Aranjo lalu duduk di tepi sungai, lalu menggulung roknya ke atas dan mulai membersihkan ikan-ikan itu. Sebagai Dewi yang memiliki kekuatan sihir rendah, dirinya hanya dapat menciptakan ruang kecil untuk menyimpan benda-benda miliknya. Tidak dapat menampung banyak barang, lain halnya dengan mereka yang memiliki kekuatan sihir tingkat tinggi, mereka akan mampu menciptakan ruang yang luas untuk menyimpan benda-benda berharga.
Aranjo mengeluarkan pisau dan bumbu bakar yang telah diraciknya, lalu meminta Griffin mengumpulkan kayu bakar. Setelah ikan bersih, Aranjo membawanya ke tempat dimana kayu bakar ditumpuk.
Memilih batang kayu yang kurus dan membersihkannya menggunakan pisau lalu menusuk ikan yang telah dibumbui.
Sudah waktunya menyalakan api, kemampuan sihirnya belum mampu untuk mengendalikan unsur inti bumi yakni air, udara, api dan tanah. Aranjo menatap Griffin dan bertanya, "Bisakah kamu menyalakan api?"
Griffin mendekatkan paruhnya ke tumpukan ranting kering yang sudah disusunnya. Lalu menghembuskan nafas apinya, seketika api menyala di atas tumpukan ranting.
Aranjo bertepuk tangan gembira dan berseru, "Kamu hebat!!"
Griffin mengangguk dan duduk di hadapan Aranjo melihat bagaimana Dewi itu sibuk membakar ikan. Aranjo sangat telaten dalam hal memasak, sesekali dirinya akan mengintip ke arah teman silumannya. Seperti sebelumnya, wajah teman silumannya selalu tanpa ekspresi. Pandangan mereka bertemu dan mereka saling bertatapan cukup lama. Akhirnya Aranjo yang memalingkan wajahnya terlebih dahulu, dirinya harus menjaga agar ikan bakarnya tidak hangus.
Setelah beberapa saat ikan-ikan itu telah matang.
"Kemarilah!" seru Aranjo sambil melambaikan tangannya meminta teman siluman menghampirinya.
Kaisar perlahan berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah Aranjo. Lalu Kaisar mengayunkan lengannya dan muncullah sebuah kursi kayu dengan ukiran indah.
Aranjo menatap kagum, dirinya yakin kekuatan teman silumannya itu sudah mencapai tingkat tinggi. Kaisar duduk di kursi itu dan mengangkat sebelah kakinya.
Aranjo menyerahkan satu tusuk ikan bakar paling besar kepada teman silumannya. Lalu satu tusuk dan ditusukkan di hadapan Griffin. Aranjo mengambil satu tusuk untuk dirinya sendiri dan mulai memakannya. Ini sangat enak, tidak sia-sia dirinya sering memperhatikan Ara saat memasak.
Tidak buruk rasa masakan Aranjo, Kaisar dengan kekuatan sihir tingkat tinggi tidak lagi perlu makan makanan seperti ini. Namun, sesekali dirinya akan makan di saat menginginkannya dan masakan Aranjo layak di santap.
Griffin menghabiskan ikan itu dalam satu gigitan dan menatap ke arah beberapa tusuk sisa ikan bakar. Aranjo tersenyum melihat Griffin yang makan dengan lahap. Dirinya cukup dengan satu ekor ikan dan sudah merasa kenyang. Ada sisa tiga tusuk ikan bakar lagi, Aranjo mengambil semua dan menancapkan di hadapan Griffin.
Mata Griffin bersinar, paruhnya terbuka lebar dan hendak melahap semua ikan bakar itu. Kaisar menggunakan kekuatannya dan mengambil satu tusuk ikan bakar yang ada dihadapan Griffin. Satu tusuk ikan bakar berada di genggamannya dan dirinya mulai makan.
Griffin tidak jadi melahap ikannya, siapa tahu Kaisar menginginkannya lagi.
"Makanlah!" ujar Kaisar kepada Griffin.
Setelah mendapat persetujuan Sang Kaisar, Griffin langsung melahapnya.
Aranjo tersenyum lebar saat melihat kedua temannya menyukai masakannya.
"Sudah saatnya kembali!" ujar Sang Kaisar setelah selesai makan.
Aranjo mengangguk dan datang menghampiri Griffin, lalu memeluk erat temannya itu. Griffin mundur beberapa langkah karena pelukan Aranjo. Aranjo kembali menghampirinya dan memeluk erat serta mengacak-acak bulu emasnya lalu melepaskan pelukannya.
Aranjo tertawa melihat penampilan Griffin dengan bulu yang kusut.
"Sampai jumpa, Teman!" ujar Aranjo sambil berlari meninggalkan Griffin dan menghampiri Sang Kaisar.
Setelah berdiri di hadapan Kaisar, Aranjo melihat Sang Kaisar mengibaskan tangannya dan Aranjo seketika kembali ke dalam Paviliun.
Aranjo menatap sekeliling untuk memastikan dirinya benar-benar telah kembali. Dirinya baru dapat bernafas lega, setelah memastikan tempat ini adalah tempat tinggalnya. Aranjo hanya berdiam di dalam Paviliun, dirinya bahkan tidak membuka jendela karena dirinya tidak ingin ada yang tahu dirinya kembali begitu cepat dari hutan kabut.
Langit sudah gelap, saat Ara masuk ke dalam Paviliun. Ara sangat terkejut karena melihat Aranjo sedang menata makan malam di atas meja makan.
"Oh.. Aranjo, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Ara sambil memeluk Aranjo.
"Iya! Aku baik-baik saja!" jawab Aranjo sambil membalas pelukan Ara.
"Kapan kamu kembali? Tepatnya bagaimana kamu bisa kembali?" tanya Ara, dirinya tahu pasti batas kemampuan sihir Aranjo.
"Teman membantuku! Apakah Ara ingat? Dulu saya bertemu dua teman saat pertama kali berada di hutan kabut dan saat itu berkat salah satu temanku aku kembali dengan selamat! Dan begitu juga kali ini!" jelas Aranjo sambil duduk di kursi lalu menyantap makan malam yang sederhana.
Ara hanya diam saat mendengar penjelasan Aranjo, sebatas yang diketahuinya, di hutan kabut tidak ada mahluk hidup dan hanya roh-roh jahat yang ada di sana. Ara yakin pasti ada Dewa atau Dewi yang menolong Aranjo, siapapun itu Ara sangat bersyukur akan kebaikan mereka.
"Yang penting dirimu sudah kembali! Untuk beberapa hari kedepan, jangan menampakkan dirimu!" ujar Ara yang kemudian duduk di hadapan Aranjo dan mereka makan malam bersama.
***
Keesokan harinya, Aranjo masih belum berani keluar dari Paviliun. Dirinya tidak ingin bertemu dengan saudari atau orang tuanya. Namun, ketenangannya tidak bertahan lama.
Tok tok tok!!!
Ketukan di pintu depan Paviliun. Aranjo menghela napas panjang, siapa lagi yang datang mencarinya?
Aranjo membuka pintu dan terlihat Dewi Angin berada di hadapannya.
"Selamat pagi, Ibu!" sapa Aranjo.
Dewi Angin mengabaikan sapaannya dan berjalan masuk ke dalam Paviliun. Lalu duduk di salah satu kursi yang ada di dalam Paviliun itu.
"Bagaimana kamu kembali?" tanya Dewi Angin dingin.
"Ada teman yang membantuku!" jawabnya jujur.
"Teman?" Dewi Angin mengulangi perkataannya, lalu tertawa mengejek.
"Coba katakan siapa temanmu itu!" perintah Dewi Angin.
Aranjo terdiam sejenak, jika dirinya mengatakan dengan jujur, Aranjo khawatir siluman itu akan ditangkap dan dimusnahkan.
"Seorang Dewa yang baik!" jawab Aranjo.
BRAK !!!
"Dewa? Katamu Dewa? Tidak ada Dewa atau Dewi di hutan kabut! Hanya ada roh-roh gentayangan di sana!" ujar Dewi Angin sambil memukul meja dengan keras.
"Apakah kamu berteman dengan roh jahat di sana? Apakah kamu mempelajari ilmu hitam?" Dewi Angin menghampirinya dan menatap tajam padanya.
"Tidak!" jawab Aranjo pasti.
Lalu, Dewi Angin menggunakan sihirnya memeriksa tubuh Aranjo. Sepertinya, Dewi Angin berusaha menemukan aura gelap di dalam tubuhnya. Namun, ekspresi kecewa terlihat jelas di wajah Dewi Angin. Sepertinya, Dewi Angin kecewa tidak menemukan aura gelap dan mendapat alasan untuk kembali menghukumnya.
"Ingat! Aku tidak ingin melihat batang hidungmu di kediaman utama!"
Setelah itu, Dewi Angin keluar dari Paviliun dan membanting keras pintu Paviliun hingga tertutup.
Tidak perlu diingatkan! Aranjo juga tidak ingin menginjak kediaman utama. Jika dirinya ingin selamat, maka hal itu yang harus dilakukannya.