webnovel

Anti Sosial

Laras itu gadis biasa, tidak suka basa-basi dan pendiam setengah mati, bergerak bagaikan robot dengan pandangan sayu dan mulut terkatup. Rafan adalah Bos yang sangat disiplin, bermulut pedas dengan wajah tidak merasa bersalah, seminggu yang lalu dia mengalami kecelakaan, kedua matanya mengalami kebutaan. Meski begitu, tidak pernah terlihat raut kesedihan di wajah tampannya, Seno bahkan sampai bingung karena Bos nya malah semakin gila kerja setelah keluar dari rumah sakit, bahkan Dia tidak sama sekali melupakan Hobinya yang suka memecat orang jika di rasa orang itu sudah tidak pantas untuk berkerja di perusahaannya. Rafan membutuhkan Sekertaris Baru, tidak masalah lelaki atau perempuan, asalkan bisa bekerja dengan benar. Seno pusing sekali mendengar ucapan Rafan, tidak bisa berpikir atau mencari ditengah pekerjaannya yang menempuk, Hingga Seno melihat Laras di ruang pentry sedang membuat kopi hitam untuk dirinya. "Apa dia saja ya ?" gumam Seno dengan sorot mata terus menatap Laras. Setelah membaca cerita ini dan masih ada rasa penasaran dalam benak kalian, aku sarankan untuk membaca kembali ceritaku yang berjudul I Missing You yang menjadi lanjutan cerita dari cerita ini, terimakasih.

Dina_Nurjanah_7988 · 若者
レビュー数が足りません
192 Chs

Panggilan Yang Di Tunggu!

"Masyaallah ini anak. Bangun ngak kamu!"

Byur!

Ranjang kecil nan nyaman itu seketika basah bak terkena hujan lokal yang turun dari atasnya akibat siraman air seember milik ibunya yang mulai dongkol hatinya akibat melihat sang anak tak kunjung bangun dari tidurnya dan masih asih dengan alam mimpi yang penuh kepalsuan itu.

Javas, bujangan Tua yang tak kunjung mendapat panggilan kerja itu bangun seketika dari pembaringan nyamannya dengan wajah dan baju yang basah kuyup, di depannya sudah berdiri sang ibu yang kini tengah melotot menatapnya dengan satu tangan di pinggal dan satu lagi memegang ember yang sudah kosong.

"Yaallah Mah, astagfirullah tega banget sama anak" Javas berucap sambil mengusap-usap wajah kuyupnya, memandang penuh melas kearah sang ibu yang tak gentar dengan terus melototinya.

"Tega... Tega... Biaran! kamu abisnya kalau gak diginiin pasti gak akan bangun sampai dzuhur nanti, udah gede, kamu tuh udah bangkotan, bukannya makin pinter malah makin begini, masyaallah Javas....."

Ibunya terus berbicara bagaikan memuntahkan isi kepala dan perasaan yang mungkin dipendam, sambil menunjuk-nunjuk anak lelaki sematawayangnya yang kini hanya memandang sang ibu dengan wajah nelangsa, tak terima namun tak bisa membantahnya juga.

"Iya Mah iya Javas tau Javas udah tua, gak usah di perjelas gitu dong. Lagian Javas kan gak kerja bukan karena Javas gak mau Mah, tapi belum ada yang manggil Javas kerja" sahut Javas sambil berdiri dari duduknya dan berjalan kearah pintu.

"Hehhhh... mau kemana kamu hah ? mau kemana ?" ibunya seketika langsung menarik baju anaknya itu, melarangnya untuk pergi dari hadapannya. "Mamah mau tanya ya, itu kamu dapat kalung liontin ada berliannya itu dari mana hah ? mamah udah tanya dari kemarin tapi kamu gak jawab-jawab" ibunya berhenti sejenak, matanya menatap awasnya penuh curiga. "Kamu gak Nyu..."

"Masyaallah Mah!" Javas langsung melerai tangan ibunya, mengacak rambutnya dan kembali melihat dengan gemas bercampur kesal "Mamah nuduh Javas nyuri?! Yallah, yaudah siniin dah kalungnya kalau emang mamah gak mau pake, sini biar buat Javas aja, lumayan kalau di jual bisa buat modal usaha...."

Plak!

Satu tamparan mendarat di pundaknya, Javas meringis kesakitan karena merasakan perih begitu tangan ibunya memukul dengan penuh tenaga. "Ya makanya jawab itu kamu dapat darimana hah ?!" tanya ibunya lagi.

"Ah gak tau ah! pokoknya Javas dapetin liontin itu dengan cara yang Halal, mamah gak usah khawatir deh, Halal kok Halal!"

Jangan bilang dirinya itu anak durhaka yang pandai berbohong, Dia bukannya berbohong loh, dia hanya menutupi kebenaran yang sudah pasti tidak akan di percaya oleh ibunya, gak mungkin dia bilang kalau liontin itu dia dapat karena menang lomba.

Lomba apaan yang wajar hadiah liontin berlian? Dikira lomba tujuh belas agustusan.

Maka dari itu Dia malas menjelaskan untuk sesuatu yang sulit di jelaskan, akan lebih baik di kasih kisi-kisinya saja, memberitahukan yang penting, kalau liontin itu ia dapatkan dengan cara yang halal.

Memang mencium wanita atas dasar supaya menang lomba dapet kalau wajar ya ?

Wajar! wajar bagi yang melihatnya dengan cara yang wajar, lagian setelah menang lomba dia juga bagi hadiah itu dengan adil tanpa korupsi, semua dibagikan sesuai dengan yang di dapatkan, jadi... Halal kan ?

"Ehhhh! kamu mau kemana ?" ibunya kembali bertanya begitu melihat Javas kembali berjalan.

"Mau makan mah, laper, udah siap kan sarapannya ?" ucap Javas dengan cengiran di wajah bantalnya, menggaruk-garuk kulit kepalanya yang gatal.

"Haduh anak ini.... Mandi dulu sana, jorok banget sih baru bangun langsung makan, liat tuh jinggongmu masih nempel" jawab ibu sambil menatap jijik menunjuk sudut bibir anaknya.

"Iya iya, cerewet"

"Apa kamu bilang ?!"

Javas kembali tersenyum bodoh, membuat ibunya semakin kesal melihatnya.

Keduanya masih saling melihat, Javas tak kunjung bergerak untuk mandi sampai akhirnya suara panggilan telepon masuk miliknya berdering memecah suasana.

Javas segera mengangkat panggilan tanpa nama itu dengan dahi mengkerut penuh tanya. "Halo..."

"Selamat Pagi, Saya dari Perusahaan Healty Food, bisa bicara dengan saudara Javas ?"

Dahi Javas semakin berkerut penuh tanya begitu ia mendengar sapaan ramah nan lembut milik perempuan, membuat ibunya melihat penasaran.

"Iya selamat pagi, saya Javas, ada apa ya Mba ?"

"Oh iya, begini saudara, manager saya sudah membaca lamaran yang anda kirimkan ke perusahaan kami, beliau tertarik dan ingin bertemu Anda besok untuk menghadiri interview kerja, apakah Anda bisa hadir ?"

Wahhh.... Meski dia gak tahu kalau apa benar dia kirimkan surat lamaran pekerjaan ke perusahaan ini karena sangking banyaknya lamaran yang dibuat, tapi saat ini Dia senang akhirnya dari sekian banyaknya lamaran yang dia taruh, akhirnya ada satu yang menghasilkan.

Tanpa pikir panjang Javas mengangguk semangat, membuat ibu yang berdiri disebelahnya menatap penuh kebingungan.

"Iya Iya Bisa Mba! Bisa!" jawab Javas penuh semangat.

"Baik kalau begitu besok jam sepuluh kami tunggu kedatangannya, langsung bertemu dengan managernya, terimakasih, selamat pagi"

"Sama-sama, makasih Mba!"

Pip!

Sambungan pun terputus, senyuman Javas semakin mengembang bak bunga yang sedang bersemi, memeluk ibunya dengan erat sambil mengucap syukur di dalam hatinya.

"Kamu kenapasih ? tutup telepon kok langsung begini ?" Tanya ibunya dengan wajah kebingungan dalam pelukan erat anaknya, menatap senyumannya dengan dahi berkerut.

"Javas di panggil interview Bu!"

"Hah?! Yang bener kamu ?!"

Javas mengangguk sambil terus memeluk erat sang ibu. "Wah Allhamdullilah... Kapan kamu interviewnya ?"

"Besok Bu, katanya langsung temuin managernya"

"Allhamdullilah Mamah turut seneng dengernya, besok harus bangun pagi, siap-siap pakai pakaian yang rapih, jangan sampai telat" ucapnya yang dijawan anggukan patuh oleh Javas.

Ibunya melepaskan pelukannya, menatap anaknya dengan raut bahagia. "Yasudah mandi sana, terus sarapan"

Ibunya berjalan keluar setelah selesai menasehati anaknya, hidup berdua tidaklah mudah, ditambah membesarkan anak seorang diri setelah kepergian sang suami sangatlah berat, Javas bagaikan harapan yang selalu ia panjatkan dalam doanya, agar diberi kesehatan, umur yang banyak dan rezeki yang barokah, kini perlahan-lahan Tuhan mulai mengabulkan doanya, harapan-harapannya mulai terkabulkan lewat putranya, Tinggal satu keinginannya, semoga ia bisa melihat Javas menikah dan hidup bahagia dengan wanita yang ia cintai.

***

"Gue masih gak paham loh kenapa harus si Laras yang jadi sekertaris Pak Rafan, dia masih baru, kok langsung bisa dapat jabatan sekertaris, gak adil banget!"

Celine melimpahkan kekesalannya dengan beberapa karyawan di sela-sela pekerjaan, melihat Laras yang lewat di hadapannya dengan senyum bahagia berdiri disamping bosnya entah kenapa membuat Celine bagaikan di landa api cemburu, ia tidak suka melihat ketidakadilan yang dia rasakan ketika melihat Laras.

"Iya, gue juga bingung, kok bisa ya Pak Reno sama Pak Rafan nunjuk dia jadi sekertaris"

"Emang dasar ya, diem-diem tuh anak kayak uler, mungkin dia ngegoda pak Rafan sam Pak Reno kali" sewot Celine.

"Ssttt... Ada orangnya eh, diem-diem"

Suasana pun kembali hening begitu melihat kedatangan Rafan dan Laras yang melewati meja mereka, Celine hanya bisa terdiam sambil menatap sinis kearah Laras, memperhatikannya lekat-lekat, seolah-olah tengah menguliti perempuan itu dengan tatapannya.