webnovel

Asmarandana

Malam yang beranjak pagi, meninggalkan sepi yang bergilir menjadi harapan.  Bersama Sang pagi yang kini telah merindukan malamnya. "Kau tau pagi dan malam bagaikan tembang Asmarandana, ya itu sebuah perumpamaan dimana mentari di pagi hari membara tatkala menemui bulan," kata laki-laki itu yang kini tengah berdiri di depan sang gadis. Gadis yang kini telah berumur 19 tahun itu biasa dipanggil dengan nama Anatasyia Viona Hammid. Dia kini telah berada dipinggiran sungai menikmati mentari yang tengah tenggelam bersama seorang laki-laki yaitu Anandra Jeno Ardiansyah.

Tulisan_Pyy · SF
レビュー数が足りません
56 Chs

20. Fight

"Wanna be my encouragement for some time, i need you" -Yangyang Abdi Pratama

.

.

Viona ketiduran dengan sebuah buku yang ada di pelukannya, tadi malam dia lagi membaca novel pemberian Jeno tiba-tiba saja matanya semakin berat dan berakhir terlelap. Iya Jeno jadi membelikan dua buah novel keinginan gadis itu walaupun harus ada sedikit perdebatan karena Viona merasa sungkan. Sayangnya adu kekeras kepalaan dimenangkan oleh Jeno lagi, serius padahal Viona udah hampir meledak waktu berdebat ditempat parkiran. Dia bisa saja langsung membayar saat sudah mendapatkan novel tapi Jeno tentu langsung mencegah didepan kasir dan segera mengeluarkan kartu kreditnya.

Bagaimanapun juga Viona sudah sering memberatkan laki-laki itu, memang rezeki itu tidak boleh ditolak tapi kalo keseringan kan jadi malu-maluin.

Viona terbangun karena mendengar bunyi telepon dari ponselnya. Masih jam 06.00 a.m tapi sudah ada yang membangunkannya padahal kompetisi dilakukan siang hari jadi masih ada waktu buat bermalas-malasan di kasurnya. Hari ini kampus diliburkan agar bisa memeriahkan diesnatalis tahun ini, jadi dia bisa santai.

Sang gadis meraba-raba ponselnya di atas meja kecil yang berada dekat dengan kasurnya, dia masih malas mengangkat kepalanya dari atas bantal.

"Umm siapa sih pagi-pagi gini, hoammm." gerutu Viona.

"Mampus vidcall, dihhh kenapa tiba-tiba sih." Viona segera merapikan rambutnya yang lumayan berantakan, dia pun mengangkat video call dari Jeno namun ponselnya dia letakkan diatas meja.

"Hallo?" Ujar Jeno dari seberang sana.

"Ini kok gue berasa vidcall sama atap ya,"

"Lo dimana woyy, bangun hehh..."

"Bentarrr jennn..." Teriak Viona.

"Ihhh kenapa gitu tiba-tiba vidcall sih, gue baru bangun." Gerutu Viona setelah itu mengambil ponselnya.

"Kalo gue nggak vc paling lo masih ngebo kan."

"Iyaa lo ngeganggu mimpi indah gue tau,"

Jeno mulai tersenyum setelah gadis itu menampakkan setengah dari wajahnya.

"Ihh gelap, nyalain lampunya gue pengen liat lo ileran kagak,"

Viona terhenyak, "Sembarangan ya lo, kagak pernah ileran ya gue minta baku hantam ni orang."

"Ampun mba jago nanti aja baku hantamnya sama lawan, hidupin elah lampunya oneng."

"Bawel ya lo," Viona beranjak dari kasurnya untuk menuruti permintaan Jeno.

Viona berjalan kembali ke kasurnya dan hanya menampakkan mata dan dahinya.

Jeno mendengus, "Mau pamer jidat?" laki-laki itu menatap datar, Viona dari tadi sudah membatin pengen banget menggeplak kepala Jeno.

"Salah mulu perasaan," sungut Viona setelah itu menampakkan wajahnya keseluruhan, Jeno lagi-lagi menjahilinya.

"Puas lo!!" Viona menghempaskan kembali kepalanya diatas bantal.

"Kenapa sihh lo vc, kalo nggak penting gue matiin nih mau balik tidur." Lanjutnya kesal.

"Ya elahh gitu aja udah pundung, gue mah udah ada niatan baik buat bangunin elo lagian anak prawan masa kebo."

"Bodo hidup-hidup gue kenapa elo yang susah, lagian lo di kampus kan?"

Jeno mengangguk, "Kok lo tau."

"Duh males, lo pake jas almamater bodoh."

Jeno menunduk setelah itu meringis, laki-laki itu memang ada di kampus lebih tepatnya ruangan BEM. Sejak subuh tadi dia disana bersama anggota lain soalnya banyak yang harus disiapin buat pembukaan jam delapan nanti. Doyoung saja tidak berniat pulang tadi malam, laki-laki itu tidur dikosan siapa lagi kalo bukan Taeyong.

"Eh vi gue nanti kayaknya nggak bisa liat lo full tanding deh, tapi gue usahain dateng tapi ya nggak bisa lama palingan nanti cuma foto dokumentasi doang sih." Jeno agak kecewa karena tidak bisa standby liat Viona tanding taekwondo, pasalnya laki-laki itu sangat sibuk apalagi di BEM dia selalu dibutuhkan.

"Ya nggak papa sih, emang gue nyuruh lo harus dateng," Viona memincingkan matanya.

"Lo kan butuh gue,"

"Pede siaa, nggak ya sorry sorry bae,"

"Dihh liat aja nanti kalo gue nggak ada, lo bakal nyariin gue."

"Jauh-jauh sono-" belum selesai Viona ngomong, ada yang meneriaki Jeno.

"Siapp bangg kunn, e-eh gue tinggal ya vi jangan nyariin gue ada urusan bentar nanti gue chat, byee."

"Bodo amat anan." Jeno tertawa mendengar Viona menyebut nama kecilnya, laki-laki itu segera mengakhiri vidcall karena Kun meminta bantuannya untuk menyiapkan podium.

Viona menghela nafas, tak habis pikir segitu pedenya sekaligus ngeselin seorang Anandra Jeno. Memang akhir-akhir ini mereka begitu dekat bahkan gadis itu lebih akrab dengan Jeno dibanding teman-temannya yang lain. Dia juga jarang bersama-sama dengan Nada karena gadis itu kini sering pulang-pergi bersama Jaemin, dan Viona juga lebih sering bersama Yangyang karena setelah matkul selesai mereka harus ke tempat latihan jadi mereka saling menunggu.

Viona meletakkan kembali ponselnya diatas meja karena gadis itu masih mengantuk, dia menata kembali bantalnya agar posisi kepalanya nyaman. Baru saja Viona mau menarik selimutnya untuk menutup wajah, Sooyoung memanggil namanya dari lantai satu. Ingin rasanya gadis itu mengumpat tapi dia sadar siapa yang memanggil namanya, dia nggak mau di coret dari daftar kartu keluarga.

Gadis itu dengan malas keluar kamar, sebelum menuruni tangga gadis itu melihat seseorang yang sudah duduk membelakangi tangga menuju kamarnya.

Viona mendengus setelah sadar siapa seseorang itu, "Ckk lo ngapain pagi-pagi kesini sih mang..." seru gadis itu sesampainya dilantai satu.

Yangyang menengok ke arah Viona yang sudah memasang wajah bete, "Nih gue tadi ambilin nomor buat elo, eh sampe sini malah marah-marah tau gitu kagak gue ambilin bangke,"

Gadis itu langsung menghampiri Yangyang dan dengan wajah yang sok-sokan dibaik-baikin, "Uluh uluh mamangku tercinta, makasih yaaa."

Viona membuka nomor urut yang nanti dia pakai di punggung.

Gadis itu membuka lebar lipatan nomor, "Wihh dapet nomer delapan gue, lo berapa mang?"

"Lima anjinggg, sial emang...." Yangyang berseru kesal, untung aja Sooyoung sedang ada di belakang rumah menyirami tanamannya jadi tidak akan terdengar.

"HAHAHA mantappp bosqueeee, siap fisik dan mental ya zeyengkuhh."

"Tukerrr ihhhh, belom siap batin gue." Rengek laki-laki itu.

Seketika Viona menyembunyikan nomornya dibelakang punggung, "Dihhh ogahhhhh...."

Viona beranjak dari tempat duduknya.

"Kemana lu,"

"Mandiiiii..."

"Ya udah jangan lama-lama temenin gue,"

Viona kembali melangkahkan kakinya dan hanya berdeham sebagai jawaban dari Yangyang. Yangyang kini merebahkan tubuhnya dan segera mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya.

♥♥♥♥♥

Di kampus suasana sangat ramai, mahasiswa mahasiswi keluar masuk ruangan aula graha. Di dalam ada pertunjukan dari band dan dance. Untung saja Yeri tampil dance bersama grupnya besok hari minggu jadi dia bisa ikut menyemangati sahabatnya di arena taekwondo nanti. Sedangkan teman-temannya yang lain sudah berkumpul didepan kelas prodi Farmasi menunggu kedatangan Yangyang dan Viona yang akan tanding, siapa lagi kalau bukan gerombolan bala echan kecuali Felix, Renjun, Mark, Suhyun, dan Jeno karena mereka sedang melaksanakan tugas masing-masing biasalah sibuk-sibuknya wira-wiri.

Yangyang baru saja melewati halaman parkiran bersama Viona, mereka lalu berjalan menuju teman-temannya yang sudah lama menunggu. Tadi Viona dan Yangyang sempat di bomb chat di grup dan private chat katanya Haechan mau ngadain selamatan kecil-kecilan doá bersama gitu biar dapet gold medal, ada-ada aja emang makhluk yang satu itu.

"Woiiiiii atlet kita dah datang coyyyy." Heboh Haechan.

Hyunjin berdiri dari tempat duduknya untuk melakukan tos, "Wassapppp sobbb." Serunya tak kalah heboh.

Apalagi si Lucas langsung aja ngerangkul pundak Yangyang dan Viona, gadis itu hanya menggelengkan kepala sambil menutup setengah wajahnya karena malu. Memang kalo mereka udah ngumpul suka lupa tempat jadi mereka pikir kampus adalah tempat nongkrong, walaupun ada beberapa mahasiswa yang sempat berhenti karena melihat Hyunjin yang kegirangan kagak tau kenapa dia begitu.

"Lo pada bisa gak pelanin suara, malu diliatin anjerrrr..." Seru Yeri.

"Ini mau ngapain sih lo pada ganggu tidur gue tau gak, turnamen kan nanti." Sungut Viona lalu menghempaskan tubuhnya disamping Woojin.

Woojin yang kesal sendiri karena terbebani tubuh Viona, dia pun mendorong tubuh sang gadis sampai mau oleng ke Jaemin yang ada di depannya.

"Santaiiii ajaa begoo!!" Seru Viona.

"Lo juga kenapa malah ngehindar kalo gue sampe jatuh ke lantai gimana hendraaaa..." Jaemin yang tadi sempat menghindar pas Viona didorong Woojin, laki-laki itu hanya menatap dengan wajah tak berdosa.

"Kan itu elo bukan gue," sahutnya tanpa memerdulikan Viona yang sudah menyumpah serapahinya via batin. Mana berani dia langsung ngomong di depan Jaemin, gadis itu juga masih ingat tempat kalo mereka masih ada di wilayah kampus.

Viona bangkit dari duduknya dan berniat untuk pergi.

"Mau kemana lo?" Tanya Nada.

"Makan nasi, capek makan ati mulu!!" Seru Viona didepan wajah Jaemin, Jaemin mah malah terkekeh senang karena berhasil mengerjai temannya itu. Sedangkan Viona sudah berjalan cepat menjauh dari gerombolan teman-temannya.

"Yeee atlet masa ambekan..." Ujar Jaemin setelah itu berlari mengikuti Viona yang sudah menaiki anak tangga menuju lantai empat, begitu juga teman-temannya yang lain juga mengikuti dibelakang.

Jaemin sesekali menoel-noel lengan Viona tapi gadis itu tetap diam. Karena Jaemin merasa tidak dianggap keberadaannya, dia pun mencegat dan berdiri di depan Viona.

Untung Viona segera menghentikan langkahnya kalo nggak udah nabrak tubuh Jaemin.

"Ckk ahhh minggir gak lu!!" Ketus Viona.

"Gakk, elah jangan marah atuh neng maap yak," ujar Jaemin, alah sok-sokan dia mah takut kena hantam Viona.

Haechan dan Hyunjin yang sudah ada dibelakang mereka pun iseng mengompori, yang lain mah pada naik lift katanya capek kalo harus naik tangga. Alasan Hyunjin dan Haechan membuntuti lewat tangga padahal males naikin tangga sampe ke lantai empat ya apalagi kalo bukan pengen liat perseteruan antara Viona dan Jaemin, emang kalo temen tuh suka nggak bener.

"Udahhh hajar aja vi, orang kek hendra mah jangan di kasih ampun." Ujar Haechan.

"Iya betul tuh, di kasih ati makan jantung elah." Timpal Hyunjin.

Jaemin menatap tajam ke arah Hyunjin dan Haechan yang ada dibelakang Viona, "Ngomong sekali lagi, gue timpuk lo berdua bangsat."

"Dahhh ahh minggir lo pada, gue laper anjirr bentar lagi ngumpul...." Seru gadis itu tanpa memerdulikan perdebatan temannya yang nggak ada habisnya kalo diterusin bisa-bisa lumutan.

Viona mau melangkahkan kaki Jaemin segera menghentikannya lagi, "Tapi maapin ya neng, gue traktir dah sarapannya, ya ya?"

"Hmm ya."

"Dimaapin nih?"

"Lo tanya sekali lagi gue tonjok ya lo,"

"Eheee ya udah yuk neng geulis." Jaemin ingin merangkul pundak Viona, tapi gadis itu langsung menyiapkan bogeman akhirnya Jaemin menurunkan tangannya.

Bala echan yang lain sudah menunggu di meja khususon yang biasanya mereka duduki, tepat ditengah-tengah food court biasalah katanya biar jadi pusat perhatian ya siapa lagi kalo bukan Haechan, Hyunjin, Jaemin pencetusnya.

"Neng mau pesen apa? Apa pun boleh kalo si eneng mah sok atuh," ujar Jaemin sambil senyum ke arah Viona. Viona sudah tidak mengindahkan lagi temannya itu, sudah hafal banget kelakuan mereka kalo lagi sok-sokan baik.

"Idihhh cari muka lo." Ketus Nada melihat Jaemin yang masih saja ngalus-alusin Viona.

Jaemin menatap datar, "Sirik lo!!"

Nada mendengus kesal lalu beranjak untuk memesan makanan.

Jaemin masih setia dengan muka keduanya yang senyum ramah ke arah Viona.

"Kayak biasanya aja deh," tukas Viona.

"Oh no no no geprek no, lo mau tanding nanti sakit perut." Sahut Jaemin melarang.

"Ya elah lo sama aja kek jeno—" Viona segera mengatupkan mulutnya setelah melihat reaksi Yeri dan Lucas yang tersenyum smirk.

"Siap-siap makan bareng gratiss lurrr..." Seru Lucas.

"Waw sepertinya ada kemajuan gaesss..." Seru Woojin.

"Iyalahh sering ngedate bareng mereka tuh..." Timpal Yangyang.

Dih para laki tubir amat, asli udah ngalah-ngalahi anak cewe mereka tuh kalo udah ghibah.

"Ga usah ikut-ikutan ya lo mang, dah ah gue mau pesen makanan." Viona beranjak pergi sebelum teman-temannya semakin heboh apalagi Hyunjin dan Haechan udah siap-siap mau teriak sialnya Somi nggak bisa hadir karena sedang berpergian keluar kota ada kepentingan keluarga makanya bisa seenak jidat nggak ada tata krama.

Viona berjalan gontai ke arah stand geprek, gadis itu mau memilih ayam namun Jaemin segera menarik tangannya.

"Ga boleh ya neng nanti gue diomelin jeno kalo lo sakit perut, dah beli soto aja yuk." Ujar Jaemin dengan suara agak dilembutkan agar Viona luluh.

Viona menggeleng, "Gak mauuuu!!!"

"Ayo nurut sama gue nanti kalo lo selesai tanding gue beliin geprek sesuka elo deh." Akhirnya Viona pun luluh walau wajahnya cemberut, dia mengangguk kecil.

"Maaf bu nggak jadi beli soalnya viona mau turnamen bu, kan bahaya kalo tiba-tiba mules," ujar Jaemin pada ibu-ibu penjual geprek langganan Viona dan kawan-kawan.

"Iya ga papa mas, semangat ya mba viona semoga bawa emas." Sahut sang penjual.

"Ya ampun bu mana ada emas atuh, medali bu." Ujar Jaemin. Viona diam saja hanya menyahut dengan senyuman.

"Iya pokoknya itu,"

"Ya sudah bu saya sama viona permisi dulu mau nyoto."

"Silahkan mas jaemin,"

Viona berjalan mengikuti Jaemin ke stand soto yang berada di bagian pojok.

"Widih lo bisa juga jadi pawang si vio," ujar Hyunjin.

"Apa lo!!" Sungut Viona.

Hyunjin langsung mengatupkan kedua tangannya, "Ampun ndoro, sumanggaaken ceunah."

"Paansih bahasa jawa campur sunda." Setelah melayangkan tatapan death glare ke Hyunjin, gadis itu pun duduk dan menikmati soto dengan bayangan ayam geprek.

Setelah selesai makan walaupun membutuhkan waktu yang lama karena bacotan saudara Lucas, Woojin, Hyunjin, dan so pasti Haechan. Mereka pun menuju aula graha untuk mengikuti pembukaan turnamen.

Viona dan Yangyang berjalan terlebih dahulu memasuki ruangan aula karena teman-teman mereka sudah berdiri di depan panggung. Sedangkan bala echan yang lain melipir ke pojok belakang aula berkumpul dengan teman seprodinya.

Acara pembukaan selesai grup taekwondo digiring keluar aula karena mereka akan berangkat menuju tempat arena pertandingan di pusat gedung. Sebelumnya Viona dan Yangyang menemui sahabatnya, mereka melakukan doá bersama dengan membuat lingkaran saling merangkul pundak dan menundukkan kepala biar kelihatan khidmat sama kompak aja, setelah itu Viona dan Yangyang keluar aula. Karena pembukaan belum selesai maka mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan atau kompetisi belum diperbolehkan keluar aula graha sampai pembukaan selesai, jadi mereka menunggu acara selesai setelah itu menuju pusat gedung untuk mensuporteri sahabatnya.

Viona dan Yangyang sampai di arena pertandingan, mereka juga sudah berganti pakaian memakai baju khas taekwondo atau dobok. Viona dan Yangyang duduk di kursi yang disediakan anggota BEM Institut, mereka menunggu namanya dipanggil.

Jeno dan Renjun yang tak sengaja juga tengah berada di pusat gedung mereka menghampiri Yangyang dan Viona yang masih belum sadar dengan kehadiran mereka.

Renjun menepuk kedua bahu Yangyang pun berseru, "Wihhh atlet kita nih cakep bener dah."

Viona menolehkan kepalanya dan mendapati Jeno yang sedang tersenyum di belakangnya, Viona pun ikut tersenyum, ya gimana soalnya nular sih.

Yangyang melakukan tos dengan Renjun, "Dari dulu gue cakep."

"Sialan, suka-suka lo deh yang penting bawa medal yes."

"Gue usahain kalem aja,"

"Anjirr sombong." Yangyang hanya nyengir mendengar penuturan Renjun yang kini sudah duduk di sampingnya.

Disaat Yangyang dan Renjun asik ngobrol, Jeno sudah menggeser posisinya duduk disamping gadis yang rambutnya diikat satu.

"Udah makan?" Tanya Jeno. Viona mengangguk, dia masih terpaku dengan mata bulan sabit laki-laki itu.

"Nanti hati-hati jangan sampe cidera ya," Viona lagi-lagi hanya mengangguk membuat Jeno terkekeh kecil seketika Viona mengernyit.

"Ckk ngeselin." Decak Viona lalu memalingkan pandangannya.

"Lagian ngapain bengong sih haha."

"Diem, nonton tuh." Tanpa menatap Jeno, gadis itu memalingkan pandangan Jeno dengan menolehkan wajahnya ke arah arena karena pertandingan sudah dimulai.

Jeno merogoh sakunya, dikeluarkannya ponsel dari dalam saku.

Viona menoleh, "Mau ngapain?" Tanyanya karena Jeno mulai memposisikan ponsel untuk mengambil gambar.

"Dokumentasi." Sahut Jeno.

"Mana ada dokumentasi pake ponsel, kan pake kamera biasanya." Ujar Viona mengintrogasi.

"Dokumentasi pribadi hehe."

"Hah?"

Cekrek. Satu jepretan aib Viona pun diabadikan oleh Jeno, memang kalo temen tuh suka nggak bener (2). Bener kan masih temen, temen tapi mesra.

Viona langsung memukul pelan lengan Jeno, "Aib gue gila ya lo, dih hapus cepet."

"Gak, lucu ihhh." Jeno menjauhkan ponselnya dari jangkauan sang gadis.

"Ih yang bagus elah fotonya, itu hapus aja gue kasih pose."

"Ya udah pose aja, ini buat kenang-kenangan aib ter-epic."

"Ckk jahat ya lo,"

"Dih cepet katanya mau pose,"

"Bentarrrr...."

Cekrek cekrek.

Viona mendekat untuk melihat hasil jepretan Jeno. Gadis itu tersenyum senang setelah mendapatkan hasil jepretan yang bagus.

"Kirim oke." Ujar Viona

"Ekhem asik bener dua sejoli." Sindir Yangyang, dia dan Renjun dari tadi hanya memerhatikan obrolan kedua temannya itu. Bahkan Renjun sampai menatap tajam ke arah dua mahasiswa itu.

Jeno terkejut dengan notif line dari ponselnya, "Gue pergi dulu, njun gue tinggal ke kampus ada perlu sama bang winwin lo handle dokumentasi sini ya." Ujarnya lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku setelah membalas 'Oke' di room chat pribadinya.

"Nanti gue hubungi lagi." Lanjutnya ke arah Viona setelah itu bangkit dari kursi dan bergegas pergi.

Viona menatap punggung Jeno yang semakin menjauh dan menghilang dibalik pintu keluar.

"Vi." Panggil seseorang.

Viona agak terkejut karena Renjun tiba-tiba memanggilnya, "E-eh iya njun, loh yangyang mana?" Viona menengok sepupunya yang sudah tidak ada disampingnya.

"Tadi dipanggil pelatih lo sih bengongin jeno mulu," sahut Renjun.

"Ha-hah gak kok,"

Renjun menggeser duduknya lebih mendekat ke Viona, "Vi." Panggil Renjun sekali lagi.

Viona kembali menatap laki-laki itu, "Ya?"

"Lo mau nggak kasih kesempatan buat gue," ujar Renjun menatap lekat pada manik mata indah sang gadis.

"Kesempatan?"

Renjun mengangguk, "Kasih kesempatan buat gue lebih deket lagi sama lo."

"Lo nggak lupa kan sama janji nanti setelah turnamen selesai?" Lanjutnya. Viona yang masih termangu karena otaknya sulit mencerna ucapan Renjun, dia pun hanya mengangguk pelan.

Renjun tersenyum puas, "Makasih, dah tuh yangyang mau tanding." Viona segera mengedarkan pandangannya ke depan, pas banget dengan kedatangan bala echan yang baru saja sampai.

Mereka mendekati tempat duduk Viona dan Renjun.

"Wih yangyang tuh!!" Seru Lucas.

"Lo udah belom? Sialan tadi pake lama banget pembukaannya." Geram Haechan.

Viona menggeleng, "Belom, gue nomer delapan."

"Syukur deh kagak telat," ujar Yeri.

"Ho'oh." Timpal Nada.

"Lah lu kenapa disini sob," ujar Hyunjin yang sadar dengan keberadaan Renjun.

"Dokumentasi sini gue, tadi jeno juga kesini tapi udah pergi ada urusan sama abang gue." Sahut Renjun, Hyunjin mengangguk.

"Duduk woy duduk." Ujar Woojin yang sudah duduk disamping Viona.

Yangyang sudah bersiap menuju tengah-tengah arena, terlihat dari wajahnya dia sangat gugup, jelas saja gugup lawan tandingnya aja lebih bongsor dibanding badannya. Kedua petanding saling menundukkan badan untuk penghormatan setelah itu menyiapkan kuda-kuda.

Waktu kini berjalan sudah lima menit dari total waktu pertandingan sepuluh menit, sungguh diluar dugaan Yangyang bisa memperoleh poin tinggi. Laki-laki itu beberapa kali melakukan tendangan dari arah belakang dengan target kepala lawan, karena tubuh Yangyang agak kecil jadi kecepatannya lebih tinggi dibanding sang lawan.

Yangyang berlari ke pinggiran arena untuk waktu istirahat satu menit. Viona, Nada, dan Yeri menghampirinya untuk memberikan sebotol air putih.

"Gue yakin lo menang yang." Ujar Viona menepuk pundak sepupunya itu.

Yangyang tersenyum, "Yoi, thanks lo pada udah dateng jadi terharu gue haha."

"Alay." Sahut Nada.

Yangyang hanya terkekeh lalu berlari menuju tengah arena lagi karena waktu istirahat usai.

Pertandingan Yangyang telah usai, laki-laki itu berjalan ke arah teman-temannya dengan lemas karena tenaganya sudah habis. Viona melebarkan tangan hendak memberikan warm hug ke sepupunya, Yangyang hanya nyengir saat Viona dengan gemas mengacak-acak rambutnya.

"Duh deg-degan gue mang hngg." Ujar Viona.

"Tenang lo juga udah jago, hati-hati jangan sampe kena kepala lo biasanya kalo up chagi suka ketinggian." Sahut Yangyang memberi saran.

"Hu'uh semoga aja lawan gue baik ya,"

Yangyang tertawa mendengar celetukan gadis itu.

"Widihhh congrats lo tadi keren asli nggak kayak biasanya kek orang goblok." Ujar Lucas.

Yangyang menjitak kepala Lucas, "Anjingg lu, tapi makasih lo pada udah dateng ya sob."

"Kan kita-kita butuh traktiran kalo lo bawa medal." Ujar Jaemin.

"Nah itu ada alasannya dong, nggak pure gitu aja," timpal Yeri.

"Bangsatt lo pada."

Dua puluh menit berakhir, kini Viona bersiap mendekati arena tak lupa dia melakukan tos dengan teman-temannya.

Gadis itu sebenarnya suhu tubuhnya panas dingin tapi bagaimanapun dia harus bisa mengontrol kegugupannya. Untung saja lawan mainnya sepadan dengan tubuhnya tapi belum tau juga sih skill serangannya seperti apa.

'Oke keep relax and do it ana!!' Batin gadis itu lalu membungkuk untuk memberi penghormatan.

Pritttt....

Peluit ditiup segera setelah itu kedua petarung mempersiapkan kuda-kuda dan mulai membidik serangannya. Sang lawan sempat kewalahan dan beberapa kali meleset itu salah satu keuntungan dari Viona karena sejak tadi dia dengan gesit mencetak poin walaupun agak was-was.

Sampai pada akhirnya dimenit kedelapan lawan yang sudah kelelahan menggunakan kekuatan terakhirnya dan menghamtam tengkorak kepala Viona. Viona limbung setelah memekik kesakitan dan berakhir tidak sadarkan diri.

Teman-teman Viona sampai berteriak kaget dan segera berlari ke tengah arena, sedangkan sang lawan berdiri mematung dia dikenakan sanksi pelanggaran. Yangyang dengan wajah khawatir, dia langsung membopong tubuh sepupunya. Pelatih menyiapkan mobil untuk membawa sang gadis yang sudah terkulai tak sadarkan direngkuhan sepupunya itu ke rumah sakit.

Yangyang, Yeri, dan Nada ikut masuk ke dalam mobil sedangkan yang lainnya mengikuti mereka dengan motor masing-masing.

Sampailah di rumah sakit terdekat, pelatih Viona memanggil beberapa perawat dan Yangyang membopong tubuh Viona keluar mobil dan meletakkannya diatas brankar dorong. Setelah itu Viona dibawa ke ruang UGD, Yangyang ikut memasuki ruangan karena dia adalah orang terdekat untuk menjadi wali Viona.

Seorang dokter memeriksa keadaan sang gadis, dipasangkan jarum infus ditangan kanannya. Setelah itu sang dokter meninggalkannya setelah berucap pada Yangyang kalau nanti malam akan dipindahkan ke ruang rawat inap. Sebelumnya dokter memerintahkan perawat untuk memasang gips pada leher Viona karena kemungkinan mengalami cidera dalam.

Yangyang merogoh ponselnya dari dalam tas, lalu segera menghubungi Sooyoung.

Panggilan terhubung.

"Hallo assalamualaikum tama?" Ujar perempuan dari seberang.

"Waalaikumsalam tante, tan ini tama ada di rumah sakit, tadi ana mengalami cidera waktu turnamen dan sekarang dirawat di UGD tan." Sahut Yangyang.

"Astaghfirullah terus ana gimana sekarang? Setelah ini tante sama om pulang, tolong jaga ana ya ma." Terdengar suara khawatir dari seberang.

"Ana masih nggak sadar tan, iya tan tama bakalan jagain, tante nggak usah khawatir."

"Ya udah kalo gitu ini tante siap-siap dulu, makasih ya tama assalamualaikum."

"Waalaikumsalam tan." Panggilan berakhir.

Tiba-tiba ponsel Yangyang berbunyi lagi, Jeno yang meneleponnya.

"Ya jen?"

"Lo dimana sekarang? Kenapa lo nggak bilang kalo viona cidera, lo dimana gue otw kesana."

"Sabar elah, gue di rumah sakit umum sekarang viona di UGD, tadi gue khawatir jadi kagak kepikiran ke siapa-siapa." Sahut Yangyang.

"Oke gue otw." Setelah itu Jeno memutuskan percakapan.

Diluar UGD teman-temannya menunggu, tadi Yangyang sudah mengabari keadaan Viona lewat grup makanya Jeno langsung nelpon Yangyang.

Jeno sampai di rumah sakit, dia bersama Doyoung, Taeyong, Suhyun, Felix, dan Mark tadi mereka juga kaget dapet notif grup makanya berangkat bareng-bareng. Kalau Doyoung sama Taeyong tadi pas banget ngelihat Jeno lari-larian izin ke Kun, makanya dicegat dan nanya setelah itu Doyoung langsung ngajak Taeyong cabut.

"Adek gue dimana?" Tanya Doyoung dengan nada suara khawatir.

"Masih di dalem bang sama yangyang." Jawab Haechan.

"Gue kedalem dulu," Doyoung meninggalkan yang lainnya, setelah sampai di dalam dia menyuruh Yangyang untuk keluar karena UGD hanya memperbolehkan satu penjaga.

Doyoung menggeser kursinya agar lebih dekat dengan kepala Viona yang kini sudah terpasang gips di lehernya.

"Kok bisa sampe gini sih dek." Ujar Doyoung bermonolog.

"Lain kali tuh hati-hati, bisa-bisa abang yang kena hantam ayah kalo kamu sakit." Doyoung mengusap lembut pucuk kepala adik kesayangannya itu.

Viona sedikit tersadar, gadis itu merintih pelan. Doyoung dengan sigap memanggil perawat yang baru saja lewat. Sang perawat menghampiri dokter, lalu Viona diperiksa sebentar.

Selagi menunggu pemindahan ke ruang rawat inap, Doyoung keluar sebentar untuk mengabari teman-teman Viona yang masih setia menunggu diluar. Viona pun kembali terlelap setelah dokter memeriksa, Doyoung menyuruhnya untuk beristirahat.

Jeno langsung berdiri setelah melihat Doyoung keluar dari UGD, "Gimana bang?"

"Tadi udah sadar kok tapi gue nyuruh buat tidur aja dulu kasian anaknya ngerintih mulu, kalian bisa balik dulu kalo mau nanti malem bisa jenguk di ruangan kamar gue kabarin lagi nanti." Jelas Doyoung.

"Ya udah kalo gitu gue, mark, renjun, suhyun balik kampus dulu kasian anak-anak pada kewalahan." Ujar Taeyong.

"Iya bang, nanti malem gue sama yang lain balik lagi kesini." Ujar Mark.

Doyoung mengangguk, "Lo jen, sama yang lain juga balik aja gih."

"Gue boleh jenguk sebentar gak bang?" Tanya Renjun.

Jeno yang awalnya pengen ngomong hal yang sama namun didahului Renjun, dia hanya menatap ke arah Renjun.

"Masuk aja." Renjun segera berlalu.

Didalam Renjun melihat Viona yang memejamkan mata, sebenarnya gadis itu tidak terlelap hanya saja untuk menetralkan sakitnya dia menutup matanya.

"Hei vi." Sapa Renjun.

Viona membuka pelan matanya.

"Loh ga tidur." Viona hanya tersenyum tipis, bukannya nggak mau ngomong tapi lehernya bener-bener sakit untuk menengok saja tidak kuat.

"Njun." Cicit Viona.

"Nggak usah ngomong dulu, gue cuma pengen liat keadaan lo."

"Ma-af."

Renjun mengernyit, "Oh yang tadi?" Viona mengangguk pelan.

"Lo kayak gini masih aja mikirin itu, istirahat aja masalah itu nanti kalo lo udah sehat." Lanjut Renjun dengan senyum ramahnya yang menyejukkan.

Viona ikut tersenyum kecil.

"Gue pamit nanti malem gue balik lagi, istirahat jangan overthinking." Viona mengangguk lagi, setelah itu Renjun meninggalkan sang gadis.

Sesampainya diluar ruangan, teman-temannya yang lain udah pada balik tinggal Doyoung. Renjun pun pamit setelah itu berlalu pergi dan Doyoung kembali memasuki ruangan UGD.