"Lo berubah!"
"Ha? Maksud lo apa?!" Amuk Lily pada Yuli, namun tangannya tetap menerima minuman yang diulurkan Yuli.
Hawa panas membawa mereka untuk pergi ke tepi lapangan, dimana pohon rindang berdiri dengan tegak. Lily dan Yuli bersembunyi dari teriknya matahari di balik bayangan pohon.
"Berubah yang gue maksud itu, lo jadi dikit lebih halus, lebih feminim, gak suka marah-marah lagi kayak dulu." Jelas Yuli, namun menurut Lily sendiri malah kebalikannya.
"Enggak ah. Lo aja yang sekarang sama Aster mulu. Interaksi kita kurang, makanya lo nganggep gue gitu." Yuli melirik Lily sebal, kenapa sekarang menyangkut pautkan Aster dalam hal ini.
"Aku tu main sama Aster gara-gara lo tinggalin, kan lo seringnya sama Angkasa sekarang. Kak Sean apalagi, si Rena sama Doni juga sibuk OSIS." Bela Yuli pada dirinya sendiri.
Seketika Lily mencekik Yuli dengan lengannya. Enak saja Yuli mengatakan bahwa Lily tidak main bersamanya akhir-akhir ini dan apa Yuli bilang cuma main sama Aster? Oh Ya Allah, Aster udah seperti orang kena pelet tapi Yuli cuma menganggapnya teman main.
"Ngomong apa lo barusan? Emang yang nemenin lo akhir-akhir ini siapa? Hm?" Yuli terbatuk-batuk sambil memukul tangan Lily yang menyanderanya.
Memang benar Lily akhir-akhir ini sering menghabiskan waktu bersama Yuli ketimbang Angkasa, karena Lily rasa traumanya akan muncul jika berlama-lama bersama Angkasa.
"Iya, lo yang nemenin. Lepasin!" Yuli langsung berguling menjauh di area rerumputan hingga menyenggol teman-teman lain yang juga sedang berteduh.
"Awas lo main-main sama adek gue." Ancam Lily membuat Yuli mengambil jarak duduk yang sedikit lebih jauh dari Lily. Jadi menyesal telah mengatakan Lily berubah.
Mereka semua asik menonton pertandingan basket antara siswa lelaki. Lily jadi ingat dimana Angkasa didapuk menjadi iklan susu peninggi badan. Angkasa benar-benar keren berlarian di lapangan saat mengenakan kaos olahraga. Tapi mengingat Angkasa yang culun yang berlarian di lapangan ini saat jam olahraga, Lily malah tertawa sendiri.
Tingtongtingtong!
Bel pengumuman ditengah pelajaran? Tumben.
'Bagi seluruh siswa dan siswi kelas 11 harap berkumpul di aula saat istirahat kedua, dalam rangka pembahasan study tour yang akan dilaksanakan akhir tahun ini. Terima kasih.'
Lily benar-benar lupa tentang hal itu, terakhir kali saat Lily datang ke psikiater. Psikiater itu mengatakan untuk Lily tidak pergi dengan jarak yang jauh dulu. Sekarang Lily harus bagaimana? Sudah lama diriny tidak menemui psikiater.
Lily jadi ingat psikiater yang disarankan papanya. Mungkin Lily harus meminta papanya untuk mengatur janji temu.
Lily melirik Yuli yang bergeser mendekatinya.
"Ly, lo tahu hari ini Angkasa enggak berangkat sekolah karena apa?" Tanya Yuli membuat Lily berfikir. Semua yang mengenal Angkasa sebagai model juga tahu kalau Angkasa sedang sibuk mempersiapkan acara pembukaan film atau apalah itu dengan Sindi malam nanti.
"Ada acara premiere filmnya bareng Sindi. Emang kenapa?"
"Lo gak mau hadir ke acaranya?" Lily menggeleng. Yuli merasa sikap Lily terlalu santai mengetahui gebetan atau pacarnya berdekatan dengan perempuan lain. Tunggu, Yuli bahkan tidak mengerti bagaimana hubungan yang sebenarnya antara Angkasa dan Lily.
"Tunggu deh, sebenernya lo itu pacaran gak sih sama Angkasa?" Mata Lily membulat, lalu dengan santainnya menggelengkan kepala.
"Enggak."
"Astaga! Serius?"
Lily baru saja hendak menarik nafas untuk menjawab Yuli, namun teriakan pak Ari, guru olahraga mereka menghentikannya. Berganti dengan helaan nafas berat ketika gantian anak putri yang bertanding.
Dengan cekatan Lily menerima operan bola basket yang dilempar padanya dari salah satu teman sekelasnya. Lily mendrible bola itu dengan mudah, tidak sia-sia pengorbanannya menemani Aster berlatih basket sejak masih di bangku SMP.
Iseng, Lily melempar bola basketnya kearah Yuli yang lemah dalam bidang olah raga apapun. Setetika Yuli hampir terjungkal kebelakang saat bola itu melayang melewati atasnya.
Lily terkekeh, melihat Yuli yang menatapnya tajam. Lalu mendekat dan berkata. "Hubungan kita itu gak bisa didefinisikan oleh kata-kata."
Kata Lily diakhiri senyum miring yang sedikit mirip dengan tokoh Joker. Mengerikan.
*
Bukannya menemui psikiater Lily malah berakhir disini.
Tangan Lily bergetar dengan hebat begitu melihat gedung yang mewah dan tinggi yang ada dihadapannya. Hatinya mendadak menciut melihat orang-orang yang berlalu-lalang mengenakan gaun dan jas yang terlihat anggun.
Berbeda dengan dirinya yang hanya memakai celana jeans dan kemeja oversize yang sederhana. Mereka satu negara dan satu kota namun seperti berada di dunia yang berbeda.
Keraguan di hatinya semakin menjadi dikala hampir semua orang memandangnya aneh. Kini hati Lily mengkerut bagaikan cucian yang diremas dengan kuatnya.
Lampu mobil yang menyorotnya membuat Lily tersadar dan segera berlari bersembunyi dibalik tingginya pilar-pilar gedung. Lily mengambil topi dari dalam tas seĺempangnya dan memakainya agar dapat menyembunyikan wajahnya.
Dari tempat bersembunyinya Lily bisa melihat Angkasa keluar dari mobil itu. Oh, demi langit yang luas. Angkasa benar-benar tampan. Sinar kamera paparazi yang mengelilingi membuat Angkasa semakin bersinar.
Lily menutup mulutnya, mencegah senyuman yang kian mengembang. Sial, Lily malah seperti penguntit Angkasa. Padahal dulu Lily yang selalu dikuntit seseorang.
Tangan Lily mengepal kuat, melihat Sindi yang juga keluar dari dalam mobil yang sama yang dinaiki Angkasa. Sontak Lily meninju-ninju pilar yang ada dihadapannya, ketika tangan laknat Sindi melingkar di lengan Angkasa.
Jangan heran bagaimana Lily bisa masuk kedalam acara ini. Yang jelas Lily ahli di bidang ini. Lily segera lari masuk kedalam ruangan utama, mendahului Angkasa dan Sindi yang masih asik difoto oleh para jurnalis.
Lily segera duduk anteng di tempatnya. Ruangan ini cukup senyap karena akan segera menayangkan film secara perdana, ruangan ini seperti teater yang di jadikan bioskop dadakan.
Lily bisa mendengar suara tepuk tangan dari penonton dikala Angkasa dan Sindi memasuki ruangan itu diikuti oleh beberapa wartawan. Lily ikut berdiri disaat semua orang berdiri, menyambut kedatangan dua sosok utama malam ini.
Hati Lily perih. Lily tidak ingin di posisi Sindi saat ini. Tapi Lily tidak ingin Sindi berada di samping Angkasa.
Tanpa Lily sadari mata Angkasa berhasil menemukannya diantara penonton lain yang berdiri. Angkasa ingin membawa Lily lari dari tempat ini. Namun saat mata mereka bertemu, Lily segera bersembunyi diantara penonton lain yang riuh.
Setelah Angkasa dan Sindi duduk ditempat mereka masing-masing dan penonton lain kembali terduduk. Acara sambutan langsung digelar.
Lily memeluk tas selempangnya. Seharusnya, Lily tidak hadir ditempat seperti ini. Lily merasa, tidak bisa menahan air matanya.
MC menyuarakan sambutan-sambutan telah berakhir dan film akan diputar beberapa saat lagi. Lampu menggelap bersamaan dengan film yang berputar.
Mata Lily tidak bisa beralih dari Angkasa yang nyata, Lily tidak tertarik dengan Angkasa yang ada di dalam film itu.
Karena disana, Angkasa nampak palsu baginya.
Mata Lily melotot saat matanya tanpa sengaja melirik layar yang menampilkan adegan dimana Angkasa mencium Sindi.
Hati Lily yang diselimuti kesedihan, kini berubah penuh dengan kemarahan. Lagi, tangannya mengepal kuat. Ingin menjambak Angkasa hingga tidak memiliki rambut, botak seperti paman tukang kebun sekolah. Agar tidak ada lagi yang ingin mendekati Angkasa, termasuk Sindi.
"Gue jambak tuh rambut seakar-akarnya sampe botak!"