Gue lagi main domino di kelas bareng Dimas dan temen - temen gue. Wayah kagak ada guru, daripada gabut mending mengasah otak ye kan?. Jangan sok suci, kalian juga dulu kayak gini.
"Gimana lu sama Dakota?," tanya Ridho sambil lempar kartu balak 3.
"Yah elah gitu. Lagi di jagain jodoh orang," jawab gue sambil milih kartu.
"Banyak yang cantik - cantik, Sat," kata Dimas sambil lempar kartu 3 buntut 6.
"Cat! Lu lempar kartu yang bagus dikit kek!," kata gue sambil menyelipkan satu kartu di telinga gue.
"Paling ya, Sat. Kalau dia putus lagi sama Ifan eh nempel lagi sama lu!," kata Titus sambil lalu melempar kartu 6 buntut 5.
"Ah gue mah santuy aja," jawab gue dengan melempar kartu balak 5.
"ABANG SAT!"
Ada suara petir di siang bolong pemirsah!, apakah ini tanda kiamat sudah hampir dekat. Perasaan gue jadi kacau balau nih, hanya pengen beresin akte, KK sama surat pentingnya lalu lari.
"Penggemar lu, Sat! Lola!," ucap Dimas.
Itu anak kayak bayangan gue, bahkan bayangan gue aja sempat lepas buat ngopi dulu! Lah dia nempel mulu. Gue curiga ini anak mengandung kutub magnet, karena ketarik mulu ke gue yang seperti Iron Man.
Dia nimbrung, menggeser paksa gue dan duduk nempel kayak perangko. Maaf saya bukan amplop!.
"Ngapain sih lu!," keluh gue kesal.
"Temenin, Bang Sat"
"Lu kagak lihat ada banyak orang disini, temen gue udah banyak!"
"Kalau tambah Lola jadi tambah banyak"
"Ya. Hahaha pepet terus Lol," sahut Titus.
Bukan malah jauh, dia malah beneran makin mepet. Njirrr gue lama - lama gepeng kayak emping.
"Lu ngapain mepet?!"
"Di suruh sama Kak Titus, Bang Sat"
"Arrggghhh"
Udah Lola bikin ribet, masuk satu cewek lagi. Mantan gebetan yang pernah gue puja - puja tapi malah menyakiti hati gue.
"Satria"
Dia menatap Lola sinis lalu menarik kasar Lola hingga ia terjatuh. Dengan cepat Dakota ngambil posisinya tadi, tapi malah makin mepet. Alhasil gue terjepit di tembok, anjay gue kayak cicak! Nemplok!.
Lola berdiri, seakan enggak mau nyerah, dia pun membalas Dakota dengan menarik lebih kasar hingga Dakota terpental menjauh.
Bakkkkk
Dakota pun enggak terima, dia pun balas Lola dengan cara yang sama. Sedang gue bertahan dengan nafas terjeda, tersengal dan di senggol - senggol.
"Eh lu santai dong!," bentak Dakota.
"Kan Kakak duluan!"
"Lu ngapain deketin Satria"
Brakkk,
Lola di lempar dan di jatuhkan lagi ke lantai. Teman - teman gue yang tadi pada pergi menjauh, hanya Deny yang stay. Mereka itu sangat Bar - Bar, seperti manusia purba yang belum masuk peradaban, mereka berasa di hutan! Bebas! Dan Liar!.
Gara - gara itu kelas jadi ramai, kelas sebelah pun datang.
Lola Lola!
Dakota Dakota!
Maju maju Nankatsu!
Gue pun gerah!, gue merasa lelah di perebutkan. Gue pun bangung dan berdiri di tengah mereka, gue tangkan tangan mereka berdua dan gue bawa ke dalam pelukkan gue.
"Tenang - tenang semua kebagian," ujar gue menenangkan di dalam pelukkan.
Woooo Narsis banget Loh Sat!
Teriak anak satu kelas. Tapi maaf kalian lihat sendiri buktinya ya. Gue enggak belagu, tapi emang nasib gue se baik itu. Ck susah emang kalau keturunan Captain America.
"Lu itu enggak usah nempel," kata Dakota sambil mendorong Lola.
"Kakak yang menjauh sana!," kata Lola sambil mendorong balik.
Busehhh udah gue peluk masih aja dorong - dorongan kayak anak TK.
Mereka semakin Bar - Bar sampai gue ikut ke dorong - dorong kayak troley belanja.
"Menjauh sana dari Bang Sat"
"Eh satu sekolah juga tahu kalau Satria sukanya sama gue"
"Tapi kan Kak Dakota sudah pacaran sama Kak Ifan"
"Gue udah putus!"
Jawaban Dakota mendiamkan kami semua. Dia putus? Dia putus lagi sama Ifan? Lalu kembali ke gue?. Gue pun merenung sejenak. Yah, di pikir gue petilasan kali!, di dudukin sejenak untuk mencari wangsit lalu pergi.
"Dakota, keluar dari kelas gue," ujar gue, yah mungkin gue sudah lelah.
"Sat?," dia bengong sambil memandangi gue.
Gue pun mengambil tangannya dan mengajaknya keluar.
Kita berdua berdiri di depan pintu, serius dia cantik tapi entah kenapa hati ini tidak semenggebu dulu, cinta ini tidak sebiru dulu.
"Jangan terus di dalam nanti malah makin ribut. Nanti kalau ketahuan guru kita kena masalah"
Gue melihatnya beberapa detik lalu berpaling dan hendak masuk kembali. Tapi tangan gue di tahan, lalu di tarik perlahan ke hadapannya lagi.
"Maafin aku, aku udah gegabah dulu memutuskan balikkan sama Ifan. Nyatanya dia enggak bisa bikin aku ketawa seperti kamu, Sat"
Iya memang gue sukses membuat dia tertawa, tapi dia juga sukses membuat hati gue terluka.
"Maaf, Ta. Gue enggak pakai alasan kamu terlalu baik untuk aku. Tapi, kayaknya gue hanya bisa sebatas membuat lu tertawa saat itu bukan setiap saat"
"Sat, Maafin gue, iya gue tahu lu pasti terluka banget. Gue akan tebus semuanya"
"Cinta itu bukan barang gadaian, Ta, jadi tidak usah di tebus.
Gue mendekat dan mengusap pipinya dengan ibu jari gue.
Kalau membuat tertawa, gue pun bisa selalu membuat tertawa setiap saat bahkan bukan cuma lu tapi untuk semua orang. Tapi Maaf kita belum bisa seperti kemarin. Kayaknya Lola udah mulai membekas buat gue. Take care ya"
Dia bengong dengan mata yang berair, lalu gue balik ke kelas.
Okay, kalian boleh ngatain gue bajingan karena telah membuat menangis seorang perempuan, tapi ini juga baik untuk dia. Karena akan lebih sakit, jika gue jalan sama dia saat gue mulai memikirkan Lola.
***
Pulang sekolah itu cuma Lola yang berdiri di depan pintu kelas gue. Dia menunggu dengan tubuh bergoyang - goyang dan senyuman khasnya.
"Abang, Lola jemput supaya kita bisa pulang bareng"
Sejujurnya gue masih rada malu, karena dia kayak anak TK. Rambut bob kayak dora, pakai tas warna Pink, sepatu Puma berpita, kaos kaki panjang, bando warna ungu. Jangan - jangan Tas isinya ultra milk sama biskuat lagi.
"Yaudah ayuk kita pulang"
Dia mmendadak jadi aneh, menatap gue, memirigkan kepala ke kanan dan ke kiri.
"Ngapain sih lu?"
"Tumben Abang Sat pasrah"
"Iya sejatinya semua manusia harus selalu berpasrah"
"Tapi Lola senang, yeay," katanya sambil melompat kegirangan.
Ya ampun berasa jalan sama anak TK!.
Kali ini kita pulang enggak naik mobil pintu geser smooth. Kita jalan sampai ke halte di depan, sedang sopirnya di suruh pulang.
"Abang, kapan kita kencan?"
"Hah? Kencar? Pasar Kencar? Tuh ada di Kota Bambu"
"Ih bukan abang, kencan! Kita jalan berdua gitu"
Haduh ini anak minta kencan lagi, enggak pernah terbayangkan kalau gue akan kencan dengan cewek macam Lola. Apa jadinya? Bisa kayak guru sama anak TK. Bisa - bisa pas kencan kita berdua pakai jam GPS.
"Ya nanti lah. Ini kam udah jalan berdua"
"Enggak gini"
"Bentar ya Lola, harus bertahap"
Dia diam tak menjawab, dia menunduk lalu memainkan jarinya.
"Bang Sat masih terpaksa ya sama aku?", katanya dengan raut menyedihkan.
Haduh gimana nih? Bisa di katain bajingan dua kali gue kalau yang ini sampai nangis juga.
"Bukan gitu, Lol. Tapi ya lihat kan kita ini beda, anggap aja kamu itu penyihir lalu aku ini Muggle"
"Lola janji enggak akan malu - maluin Bang Sat kok", ucapnya sambil memohon.
Duh gimana ya, mukanya jadi polos banget kayak anak bayi. Gue mau nolak jadi makin enggak tega, lantaran imut. Tapi gue harus menimbang - nimbang nih, taruhannya keharmonisan rumah tangga. Entah gimana Digo kalau dia tahu, gue kencan sama gebetannya. Bisa - bisa dia terpukul, lalu cuci darah supaya kita kagak sedarah lagi.
"Ya, oke"
"Pokoknya aku janji akan buat Bang Sat bahagia terus"
Kami naik bus sekolah, lalu kami berpisah di depan kompleknya.
"Bye, Bang sat"
"Bye"
Dia tersenyum bahagia tapi otak gue menyimpan derita, lagi mikir keras gimana caranya supaya Digo enggak terluka.
***
Makan malam itu, saat gue melihat Digo semua seakan penuh beban. Gue melihat dengan tatapan sendu dan nanar.
"Lu kenapa, Bang?," tanya nya.
"Hawanya pengen meluk lu terus"
Dia pun diam, lalu wajahnya berubah jadi ikut sendu.
"Bang, biasanya kalau kayak gini besok di antara kita ada yang mati. Kayak yang acara wawancara kejadian nyata itu loh bang, gue sih belum ada tanda - tanda, apa lu udah?"
Wajah sendu berubah menjadi murka, mendadak hilang simpati lalu berganti menjadi smartfren.
"Di hajar boleh?," ujar gue sambil memamerkan kepalan tangan.
"Lu mah plin - plan, tadi pengen meluk sekarang malah pengen mukul"
Tapi, mungkin esok gue yang akan dia pukul. Gue berasa jadi orang paling jahat!.
***
Gue malas banget bangun dari tempat tidur, yeelah udah sabtu aja!. Entah kenapa kalau yang enggak di harapkan malah cepat banget datangnya ya kan!, ibarat mengharap gebetan eh yang datang malah pacarnya gebetan!. Arrghh gue malas banget!. Gimana caranya bisa mengganti hari serempak satu dunia?.
Tok tok tok
"Bang Sat!, Lola udah siap nih mau kencan!"
Baru bangun harusnya udah ada jeruk peras, tapi kenapa bulirnya duluan yang datang!.
"ABANG!"
"GUE KAGAK JUALAN SIOMAY!"
"ABANG AYOK! KITA KAN MAU KENCAN"
KENCAN!, entah kenapa kata itu begitu menyeramkan untuk di dengar pagi ini. Mesin waktu di jual di Lazada enggak ya?.
"ABANG!"
"IYA SABAR!"
Gue berguling dan jatuh ke lantai, sejujurnya malas tapi nanti anak orang nangis. Oh yasudahlah, gue membawa handuk gue lalu masuk ke kamar mandi. Ayo Satria, bangun! Hadapi kenyataan!, walau memalukan!. Andai Lola bisa kalem dikit (ngarep).
***
Setelah semuanya siap gue pun turun ke bawah. Dia sudah duduk di ruang tamu, dengan menggunakan playsuit jeans nya, kaos warna soft pink, sepatu kets warna biru senada dengan jeansnya, rambut di ikat dan sling bag warna hijau. Nah tumben kalem.
"Lola sudah siap," ujarnya sambil berdiri bertolak pinggang di hadapan gue.
"Okay"
"Kalian mau kemana?," tanya Mama yang tiba - tiba datang dari negara api.
"Mau kencan," jawab Lola sambil merangkul tangan gue.
Sekatika nyokap shock, seakan tidak percaya kalau ada cewek yang merangkul tangan anaknya yang terlalu menawan ini.
"Jadi kamu beneran laku, Sat?," tanya Mama yang seolah tidak percaya.
"Ini becanda Ma!, aku lagi cosplay enggak jadi jomblo lagi"
"Oh ya ampun, Mama kira," ujar Mama sambil bernafas lega.
Ya ampun gini banget sih gue jadi anak. Lola semakin merapatkan diri.
"Enggak becanda tante, kita beneran mau kencan"
Nyokap berubah shock lagi sambil menutup mulutnya. Dia mendekat ke Lola lalu menyentuh kedua pipinya.
"Kamu serius? Kamu sudah yakin sama Satria? Pikir - pikir lagi deh!"
"Enggak Tante, Lola sudah yakin. Yaudah Lola jalan ya", Lola pun mengambil tangan nyokap lalu salim.
Gue pun pamit dan salim lalu berjalan berdampingan bersama boneka arwah yang mendadak hidup.
"Kita mau kemana?", tanya Lola.
"Terserah lu"
"Oke"
Duh kenapa juga gue harus bilang terserah sih. Kemarin aja dia bawa ke kuburan, bisa jadi hari ini gue di ajak ke krematorium.
Ada sebuah scooter berwarna kuning di hadapan gue. Gue pun bertanya, ini milik siapa?.
"Ini punya siapa?"
"Punya Lola, abang bisa mengendarainya kan?", ujarnya sambil menyodorkan kuncinya ke gue.
Gue memperhatikan kunci itu, lalu menoleh melihat ke Scooternya. Maaf, ini enggak ada warna lain ya?, polkadot gitu?. Gue menghela nafas lalu mengambil kunci itu, gue naik dan dia membonceng di belakang.
Bret bremm bremmmm
Tangannya melingkar di pinggang gue, dia memeluk gue dengan sangat erat. Ku benci romantis, kalau sama dia huaaa.
Di sepanjang perjalanan dia hanya memeluk gue erat tanpa bicara apapun. Maaf ini kencan atau kuburan? Hening amat!. Gue jadi serba salah kan, diam salah, mau ngomong tapi ngomong apa.
"Bang Sat"
Nah gitu kek ngomong, gue ngantuk, jatuh, jodoh dan nanti kita gara - gara mati bareng.
"Apaan?"
"Abang kencan gini juga sama Kak Dakota?"
"Enggak. Enggak ada pertanyaan lain?"
"Kenapa bulan kalau siang enggak kelihatan?"
"Karena kalah sama sinar Matahari"
"Berarti aku Bulan ya?"
"Maksudnya?"
"Karena kalah dengan sinar Kak Dakota yang Matahari"
Dia ini mau menggombal atau merendahkan diri sih?, awalnya puitis tapi buntutnya agak mengenaskan ya.
"Tapi kalau malam, Bulan yang jadi paling terang bahkan bisa memberikan sinar agar bintang bisa kelihatan. Bulan bisa membuat Bintang bersinar, tapi Matahari tidak"
"Abang Bintang?"
"Bukan. Gue ya gue, ngapain jadi bintang. Mau lu nangkap gue di langit?"
"Mau!. Akan ku gapai bintang dari langit untukmu"
"Jiah itu mah lagu"
"Hi hi hi memang iya"
Setelah lama berjalan dan berputar akhirnya kami berhenti di taman. Gue memakirkan Scooter maticnya lalu kita duduk di atas rumput sambil menyaksikan air mancur yang mancur terus mengeluarkan air.
"Bang"
"hem"
Tiba - tiba dia menyandarkan kepalanya di atas bahu gue.
"Tahu enggak sejak kapan Lola suka sama Bang Sat?"
Entah kenapa gue kayak tidak tertarik untuk mau tahu. Tapi yaudahlah untuk basa - basi.
"Sejak nyonya mener berdiri?"
"Hahaha. Bukan!. Bang Sat mungkin enggak sadar kalau Lola sudah ada di dekat Abang sejak kita masih SD"
Wuanjay, dia udah ngincer gue dari SD!. Buat di ambil ginjalnya atau gimana nih?. Tapi setahu gue, sejak dulu hingga kini gue hanya bersekolah di sekolah manusia bukan sekolah khusus boneka arwah.
"Lola udah ada sejak SD?"
"Iya. Dulu Lola kayak hantu"
Oh pantas saja setiap ada di dekat dia hawanya jadi dingin merinding, ternyata itu alasannya.
"Orang - orang bilang Lola itu hantu. Karena Lola itu selalu suka muram, sepi, sendirian. Kadang muncul tiba - tiba lalu hilang tiba - tiba"
Oh pasti saat itu lilinnya lagi di tiup sama bokapnya. Gue enggak berani nyeletuk, hanya mendengarkan dengan seksama.
"Semua karena Lola selalu merasa sendirian, meski Digo selalu ikutin Lola kemana - mana"
Wah itu anak ngapain kayak kupret, kerjaannya ngikutin anak orang. Ingus aja masih meler.
"Tapi saat itu Lola melihat Abang, Abang selalu lucu dan membuat tertawa semua orang. Jadi sejak itu Lola sengaja memperhatikan abang hanya untuk tertawa. Karena sebelum itu Lola hampir tidak pernah tertawa sama sekali. Abang Sat itu sumber tawa kebahagiaan Lola, selain Abang belum ada lagi yang bisa membuat Lola tersenyum dan tertawa. Terimakasih ya bang"
Dia tersenyum begitu manis, ow ow tunggu ini kenapa dia jadi kayak malaikat, kesurupan apa? Peri taman?.
"Iya sama - sama"
Dia berdiri dan mendekat ke salah satu pohon rambutan yang ada di taman. Dia mendongak ke atas lalu berjalan mengitari pohon tersebut. Dia ngapain? Manggil siluman?.
"Abang mau rambutan enggak?"
Dia nawarin rambutan yang mana?, dia punya mantra buat menjatuhkan buah?.
"Rambutan yang mana?"
"Yang itu," jawabnya sambil menunjuk ke atas.
Seketika gue langsung mendongak dan melihat rambutan yang bergelantungan.
"Cara ngambilnya gimana? Baca mantra?"
Belum gue selesai gue menurunkan kepala gue, tiba - tiba dia udah nangkring di salah satu dahan. Tunggu, tunggu dia dulu enggak asuh sama Tarzania kan?.
"Lol, gimana caranya?"
"Ya manjat lah!"
Bukkkk
Dia menjatuhkan satu buah rambutan, dengan begitu mudahnya dia manjat, metik lalu di jatuhkan ke bawah. Dan kena ke wajah gue, okey apakah tidak ada kencan yang lebih baik?.
Buk
Buk buk buk buk
Buk buk buk buk buk
Semakin lama rambutan yang jatuh semakin banyak. Lalu gue memungutnya satu persatu dan gue tadahi pakai kemeja bagian bawah.
"Udah banyak nih! Turun aja!"
"Oke"
Dia turun ke dahan yang di bawahnya lalu berdiri, eh dia mau ngapain dahannya somplak bisa mampus dia!.
"Eh lu ngapain?"
"Abang, siap - siap tangkap Lola ya!"
Gue terperangah, tangan gue melepas ujung kemeja hingga rambutan jatuh berserakan kemana - mana
Wwwwiiiingggggg
Lola mulai melompat lalu gue pecicilan mondar - mandir, bingung memprediksi dia akan jatuh dimana. Lalu kemudian.
"Abang?!!!!!!!"
"AAAaaaaaaaaa"
Brakkkkk
Gue tergeletak, dengan Lola yang mendarat di atas badan gue.
Brekkkk,
Semua tulang terasa remuk ketika tubuh dengan banyak kandungan kinder joy nya itu menindih badan gue.
"Hi hi hi hi seru banget"
Katanya sambil tersenyum di hadapan wajah gue. Lu yang seru gue yang sekarat!. Dia masih nyaman di atas gue sambil memandangi wajah gue. Gue juga jadi mau enggak mau, menatap kedua bola mata dia. Dia menegakkan lengannya untuk bertopang dagu dengan siku nya menusuk dada gue.
"Sakit"
"Empuk!"
"Beli kasur sana!"
Dia pun berguling ke kiri lalu kami berbaring bersama sambil menatap langit - langit.
"Bang, jangan heran ya kalau senin nanti Lola tidak ada di sekolah"
"Kemana? Mau pindah?"
"Mau menyiapkan persembahan istimewa buat abang"
"Apaan? Sempak superman?"
"Abang mau?"
"Jangan lah!, kasihan nanti Superman gatel kagak di sempakin nganunya"
Dia berguling lagi ke tubuh gue, lalu
Chupppssss
Di ciumnya pipi gue.
"Terimkasih ya bang"
****
Selesai kencan yang tidak akan bisa terlupakan, karen semua tulang gue terasa remuk ketidihan badan Dora. Dia mengantar gue sampai ke rumah.
"Bang terimakasih ya"
"Gue yang terimakasih karena udah di anterin"
Dia cengar - cengir lalu berlari dan mencium pipi gue. Gue shock dan mematung, ini anak punya gen soang ya? Nyosor aja daritadi. Dia kembali lalu menaiki scooternya.
"Bye abang"
"Iya"
Dia jalan mengemudikan scooternya lalu gue berbalik ke belakang. Baru sembuh, tapi harus shock lagi karena melihat Digo yang sedang memandangi gue dengan wajah merah serasi sama warna matanya.
"Di, bisa gue jelasin"
"kan udah gue bilang, gue ikhlas"
Dia berbalik lalu hati gue terasa remuk. Tunggu kenapa gue remuk?. Gue merasa patah aja ketika melihat Digo yang jelas sedarah harus terluka karena gue. Kakak macam apa gue ini.
"Digo, tunggu Kakak!"
Gue berteriak dan berlari mengejarnya. Gue menghadangnya dan berlutut.
"Maafkan Kakak, adikku"
"Sudahlah Kak. Cinta memang tidak memihak padaku"
Gue tepuk pundaknya, tapi dia menyingkirkan tangan gue.
"Kakak bisa jelaskan semua pada adik"
"Bahagialah kak bersamanya, karena cuma kakak yang bisa membuat Lola bahagia"
Dia berjalan meninggalkan gue tanpa berpaling pada gue lagi. Cinta memang bisa membuat segalanya, dari bahagia menjadi sebuah derita.