Evelyn mengerjap berusaha menahan air mata yang sudah tak sabar ingin meluap dari pelupuk matanya sementara Amanda menanti jawaban.
"Ah, maksudnya, kadang kita membayangkan setelah kita menikah hidup akan jadi lebih indah karena akhirnya kita bisa bersatu dengan pasangan kita, tapi sebenarnya pernikahan itu adalah awal dari sebuah kehidupan baru yang kita bahkan tidak tahu apakah akan menjadi indah atau sabaliknya, itu sebabnya kau harus siapkan hatimu," terang Evelyn dengan mata berkaca-kaca.
Amanda tersenyum lembut, "apa mama mengkhawatirkan kami?" tanyanya, "selama ini Sean bersikap baik sebagai seorang suami, dia memenuhi tanggung jawabnya dengan baik, justru aku yang merasa masih belum cukup baik melayaninya," ungkapnya.
Evelyn mengira apa yang diucapkan Amanda adalah kebohongan. Terbukti tadi dia hampir saja melukai perempuan malang di depannya itu. Ia pun menangkup wajah Amanda dan berkata, "kau perempuan yang baik, sangat baik, sebuah keberuntungan bisa memiliki pasangan sepertimu," tuturnya penuh rasa haru.
Mendengar kata-kata itu Amanda pun jadi merasa aneh. Kata-kata itu memang terkesan baik tapi terdengar seperti ia sedang mendapatkan musibah.
"Sudah selesai?" tiba-tiba Christoper mengejutkan dua perempuan itu.
Evelyn dan Amanda pun menoleh bersamaan pada Christoper yang entah sejak kapan berdiri di belakang mereka. Lagi-lagi Evelyn pun melempar muka kesal pada Christoper, si pengacau itu.
"Ada apa, Sean?" tanya Amanda.
"Aku mau kita pulang sekarang," kata Christoper.
"Tapi, kita baru sebentar di sini," protes Amanda.
"Kau tidak ingin dia menginap di sini dulu, kalau kau sibuk pergi saja sendiri," ketus Evelyn pada Christoper.
Christoper melempar muka geram pada perempuan paruh baya menyebalkan itu. Ia benar-benar tidak suka pada sikap Evelyn yang seolah-olah berusaha membongkar siapa dirinya di depan Amanda. Tetapi ia berusaha tak peduli dna menatap Amanda, "Amanda, aku ingin kita pulang," ulangnya dengan nada sedikit menekan.
"Baiklah kalau begitu, aku akan berpamitan dengan papa dulu..."
"Tidak usah," sahut Christoper, "aku sudah bilang padanya kita akan pulang sekarang," katanya.
Amanda pun terkejut tetapi ia merasakan suasana yang tidak enak sekarang dan memilih untuk menurut saja pada suaminya, "baiklah, kalau begitu," gumamnya.
Amanda pun berpamitan pada Evelyn. Namun, tiba-tiba Evelyn memeluk Amanda erat-erat saat Amanda akan mencium tangannya.
"Kenapa mama jadi sedih?" tanya Amanda.
Evelyn melepas pelukannya kemudian menatap Amanda dalam-dalam sambil memegangi kedua bahu Amanda, "tentu saja mama sedih, mama akan berpisah dengan anak perempuan mama," katanya.
"Mama, jangan sedih, ya, aku akan sering-sering berkunjung ke sini," ujar Amanda.
Evelyn tersenyum tabah sambil mengangguk pelan, "ya, hati-hati di jalan," pungkasnya.
Amanda pun meninggalkan Evelyn. Christoper langsung menggamitnya dengan posesif begitu ia sampai pada pria itu. Sesekali Amanda menoleh ke belakang dan memergoki Evelyn menghapus air matanya seakan-akan ia meratapi kepergian Amanda. Hal itu semakin membuatnya kebingungan. Ada apa sebenarnya?
Saat di teras mobil yang ditumpangi Amanda bersama sopirnya tadi sudah tidak ada. Christoper menyuruh si sopir untuk pergi dulu supaya Amanda dan Christoper bisa pulang bersama-sama.
Christoper dan Amanda pun meninggalkan rumah. Amanda melihat ekspresi suaminya yang tampak tak senang saat meninggalkan rumah. Ia menduga telah terjadi sebuah masalah antara suami dan mertuanya.
***
Kini Amanda dan Christoper sudah berada di rumah mereka. Keduanya duduk di meja makan bersiap menyantap makan malam yang sudah disiapkan sang asisten rumah tangga.
Sejak dari rumah mertuanya tadi Amanda masih saja melihat ekspresi Christoper yang seakan-akan menyimpan kekesalan pada Evelyn dan Oktavius.
Amanda pun menggenggam jemari Christoper dan memberanikan diri bertanya, "apa semuanya baik-baik saja?"
Christoper menoleh pada Amanda, "kenapa kau bertanya begitu?"
"Apa kau ada masalah dengan orang tuamu, kalian tampak tak sedekat biasanya?" tanya Amanda.
"Tidak, tidak ada yang terjadi," jawab Christoper.
"Kau yakin, jika kau ingin aku membantu aku mau membantumu," tawar Amanda.
"Sudahlah, jangan bahas itu lagi," pungkas Christoper sambil mengangkat sendoknya.
Amanda memicingkan mata, "kau bertengkar dengan orang tuamu?" tanyanya lagi.
Tak!!!
Christoper meletakkan sendoknya dengan kasar. Terlihat gurat-gurat di wajahnya yang menunjukkan ia sedang tidak senang dan hal itu langsung membuat Amanda terdiam.
Christoper pun berdiri dan beranjak dari tempatnya. Amanda yang pun ikut berdiri dan segera meraih lengan Christoper. "Sean, tunggu," cegahnya.
Mendengar nama itu lagi Christoper makin kesal. Ia memandangi pegangan Amanda di lengannya dengan tajam kemudian mengalihkan mata tajam itu ke wajah Amanda mengisyaratkan agar perempuan itu melepaskannya.
"Sean, aku istrimu sekarang, kau bisa ceritakan semuanya padaku, biasanya kau juga seperti itu kan?"
Christoper menghempaskan tangan Amanda dari lengannya dengan kasar hingga tanpa sengaja mendorong perempuan itu. Amanda pun terjatuh dan kepalanya terbentur kursi di sampingnya.
Melihat Amanda terjatuh sebenarnya Christoper merasa bersalah tetapi mendengar nama saudara kembarnya lagi membuat dia tidak bisa menahan amarah dalam dirinya. Ia pun meninggalkan Amanda yang kini menatapnya penuh kekecewaan.
Amanda benar-benar dibuat tidak mengerti sekarang. Apa yang dikatakan Evelyn tadi adalah yang namanya firasat seorang ibu. Bisa-bisanya orang yang selama ini selalu bersikap lembut padanya berubah menjadi begitu kasar dan kejam setelah pernikahan terjadi. Inikah yang dimaksud kehidupan rumah tangga tidak seperti yang ia bayangkan?
Amanda meringis merasakan kepalanya yang sakit akibat benturan tadi. Ia pun segera berdiri hendak menyusul suaminya yang yang naik ke lantai atas. Namun, sebelum ia melangkahkan kaki ke anak tangga Christoper sudah lebih dulu turun sambil memakai jaketnya.
"Kau mau ke mana?" tanya Amanda.
"Pergi," jawab Christoper singkat.
"Ke mana?" tanya Amanda lagi.
Christoper berjalan melewati Amanda begitu saja tanpa menoleh padanya. Ia benar-benar kesal dan ia tidak tidak tahan bila harus mendengar ia dipanggil dengan nama kembarannya.
"Sean..." cegah Amanda seraya meraih lengan Christoper.
Christoper cepat-cepat menepis tangan Amanda dan meninggalkan perempuan itu di ambang pintu.
"Sean, kau mau ke mana?" teriak Amanda ketika Christoper telah masuk ke dalam mobil.
Pria itu tetap diam dan tak mengatakan apa pun. Menatapnya pun tidak sama sekali dan itu membuat hatinya sakit. Apa yang sebenarnya terjadi. Beginikah tabiat asli suaminya?
***
Christoper mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Ia menuju tempat di mana ia menyekap Sean. Selama perjalanan ia terus terbayang oleh sikap Oktavius dan Evelyn, juga Amanda yang selalu memanggilnya dengan nama itu.
Setelah berkendara dengan liar di jalanan akhirnya Christoper sampai di tempat itu. Begitu masuk ia disambut oleh Sean yang tertidur dalam keadaan terikat.
Christoper mengambil air dalam gelas yang terletak di atas meja. Ia menyiramkan air itu tepat di muka Sean hingga pria itu pun terkejut dan terbangun. Christoper sudah tak bisa menahan amarahnya dan tanpa ba-bi-bu melayangkan pukulan tepat di wajah Sean.
BUGH!!!
Sean seketika itu merasakan ngilu di pelipisnya. Ia membuka mata dengan baik dan melihat tangan milik siapa yang telah melukainya. ternyata pria gila itu, Christoper.
"Brengsek! Tiba-tiba kau datang dan memukulku!" umpat Sean.
"Berisik, kau!" seru Christoper kemudian lagi-lagi melayangkan pukulan di tempat yang sama.
"Kenapa kau tiba-tiba memukuliku begini, apa kau sudah ketahuan?" ejek Sean sambil tersenyum sinis.
"Ketahuan?" Christoper terkekeh, "aku hanya sedang kesal karena kau punya wajah yang sama denganku," katanya.
Sean buru-buru menghilangkan senyum sinisnya dan menatap Christoper dengan tajam.
"Hei, aku ingin memberitahu sesuatu padamu," kata Christoper, "kau harus tahu betapa nikmatnya tubuh gadismu itu," lanjutnya.
Sean mendelik dengan penuh kemarahan, "brengsek, beraninya kau sentuh dia!"
Christoper tertawa puas, "habis bagaimana lagi, aku sudah tidak tahan dan dia dengan senang hati merelakan tubuhnya untuk kucicipi," celetuknya.
"Aku benar-benar bersumpah akan membunuhmu, dasar brengsek!" umpat Sean.
"Setelah itu? Kau akan apa? Apa kau masih mau memakan sisa makananku?" ejek Christoper sambil tertawa, "apa kau ingin aku mengembalikannya? tenang saja, aku akan kembalikan dia setelah aku puas," imbuhnya.
"Sialan kau, Christoper, akan kupastikan kau mati ditanganku!"