webnovel

Chapter 13 - Kau sudah membuka mata? (1)

Abimala merasakan tubuhnya mengambang di ruangan gelap lagi. Dia ingat merasakan hal serupa di hari pertama dia tidur setelah menjadi Valias.

Aku pingsan lagi?

Dia membiarkan dirinya bermain dengan pikirannya sendiri di dalam kegelapan dimana hanya dirinya yang memiliki warna.

"Kau baru saja melakukan sesuatu yang tidak seharusnya terjadi."

Dia terkejut mendengar sebuah suara.

Ketika dirinya membuka mata, sosok dirinya di dalam tubuh Valias muncul dengan jelas berdiri di depannya. Valias melihat dirinya sendiri namun dengan ekspresi dan mata yang belum pernah dirinya miliki.

Itu ditujukan padaku?

Sososok lain dirinya itu, berwajah datar. Namun ujung bibirnya terangkat sedikit meski dengan mata kosong.

"Kau tau sesuatu."

Valias ingin mengucapkan sesuatu tapi dirinya seolah berada di dalam air dan dia tidak bisa mendengar suara keluar dari mulutnya.

"Siapa kau?"

HA.

Valias membuka matanya tiba-tiba. Tubuhnya terasa kaku. Dirinya juga merasa tegang setelah mimpi tadi. Valias ingin bangun tapi berbagai rasa nyeri mengejutkannya. Kepalanya sakit. Lengan kanannya nyeri. Tubuhnya begitu kaku hingga sulit digerakkan. Tenggorokannya juga terasa serak. Abimala belum pernah merasa tidak nyaman seperti itu.

Oh Tuhan. Sakit sekali.

Tanpa sadar air matanya keluar. Abimala tidak pernah mengeluarkan air mata. Tapi kali ini dia begitu merasa sakit hingga air mata akhirnya menunjukkan betapa sakitnya yang tengah dia rasakan.

"Kau bangun?"

Valias mengernyitkan dahinya mencari asal suara. Frey Nardeen, sang putra mahkota, calon raja selanjutnya, terduduk di sebuah kursi di sisi ranjang yang ditiduri Valias.

Valias ingin berbicara. Tapi suara tidak keluar sama sekali.

"Tunggu." Valias mendengar suara dentingan disambut dengan suara air mengalir ke dalam sebuah wadah kaca.

"Aku akan membantumu." Valias melihat bagaimana kedua tangan putra mahkota menggapai bahunya dan membantu dirinya duduk bersandar ke mahkota ranjang.

Valias masih merasa begitu pusing dan nyeri serta kaku. Tapi dia juga ingin minum. Dia tidak bisa minum dengan tubuh berbaring.

"Kau bisa memegangnya sendiri?"

Valias merasakan betapa lemasnya seluruh tubuhnya. Apalagi tangannya. Dia tidak yakin. Dia mencoba menggerakkan tangannya tapi dia merasa seolah dia harus mengerahkan seluruh tenaganya.

"Istirahatkan tanganmu. Aku akan membantu." Frey meraih cangkir yang sudah ia isi air dan membantu Valias meminumnya.

Ah..

Valias langsung merasa lebih baik setelah merasakan air itu membasahi dan menyejukkan tenggorokannya.

"Ha.." Valias menghela nafas.

"Kau tampak begitu buruk. Aku tidak akan heran kalau kau mati tiba-tiba."

Valias mendengar itu dan merasa tidak percaya.

"Sa-ya?" Suaranya masih begitu serak dan kasar. Frey membantunya minum lagi.

"Kau sudah tertidur selama seminggu. Keluargamu sudah kembali ke wilayah Bardev. Pelayanmu, Alister satu-satunya yang menemanimu di sini. Tapi dia sedang menyiapkan makanan karena dia menebak kau akan segera bangun. Kau memiliki pelayan yang sangat bagus, Valias Bardev."

Valias tidak bisa tidak terkejut mendengar lamanya dia sudah kehilangan kesadaran.

Seminggu? Buka sehari atau dua hari tapi, seminggu?

Bagi seseorang yang tidak pernah pingsan, mendengar bahwa dirinya, sudah tidur selama seminggu itu terlalu sulit dipercaya.

"Kau tidak sadar dengan kondisimu sendiri ya? Perlu aku berikan cermin?"

Frey menghampiri salah satu sisi ruangan dan kembali dengan suara roda yang didorong.

"Lihatlah."

Valias melihat bagaimana wajahnya begitu pucat dan sungguh tidak sedap dipandang mata. Dia cukup heran dengan tatanan rambutnya yang cukup rapih mengingat bagaimana rambut pendeknya yang selalu berubah berantakan setiap dia bangun tidur.

"Pelayanmu dengan rajin menyisir rambut dan memijat tubuhmu agar tidak kaku setiap harinya. Aku mulai berpikiran untuk merebut pelayan itu darimu. Tapi sepertinya kau lebih membutuhkannya daripada aku." Frey mengeluarkan kekehan sambil menyingkirkan cermin ke sisi dinding.

"Aku mendengar bahwa kau akan segera bangun dan memutuskan ke sini. Ada sesuatu yang ingin kubicarakan tapi sepertinya kau belum siap diajak berbincang."

Valias belum bisa menghilangkan kerutan di dahinya. Merasa begitu pusing dan ingin tidur lagi.

"Tidurlah. Pelayanmu akan datang sebentar lagi."

Valias merasa begitu lelah dan langsung membiarkan tubuhnya terlelap begitu saja.

"Astaga." Frey langsung meraih tubuh yang hampir terjatuh ke atas lantai itu. Pintu terbuka, dan pelayan sang tuan muda berambut merah yang kembali terlelap itu muncul. "Hai. Bisa bantu aku?"

Alister mengangguk dan mempercepat langkahnya sebelum mengambil tubuh Valias dari tangan Frey.

"Dia tidur lagi."

"Saya rasa tuan muda kami masih terlalu lelah."

"Aku pikir aku masih tidak bisa mengharapkan jawaban darimu?"

Alister memasang senyumnya dan mengangguk khusyuk.

"Sepertinya tidak, yang mullia."

"Ha. Pelayan yang tidak kenal takut, dan tuan muda misterius keluarga Count. Menarik. Aku akan berkunjung lain kali."

"Tentu, yang mulia." Frey mendengus tanpa menghilangkan senyum seringainya. Alister melihat pintu yang tertutup dan mengembalikan pandangannya pada Valias yang matanya terpejam.

Dua hari pertama, tuan besarnya dan anggota keluarga yang lain masih di istana mengawasi Valias. Tapi sebagai seorang Count, Hadden harus kembali mengurusi tugasnya. Akhirnya mereka kembali lebih dulu dan meminta Alister menemani Valias di istana.

"Aku benar-benar tidak ingin meninggalkan Valias. Aku ingin membawa Valias kembali ke wilayah kita. Tapi putra mahkota memaksa. Aku tidak tahu apa yang putra mahkota ingin bicarakan. Tapi, tolong jaga anakku. Aku titipkan Valias padamu."

Hadden berucap padanya dengan wajah penuh sesal. Ruri dan Dina menitipkan surat untuk tuan mudanya.

Alister sudah berada di istana selama seminggu dan sudah diajak berbincang dengan beberapa pelayan juga koki istana. Bolak-balik mengambil air hangat untuk mengelap tubuh Valias. Alister melayani mereka semua dengan senyum ramahnya.

Tuan mudanya itu akhirnya keluar dari mansion setelah satu tahun menutup diri.

Dan yang terjadi setelah dia keluar adalah ini.

Kulit yang sudah pucat semakin pucat. Jika Alister tidak mendengar deru nafas Valias dengan pendengaran tajamnya dan melihat naik turunnya dada Valias, Alister akan berpikir kalau tuan muda yang baru dia layani selama satu tahun itu sudah mati.

Alister mengamati tuan mudanya yang baru saja dia baringkan. Tadi Alister melihat pergerakan tangan dan kelopak mata Valias. Jadi dia memutuskan untuk ke dapur menyiapkan makanan. Tak menyangka akan berpapasan dengan putra mahkota Frey.

"Boleh aku masuk?"

Alister mengamati putra mahkota Frey yang datang seorang diri. Dan terlihat begitu tidak sabar untuk memasuki ruangan. Alister mengangkat sebelah alisnya.

"Tentu, yang mulia. Sepertinya tuan muda Valias akan segera bangun."

Frey tidak menjawab dan hanya memamerkan senyum lebar sebelum membuka kenop pintu. Alister melirik pintu yang tertutup.

Di hari-hari pertama, ketiga saudara keluarga kerajaan Hayden mengunjungi ruangan Valias dalam periode tertentu. Kemudian, sejak Hadden dan yang lainnya pulang belum ada yang mengunjungi Valias lagi.

Lalu hari ini putra mahkota kembali.

Alister dengar tuan mudanya terluka dan kehilangan banyak darah melindungi keluarga kerajaan. Alister tidak tahu cerita persisnya. Tapi kemudian dua orang ksatria istana menghampiri kereta keluarga Bardev tempat Alister dan orang-orang dari mansion berdiam diri.

Alister dibawa ke sebuah ruangan dan pemandangan yang terlihat adalah Valias yang sudah terbaring pucat di atas ranjang dan keluarga count yang dia layani serta putri Azna dengan seorang tabib dan dua pelayan kerajaan mengisi ruangan luas itu.

Alister tidak mengatakan apa-apa. Menungggu Hadden bicara padanya.

Dan di sanalah Alister sekarang. Kembali mengamati Valias, menunggu kapan sang tuan mudanya akan terbangun. Sup krim kentang yang tadi dia buat terletak begitu saja di atas meja. Alister menghabiskan waktunya mengamati jendela, menonton orang-orang berlalu lalang di bawah sana. Istana di sisi itu tidak seramai kediaman Bardev. Dimana siapapun akan bisa melihat para ksatria berlatih di area pelatihan.

Alister dengan tenang membiarkan tubuhnya menghadap jendela hingga akhirnya dia merasakan pergerakan dari tempat Valias berbaring.

"Tampaknya Anda sudah bangun."

Valias mengerjapkan matanya.

"Air, tuan muda." Alister membangunkan tubuh Valias dan menempelkan cangkir pada mulutnya.

Valias sudah merasa jauh lebih baik. Pusingnya hanya sedikit. Tangannya agak kebas tapi dia sudah tidak terkejut dengan nyerinya. Tubuhnya masih agak kaku dan sulit digerakkan tapi dia bisa merilekskan tubuhnya.

"Sepertinya tadi aku sudah sempat terbangun?"

"Benar. Putra mahkota Frey datang berkunjung."

Valias mengangguk. "Aku sudah tidur selama seminggu?"

"Tepat, tuan muda. Mungkin tuan muda berkenan memberi tahu pelayan ini apa yang terjadi? Tuan muda yang saya layani akhirnya keluar dari kediaman Bardev dan langsung terluka hingga hilang kesadaran selama satu pekan. Saya harap saya bisa mendengar jawaban yang memuaskan."

Valias hampir tertawa mendengar rentetan ucapan Alister.

Mau bagaimana lagi?

"Keluargaku sudah pulang?"

"Ya. Nyonya dan noda muda menitipkan surat."

Valias menerima dua kertas terlipat seraya bertanya-tanya apakah dia akan bisa membacanya atau tidak.

Tapi dia bisa membacanya. Tulisannya seperti buku-buku yang ada di ruang baca.

<Ayah, ibu, dan kedua adikmu akan pulang lebih dulu. Beristirahatlah hingga kau merasa lebih baik dan barulah kembali. Alister akan menemanimu. Putra mahkota akan mengajakmu bicara. Tidak perlu takut. Jawablah sesuai keinginanmu. Kami akan menanti kepulanganmu. Kami menyayangimu.

Ruri.>

<Kakak. Aku akan pulang duluan. Kakak beristirahatlah sampai sembuh. Aku akan menunjukkan kakak apa yang kupelajari setelah aku pulang. Aku rindu kakak.

Dina.>

Valias tersenyum membacanya. Memberikan dua kertas itu lagi pada Alister yang kemudian melipatnya dan memasukkannya kembali ke dalam kantung jasnya.

Valias terdiam sebentar sebelum memutuskan untuk bertanya. "Apa saja yang terjadi selama aku tidur?"

"Ada baiknya tuan muda makan dulu. Perut anda tidak terisi selama sepekan. Pelayan ini akan menyiapkan makanan yang baru." Alister mendorong tubuh Valias untuk kembali berbaring. Sebelum Valias mengatakan sesuatu, suara Alister terdengar berbisik di sampingnya.

"Ada yang aneh dengan putra mahkota dan saya punya dugaan ada orang yang mengawasi ruangan ini. Saya tidak tahu apa yang tuan muda rencanakan, tapi bersiaplah untuk mendengarkan perkataan pelayan ini."

Alister membungkuk, mengambil nampan makanan di atas meja dan keluar dari ruangan.

Valias berbaring memandang langit-langit.

Entah mau percaya atau tidak, Valias berpikir kalau dirinya sedang berada di cerita novel yang dia baca.

Novel situs web dengan rating rendah dan sedikit pembaca, tapi temannya begitu suka, dan akhirnya Abimala baca selama lima tahun. Novel situs itu menambah chapter barunya setiap rabu sore dan akhirnya membuat chapter epilognya.

Ceritanya agak tidak masuk akal dengan berbagai kejadian yang bisa muncul tanpa alasan pasti. Seolah-olah sang penulis memiliki banyak ide untuk dimasukkan ke dalam cerita, tapi tidak tahu bagimana cara menulis cerita dengan baik.

Abimala akan membaca chapter-chapter itu dengan wajah datar mengangguk bahwa cerita seperti itulah yang menarik dengan betapa temannya itu mendorongnya untuk membaca cerita situs itu. Abimala tidak pernah membaca novel jadi dia pikir bahwa novel tersebut memang termasuk novel bagus.

Valias tidak menyadari situasi itu karena nama Valias, Hadden, Alister, dan orang-orang di mansion Bardev tidak familiar dengannya.

Tapi Chalis, Frey, dan Wistar Nardeen..

Valias ingat nama-nama itu muncul beberapa kali di cerita.

Valias memiringkan kepalanya melihat cahaya langit siang terlihat dari jendela.

Beberapa menit kemudian Alister masuk menyajikan makanan di atas nampan. Alister berlutut di sisi ranjang dan menyuapi sup hangat pada Valias. "Apakah tuan muda siap mendengarkan pelayan ini?"

Valias mengangguk.

"Yang mulia raja telah meninggal."

Valias menunjukkan wajah terkejut.

"Apa penyebabnya?"

"Racun, tuan muda. Panah itu tampaknya dilumuri racun. Ini kasus yang belum pernah terjadi sebelumnya."

Dalam cerita itu, digambarkan bahwa membunuh seseorang dengan racun adalah hal yang belum pernah terpikirkan oleh masyarakat. Makanya cara mengatasi infeksi racun belum ditemukan. Chalis meninggal karena racun itu. Bahkan orang-orang tidak tau kalau ada racun di panah itu.

Alister mengamati tuan mudanya yang terlihat terkejut dengan kabar yang dia sampaikan. Alister tidak percaya begitu saja, dan memutuskan untuk menikmati momen itu. "Sepertinya putra mahkota akan berkunjung lagi. Tuan muda bersiaplah."

Alister selesai menyuapi Valias dan mengambil sebuah kotak dari dalam laci meja di sebelah ranjang. Membuka kotak itu dan mengambil sebuah kotak kecil. Kotak kecil itu terbuka. Mengeluarkan wangi bunga mawar.

"Apa Anda tau apa ini, tuan muda?"

Valias menoleh pada kotak kecil berisi sesuatu berwarna merah di tangan Alister.

"Apa?"

Alister tersenyum. "Tuan muda terlihat begitu pucat. Alister ini akan memberikan sedikit pewarna pada wajah tuan muda."

"Apa?"

Valias memandang kotak itu.

Maksudnya seperti make up?

Istilah yang bukan hal asing bagi Abimala yang ketika disebut, Abimala akan langsung mengaitkannya dengan perempuan-perempuan yang paling familiar dengan sang istilah.

Sebenarnya Valias juga pernah memakai make up sebagai Abimala di salah satu event kuliahnya. Teman-temannya menunjuknya untuk menjadi bahan percobaan dalam acara lomba make up khusus cowok.

Teman temannya mengajukan diri mengikuti lomba sebagai perwakilan jurusan, dan mereka menunjuk Abimala untuk menjadi yang di-make-up.

Tanpa orang-orang sangka, temannya pandai memakaikan make up pada seseorang karena dia bilang dia harus mendandani adik perempuannya yang tidak pandai berpenampilan sebagaimana perempuan pada umumnya.

Valias teringat masa lalu sebelum mengangguk. Alister mulai mengusapkan pewarna merah pada bibir dan pipinya. Lalu membuka kotak kecil lain dan mengusapkan isi kotak itu pada bawah mata Valias. Rambut Valias disisir dan diikat dengan pita hitam.

Suara ketukan terdengar. Valias menoleh pada Alister dan dibalas dengan anggukan. Alister menghampiri pintu dan membukanya. Putra mahkota muncul dari balik pintu.

"Selamat sore, Valias Bardev. Kau sudah membuka mata?"

04/06/2022

Measly033