnya menjadi bagian dari mereka, maka Durah akan membiarkannya. Dia tidak memiliki kepedulian pada penduduk Solossa. Mereka semua busuk. Mereka dengan mudah percaya dengan apa yang diucapkan para bangsawan tentang ayahnya. Mendukung para bangsawan ketika mereka memberi usulan pada raja untuk memberi hukuman mati pada ayahnya.

Durah mengepalkan tangannya.

Valias melihat itu dan mulai membuat beberapa dugaan di dalam kepalanya. Valias bicara. "Nona ingin meruntuhkan Solossa?"

Wajah Durah terangkat. Terkejut dengan suara Valias setelah tenggelam dengan pikirannya. "Y, ya..."

Itu hanya sebuah keinginan terpendam. Dia tidak punya kekuatan untuk melakukan itu. Dia tidak peduli dengan balas dendam. Dia hanya ingin hidup. Melindungi darah bangsawan Burk yang kini hanya ada di dalam dirinya seorang sampai detik terakhir. Dia ingin menjalin hubungan dengan seseorang dan meneruskan darah Burk meski bukan lagi sebagai bangsawan dan hanya penduduk bawah biasa.

Dan dia ingin yang menjadi pasangannya adalah Kei.

Durah menunduk dengan mata melihat ke arah Kei. Kedua tangannya bertaut. Pipinya masih merona malu.

Kei tidak tau apa yang sebenarnya ada di dalam kepala wanita itu. Yang dia inginkan hanyalah mengenyahkannya atau dirinya lah yang akan pergi.

"Kita bisa melakukannya."

"Ya?"

Durah mengeluarkan suara terkejut. Kei yang duduk di sebelah Valias langsung menolehkan wajahnya pada pemuda yang kini memakai jubah dan berambut hitam itu. Alister yang mengemudi pun menaikkan alisnya tanpa dilihat oleh siapapun. Dia memasang telinganya. Ingin mendengar lebih jauh hal yang akan diucapkan Valias.

"Melakukannya, maksudnya," Durah bersuara tidak mengerti.

Valias tidak memiliki niatan untuk merebut kerajaan lain atau apapun itu. Tujuan yang dia punya hanyalah untuk menyelamatkan semua orang.

Tapi bagaimana jika Frey tertarik untuk memperluas wilayah Hayden?

Valias rasa mereka bisa melakukannya. Dengan Kei dan teman-temannya di pihak mereka.

Valias melirik Kei. Kei menyadari itu dan langsung menautkan alisnya. Valias tersenyum kecil.

Tapi itu belum saatnya.

Tidak perlu mengambil alih kerajaan. Cukup mengambil apa yang seharusnya menjadi milik Hayden. Anak-anak Hayden. Mereka harus kembali ke tempat tinggal mereka. Menjadi harta karun kerajaan mereka sendiri.

"Kita bisa melakukannya. Tapi kita tidak akan melakukan itu. Belum saatnya." Valias bicara dengan senyum di wajahnya. Tangannya meletakkan gulungan di atas kedua pahanya. "Untuk sekarang kami hanya ingin mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milik kami."

Suara Valias bergema di telinga ketiga orang yang ada di kereta gerobak.

Alister yang duduk di depan tersenyum.

Bisa melakukannya? Dari mana kepercayaan diri itu berasal?

Bagaimanapun merebut sebuah kerajaan bukanlah hal yang mudah. Kenapa tuan mudanya bisa begitu percaya diri?

Tapi jika benar dia bisa melakukannya, aku ingin melihat bagaimana dia akan mewujudkan itu.

Senyum Alister melebar tanpa siapapun bisa melihatnya.

"Jadi, tuan tidak memiliki niatan untuk melakukan sesuatu pada Solossa?" Durah bertanya ragu ragu. Diam-diam memiliki kekecewaan.

"Tidak. Tujuan kami hanya memulangkan anak-anak itu." jawab Valias.

Walaupun sebenarnya sekaligus mengawasi Solossa, memata-matai mereka.

Melihat kelemahan mereka dan mempersiapkan apa yang perlu dipersiapkan jika memang benar Hayden ingin memperluas kekuasaannya.

Reaksi seperti apa yang akan muncul pada Frey?

Valias bertanya-tanya soal itu.

Tanpa Valias ketahui Kei menyangkutkan matanya pada dirinya.

Mereka keluar dari wilayah kumuh perbatasan. Tiba di kota yang lebih enak dipandang. Bangunan-bangunan dari semen. Toko-toko dengan barang-barang jualan masing-masing.

"Tuan. Kita ke belokan sana." Suara Durah memberi arahan.

Alister membawa kereta mereka ke depan gerbang sebuah bangunan. Bangunan yang paling besar dibandingkan dengan bangunan-bangunan lain. Tapi penampilannya tidak memiliki kemewahan sama sekali.

Alister turun dari kereta. Mengusap sebuah tonjolan kaca yang ada di dinding gerbang. Tidak lama kemudian, pintu bangunan yang berada cukup jauh dari gerbang bergerak terbuka. Menunjukkan sosok pelayan muda. Seorang anak laki-laki dengan rambut yang sedikit panjang dan diikat ke belakang dengan pita berwarna hitam. Anak itu terlihat gugup. Tapi dia memberanikan dirinya untuk berjalan menghampiri gerbang. Berhadapan dengan Alister.

"Apakah ada yang bisa kami bantu?" tanya anak itu.

Alister memberikan senyumnya. "Kami ingin bertemu dengan tuanmu."

"Tuan?" Pelayan muda itu berwajah bingung bercampur cemas.

Ini pertama kalinya seseorang datang bertamu. Ditambah, yang tengah ada di hadapannya sekarang adalah seorang pria tua dengan pakaian pelayan yang sudah bisa dilihat tingkat kualitasnya. Berkali-kali lipat lebih tinggi dari pakaian yang dia kenakan.

Selain sang pelayan tua, ada kereta. Kereta yang pernah dia lihat di kala dirinya pertama dibawa keluar dari ruangan bawah bangunan. Dibawa keluar sebuah gerbang. Lalu digiring hingga dirinya sampai di bangunan ini. Bersama empat orang anak lainnya. Bekerja melayani seorang bangsawan pria yang tinggal sendirian dan menghabiskan waktu dengan mabuk. Satu-satunya pemasukan yang dia punya adalah dengan membuka toko di sebuah kota di Solossa. Bangsawan itu cukup sering pergi keluar, dan kembali dengan uang dan botol alkohol.

Miel bekerja untuk bangsawan itu dan hanya mendapat sedikit makanan setiap harinya. Mereka merasa mereka bukan lagi manusia melainkan hewan ternak.

"Tuan Ringen ada di dalam. Tapi saya tidak merasa beliau akan menerima kedatangan tamu." Miel berucap.

"Itu yang dia katakan, tuan muda." Alister membalikkan tubuhnya ke arah Valias. Miel melihat Valias mengeluarkan sesuatu dari kantung di balik jubahnya. Sebuah perkamen. Dia hendak bangkit tapi Durah lebih dulu menghentikannya.

"Biar saya, tuan muda." Dia mengulurkan dua tangannya pada Valias. Valias memandangi wajah perempuan itu sejenak sebelum dengan senyum lembut menyerahkan kertas di tangannya pada perempuan itu. Durah bangun dari duduknya. Turun dari kereta dan menyerahkan perkamen pada anak di balik jeruji gerbang.

"Serahkan ini pada Tuan Ringen. Lihat apa yang akan dia lakukan."

Miel menerima perkamen dari tangan Durah dengan ragu-ragu. Dia memandangi perkamen tergulung di tangannya sebelum kembali memandang Durah. Melihat wajah yakin wanita itu. Miel menggigit bibirnya dan berbalik pergi setelah mengucapkan pamit.

Valias menunggu di atas kereta dengan Kei di sisinya. Valias menoleh dan melihat Kei tengah menyangkutkan matanya pada bangunan yang ada di depan mereka. Alisnya bertaut.

Tidak lama kemudian Valias merasa dirinya mendengar beberapa keributan dari arah bangunan tempat anak tadi kembali. Sebelum kemudian seorang pria dengan pakaian bangsawan yang cukup mewah namun terlihat kampungan keluar dari pintu. Dia tampak berdiri diam dengan wajah syok di tempatnya. Melihat ke arah orang-orang yang ada di gerbangnya. Dia terlihat menyadarkan dirinya sendiri dan memanggil seseorang untuk keluar. Anak yang tadi pertama mereka lihat keluar dengan ekspresi harap-harap cemas. Keduanya berjalan ke arah gerbang. Sang bangsawan yang dipanggil Ringen bergerak dengan sedikit tergesa-gesa.

Miel menggeser gerbang hingga terbuka. Membuat Valias bisa dengan lebih jelas melihat Miel juga bangsawan yang menjadi tuan sementaranya itu.

"T, tuan tuan ini, berasal dari Hayden, apa yang orang-- ah, kepercayaan Raja Hayden lakukan di sini?" Baron Ringen bicara dengan senyum namun tidak mampu menyembunyikan kegugupannya. Kedua tangannya diusap-usapkan dengan satu sama lain di depan dadanya.

"Kami ingin melihat empat anak lain yang dijadikan pekerja olehmu." Suara Valias terdengar seraya dia menurunkan dirinya dari kereta disusul oleh Kei di belakangnya. "Apakah bisa?"

Valias bertanya dengan sopan namun tatapan tajam dari sosok pemuda dengan pedang dan pria tua dengan pakaian pelayan di sisi orang yang barusan berbicara itu membuat Ringen tau bahwa dia tidak punya peluang untuk menolak.

"Y- ya. B, boleh, tuan." Dia menjawab ragu-ragu. "Bolehkah saya tau atas tujuan apa?"

"Tuan kami tidak ingin menjawab. Lebih baik tuan mengijinkan kami untuk bertamu ke kediaman Anda, Tuan Ringen."

Alister memberikan senyumnya. Ringen melihat itu tidak sanggup berkata-kata. Dia menelan ludah dan dengan kikuk menggeser tubuhnya ke samping. Dengan ragu-ragu berkata. "Silahkan masuk."

Alister tanpa suara menggeser pintu besi gerbang lebih terbuka. Membalikkan tubuh ke arah Valias. "Anda bisa masuk lebih dulu, Tuan Muda."

Valias mengangguk melihat tundukkan kepala Alister. Tanpa suara melangkahkan kakinya ke dalam gerbang. Melewati Ringen yang masih berdiri menyamping dengan kecemasan yang dia punya. Dirinya bergidik begitu melihat Kei yang berjalan melewatinya. Pemuda itu sempat memberinya lirikan tajam. Membuat Ringen tau dirinya tidak boleh sampai macam-macam atau sesuatu akan terjadi padanya.

Valias berhenti begitu dirinya sampai di depan pintu. Menunggu Ringen untuk mempersilahkannya masuk. Ringen menyadari itu dan dengan kikuk memberikan Valias sambutan untuk masuk ke dalam kediamannya. Yang menyambut Valias adalah furnitur kusam. Tidak ada kemewahan di dalamnya. Warna kain sofa sudah luntur dan tidak ada hiasan di dalam ruangan besar bangunan selain sebuah lukisan seorang wanita dengan payung menutupi wajahnya.

"Tolong duduklah, Tuan Muda."

Valias mendudukkan dirinya di salah satu sofa. Kei memberdirikan dirinya di sisi Valias begitu juga dengan Durah yang bediri di sebelah Kei. Diam-diam menahan perasaan membuncah di dalam dirinya.

Dia sudah sempat bertemu pandangan mata dengan Ringen. Baron itu mengenalinya dan mengerutkan kening melihat kebersamaannya dengan tamu dari Hayden nya. Tapi Durah mengabaikannya. Bersikap tidak tahu.

Ringen mengepalkan tangannya. Menoleh ke arah Miel. "Kau. Siapkan minuman."

"Itu tidak perlu, Tuan Ringen. Kunjungan kami di sini tidak akan lama." Suara Valias menarik perhatian orang-orang di dalam ruangan. "Ada yang ingin kami sampaikan."

Mata Valias memberitahu Ringen untuk duduk. Ringen merasa ragu tapi kemudian dia menyadari mata tajam Kei. Dia menelan ludah dan mendudukkan dirinya di sofa di depan Valias.

"Aku ingin melakukan pertukaran."

"Pertukaran?" Ringen bertanya tidak mengerti terhadap ucapan yang Valias berikan.

Valias mengangkat wajahnya. Menatap Ringen tepat di matanya. "Kami ingin anak-anak Hayden kami kembali ke rumah mereka."

Ringen memahami kata-kata Valias di kepalanya. Anak-anak Hayden. Anak-anak yang menjadi pekerja di kediamannya. Anak-anak yang tidak diberi makanan yang cukup dan dijadikan bahan pelampiasan emosi olehnya. Meskipun dia memiliki lima anak pekerja tapi sebenarnya yang bekerja hanyalah Miel. Keempat anaknya lebih kecil dan mereka hanya disimpan di dalam sebuah ruangan. Menunggu waktu dimana seseorang menerima tawaran Ringen untuk menjadikan anak-anak itu budak mereka.

Budak untuk sesuatu yang tidak akan disukai Kei.

Ringen meremas tangannya yang lain. "Tuan, menyebutkan penukaran. Penukaran apa yang Tuan maksud?"

Jika seseorang menyebutkan penukaran, maka pihak pertama akan menyerahkan sesuatu dan pihak lain akan menyerahkan hal lain sebagai gantinya. Tamu di depannya menyebut penukaran. Meminta Ringen untuk mengembalikan anak-anak Hayden yang dia beli. Lalu apa yang akan tamu di depannya itu tawarkan sebagai gantinya?

Valias memandangi Ringen yang memandanginya ragu-ragu. Valias memasang senyum. "Kau akan memiliki kesempatan untuk membuka bisnis di Hayden."

Ringen membulatkan matanya. "Bisnis? Di Hayden?"

Valias mengangguk.

Penawaran yang akan Valias berikan pada para bangsawan Solossa sebagai ganti pengembalian anak-anak Hayden adalah kesempatan untuk membuka bisnis di Hayden. Hal yang tidak seharusnya terjadi. Karena Hayden menolak orang Solossa dan begitu juga dengan orang Solossa yang menolak orang Hayden.

Tapi berbeda jika orang Solossa mendapat ijin langsung dari Raja Hayden. Dan perkamen di tangan Valias menunjukkan hal itu.

"Apakah Tuan akan setuju?"

Ringen terdiam tidak mampu berkata-kata. Kepalanya memproses hal yang baru saja dia dengar.

Bisnis di Hayden. Kesempatan yang besar. Dia tidak boleh melewatkannya. Kesempatan untuk memperoleh sesuatu yang lebih dari yang dia miliki sekarang.

Dan hal yang harus dia berikan hanyalah pengembalian anak-anak yang sebelumnya dia beli dengan nilai yang tidak sebanding dengan tawaran yang baru saja dia terima.

Ringen menelan ludahnya.

"S, setuju."

"Baiklah kalau begitu." Valias mengeluarkan sebuah kotak dari balik jubahnya sembari tersenyum. Kotak yang dia ambil dari kantung serut Vetra. "Berikan persetujuanmu."

Valias meletakkan kotak di tangannya di atas meja. Yang langsung terbuka begitu Valias menekan sebuah tonjolan di sana. Sebuah merah cap. Ringen harus meletakkan jarinya di merah kotak itu dan menekankan jarinya di atas kertas.

Ringen menelan ludahnya. Meyakinkan dirinya sendiri bahwa yang tengah muncul di depannya bukanlah mimpi. Hidupnya benar-benar akan berubah. Dia akan keluar dari bangunan kediamannya yang jelek. Dan membangun kediaman yang baru.

Dia meletakkan tangannya di kotak, dan menekankan jarinya ke kertas di atas meja.

Dia melihat Valias mengambil kertas dan kotak dari atas meja. Memasukkannya ke sebuah kantung yang seketika Ringen tahu merupakan kantung yang sudah diberi sihir.

Sihir. Hal yang bisa dilakukan oleh segelintir orang. Orang-orang yang bisa menggunakan sihir adalah orang-orang yang berasal dari kota mage. Kota itu tidak menerima pendatang. Sebagai gantinya para mage dari kota itu beberapa akan memilih untuk meninggalkan kota dan memperkerjakan diri mereka di istana sebuah kerajaan. Ringen belum pernah melihat sihir seumur hidupnya. Dia tidak pernah menginjakkan kakinya di istana, dan tidak pernah melihat mage dengan kedua matanya sendiri.

Benda yang ada di tangan Valias, menarik perhatiannya.

"Bawa kami ke tempat kau menyimpan anak-anak itu." Valias tersenyum memberikan perintahnya.

04/06/2022

Measly033