webnovel

S2-97 A LUCID DREAM?

"He's swollen ...."

"Sssssh ... Alexa."

"But he's really swollen ...."

"It's okay, it's okay ... You can go."

"Will he be alright?"

"Of course, now go."

Apo pikir dia sedang bermimpi nonton bioskop. Suara-suara itu masuk ke dalam telinga, masih subuh, tapi percakapannya terlalu jelas. Apa aku mengalami lucid dream? Pikirnya. Lalu bergulung kembali dalam selimut. Tak apa kan? Toh ini akhir pekan. Apo inginnya berpuas diri. Sesekali sarapan siang pun tidak masalah.

Namun, lama-lama Apo terganggu juga. Sebab kakinya diluruskan perlahan. Dibantali, dan rasanya mengerikan tiap gerakannya dipandangi (kau pernah mengalaminya tidak?) Padahal Apo terpejam dan belum sadar. Tapi instingnya mengirimkan sensor begitu kuat. Hal yang membuat bulu-bulu kuduknya berdiri. Agak psikotik, tapi tidak dalam konteks yang negatif.

Ada hantu, kah? Pikir Apo, masih kedinginan oleh suasana pagi. Tapi aku tidak sungguhan percaya hantu--tahu-tahu ada jemari yang menyentuh pipinya. Mengelusnya. Sekedar memastikan bengkak kehamilan tidak sampai wajah. Hhh ... hhh ....

"Eh?" kaget Apo. Karena dia ingat jelas siapa yang bernapas seperti itu. Sang Omega pun mengernyit geli. Membuka mata, lalu menguceknya beberapa kali. "Phii-?" sebutnya langsung.

Samar-samar, wajah yang dirindukannya pun terlihat. Seperti kamera yang buram, lalu resolusinya meningkat perlahan. Hhh ... hhh .... gambar pecahnya menjadi jernih. Lalu fokusnya turun ke bibir. "You up?" tanyanya. Masih dengan euforia mimpi bioskop. "Bagaimana kabarmu beberapa minggu ini?"

Masih ragu, Apo pun abai karena kantuk. Dia bingung sehingga tertidur lagi. Tidak peka. Sampai sosok itu harus menyerang wajahnya bertubi-tubi. Cup. Cup. Cup. Cup. Cup--dengan ciuman yang berlompatan. Sangat pelan, tapi tidak melewatkan tiap jengkalnya. "Hei, bangun," bisiknya tepat di sisi telinga. "Kalau tidak, aku kembali ke RS saja--"

DEG

"Phii-?"

Refleks, Apo pun terbelalak. Dia pias sangking tidak percayanya, padahal Paing hadir di depan mata.

"Apa."

Masih loading, Apo pun terdiam lama sekali. "...."

"Apa," ulang Paing sekali lagi. Alpha itu ternyata masih berpiama RS. Tampak berantakan, tapi cuci muka sebelum datang.

".... a-anu--sejak kapan--?" tanya Apo. Lalu meremas lengan berotot Paing. "Maksudku, ini kan--"

"Masih subuh, iya. Aku kabur pukul 3 tadi," jelas Paing. Lalu menaruh telunjuk di depan bibir. "Ssh, diam saja. Jangan bilang-bilang karena Piya pasti akan memarahi."

"Oh ...."

Apo pun tersenyum manis. Omega itu langsung bersemangat. Kemudian menabrak peluk sang mate.

Brugh!

"Hei--"

"Phiii ....!" pekik Apo sepelan bisikan. Tanpa sadar lengannya memeluk semakin erat. Dan itu membuat Paing nyaris menyusruk bantal. "Phiii! Phiiiiii ....!" sebutnya berkali-kali. "Phiiii ... aku ini kangen sekali ....!" lirihnya tidak menyangka.

Paing pun menahan beban tubuhnya sebisa mungkin. Dia tidak mau menimpa Apo. Lalu menghidu aroma helaian rambutnya. Hmm ... wangi, pikir Paing. Sementara Apo tidak melepasnya samasekali. Omega itu benci jika berhalusinasi, apalagi merasa kehilangan lagi. "Apa aku menganggumu?" tanyanya. "Aku harusnya datang siangan--"

Apo pun menggeleng keras. "Tidak, tidak. Aku suka ...." katanya. "Aku senang kok Phi langsung kemari. Willkommen zuhause ... apa Phi kangen padaku juga? Phi pasti lapar sekali ...." (*)

(*) Bahasa Jerman: "Selamat datang di rumah ...."

Paing pun terkekeh karena Apo mengkhawatirkan yang bukan-bukan. Dia saja tidak terpikirkan makan, tapi memang lapar setelah menyadarinya. "Hm, sangat. Aku ingin mencoba sesuatu yang manis. Mungkin kue? Atau manis-manis lainnya juga."

Seketika Apo tertawa kecil. "Ha ha ha ha ha ... iih, mesum," katanya. "Baru pulang pikirannya sudah kemana-mana--ugh .... tapi, kalau mau juga tidak apa-apa," lanjutnya sambil mengerling.

"Hm?"

"M-Maksudku, ciuman?" Rona Apo jadi kentara setelah mereka berjarak. ".... hat mah mich geküsst, Phi? Tapi aku belum sikat gigi ...." katanya. Tampak menyesal sudah menawari. Namun, Paing tidak berpikir dua kali untuk melahapnya. "Mnnhh ...."

Bibir mereka pun bertautan selama beberapa saat. Keduanya saling melumat dalam kehangatan, meski Apo tak menyangka akan digigit juga.

"Akh!"

"Kau benar, aku lapar ...." kata Paing tidak peduli. Alpha itu pun menyusuri rongga mulutnya. Sangat rakus. Sampai-sampai Apo harus mendorongnya demi minta jeda.

"Hhh ... hhh ... hhh ...." desah Apo yang tersengal lembut. Dia memandangi wajah Paing baik-baik. Mengingatnya. Lalu meraba di bagian dada. Ahh ... jahitannya pasti sudah kering. Tapi Apo tidak mau bertanya apapun. Seolah--cukup hadir saja di depanku terus, jangan pergi, dan kita akan membaik mulai sekarang ....

"Kau tahu kenapa Phi kemari?" kata Paing. Lalu mengambil sesuatu dari sakunya. "Ini, Apo. Apa kau tidak bercanda? Ya Tuhan ... semalam Phi baru bangun jam 10. Sendirian. Tapi langsung tidak bisa tidur lagi ...." Dia menunjukkan hasil USG yang Apo tinggalkan. Dan rautnya jadi sepolos bocah.

"Apa Phi suka hadiahnya?" tanya Apo. "Aku tidak bisa memberimu yang lebih baik ...." katanya. Mungkin merujuk pada kekayaan, benda, dan lain-lain. Dia sepenuhnya paham sulit menyaingi Paing. Tapi pasti memberikan yang Alpha itu inginkan selama bisa.

"Menurutmu? Phi benar-benar tidak habis pikir," kata Paing. "Maksudku, banyak--ha ha ha ha ha ... padahal kembar sekali, belum tentu yang kedua sama."

"He he he ...."

"Serius, ya. Phi sampai main ponsel setelah sekian lama. Cuma demi nonton video kompilasi."

"Huh?" Apo pun terkekeh-kekeh. "Seperti quadruplets yang tertawa bareng?" tanyanya.

"Ya, apapun ... atau tentengan stroller hanger di kanan kiri? Ha ha ha ha ha ... pasti mereka lucu sekali," kata Paing. Tawa-nya menyebarkan kebahagiaan di dada Apo. Sehingga Omega itu duduk untuk memeluk kembali.

"Jadi, Phi akan kembali ke RS setelah ini?" tanya Apo.

"No, tidak akan. Aku mau rawat jalan di rumah saja," kata Paing. "Membantu dari belakang. Lalu menemui Mile juga."

Apo pun diam sesaat. Masih saja kepikiran itu, Batinnya. Lalu mengelus bahu sang Alpha. "It's okay?" tanyanya. "Tapi Phi harus stabil dulu ...."

Paing pun mengangguk pelan. "Hm, why not? Lagipula Yuzu ada di sini. So, Phi lebih tenang meski nantinya cuma membantu," katanya. "Dia bisa diandalkan untuk menjaga Mama."

"Oke," kata Apo. Omega itu masih senyum karena terlalu senang. Sehingga sulit menyembunyikan perasaannya.

Mereka pun mengobrol hingga matahari terbit. Alarm berbunyi. Tapi tidak ada yang berpindah dari tempat. Paing masih betah duduk di sebelah Apo. Sementara sang Omega mendengar banyak hal random darinya. "Hm? Astaga ... yang tadi toh. Itu benar-benar Alexa, keponakan kecilku. Kau tidak kena lucid dream."

"Oh ...."

"Dia semalam menjengukku bersama keluarga. Tapi karena Phi ketahuan keluar gerbang, ya sudah kuajak pulang sekalian. Ha ha ha. Biarkan orangtuanya nanti mencari. Mereka sekali-kali memang harus dikerjai."

Apo jadi gemas mencubit pinggang sang Alpha. "Ih, jahil ya. Dasar ...." katanya. "Mereka bisa panik mengira anaknya diculik hantu. Ha ha ha ha ha."

Paing justru makin semangat mengobrol. Dia lebih vokal karena terlalu lama di RS. Mungkin sama kesepiannya dengan Apo Nattawin. Tak masalah, malah bagus, Batin Apo. Dia juga sama hausnya dengan suara Paing, sehingga tiap gerakan bibirnya dia cermati.

"Tapi, Phi ... aku mau tanya sesuatu," kata Apo di tengah-tengah obrolan. Entah kenapa dia lebih sabar menghadapi Paing, meski di belakang sering mengomel sendiri.

"Hm?"

"Maksud map yang diberikan Dokter Piya itu apa ya? Phi sebegitunya sudah putus asa? Aku sungguh tidak habis pikir ...." kata Apo. "Phi pernah kepikiran pergi, kah? Astaga. Aku capek kalau ingat, padahal maunya marah kalau kita ketemu lagi ...."

Namun, perkataan Apo justru terdengar seperti rajukan. Paing pikir sang Omega hanya ingin manja, jadilah Paing cukup membujuk seperlunya. "Oke, fine ... fine ... Phi benar-benar minta maaf," katanya. "Soalnya kan--"

"Dengar ya, Phi. Aku tidak mau ada minta maaf lagi," sela Apo. Secara ajaib nadanya lembut, tapi penekanannya tegas sekali. "Setidaknya dalam hal ini. Karena aku benci Phi mendadak pamit. Jadi jangan main-main soal hidup mati."

"...."

"Promise me?" tanya Apo. Kali ini tanpa mengacungkan kelingking. "Kalau aku kuat, Phi pun harus kuat juga mulai sekarang ...." katanya, lalu menunjuk ke dada Paing. "Maksudku, di tempat ini."

Paing pun merasakan perubahan besar tersebut. Dia mungkin tidak tahu alasannya, tapi peka sang Omega agak frustasi. "Hm, baiklah," katanya. "Sekarang bisa jangan marah lagi? Phi kan sudah di sini ...."

Meski mendengus, Apo tetap mengangguk pelan. Dia cemberut karena belum mereda, tapi tetap menuruti permintaan Paing. Omega itu menaikkan piamanya perlahan, menahan gugup. Lalu membiarkan Paing pasang telinga di perut buncitnya. "Ugh, Phiii ...." keluhnya dengan muka merah.

Paing justru tersenyum tipis. Kumis Alpha itu lebat karena lama tertidur. Sehingga geli di kulit tan manis Apo. "Aku tahu, mereka hidup," katanya senang. Alpha itu merasakan kedutan di beberapa titik. Lalu mengecupnya satu per satu. "Benar-benar sangat keren. Ha ha ha ha. Ini semua sungguh baby-ku, Apo ...." tawanya.

"Eh? Memangnya umur segini sudah bergerak?" tanya Apo.

"Iya, tentu. Dua bulan Omega kan 4 bulan Beta," kata Paing. "Memang yang kau rasa bagaimana? Bukankah hamil pertama pernah dapat sensasinya?"

DEG

"Ah ...." desah Apo.

"Kenapa?"

Apo langsung menggeleng lemah. "Um, bagaimana ya ... soalnya dulu aku bedrest sampai tidak bisa bangun," katanya. "USG pun hanya sekali. Tidak kuat kontrol, tapi tetap dipantau seorang dokter."

Seketika Paing ikutan terdiam. Dia menyimak cerita Apo kehilangan satu baby. Maka kalau bisa jangan sampai terulang kembali.

"Kau tahu, Phi? Saat triplets bisa duduk, aku pernah bermimpi saudara mereka menyusul," kata Apo. "Tapi dia cuma sendirian, dan aku tidak bisa memeluknya di sana." Bola mata Omega itu berkaca-kaca, ingin menangis. Sehingga Paing menggenggam tangannya.

"Mmn, hmm. Next time tidak akan Phi biarkan begitu lagi, oke?" kata Paing. "Lagipula aku akan istirahat lama. Just calm down ... jangan ragu bagi tugasmu padaku. Dan banyak pun malah bagus."

"Ugh ... tapi Phi kan juga membantu Oma. Apa sungguh tidak apa-apa?" tanya Apo. "I mean, kalau sehat sih tidak masalah--"

"It's okay, Apo. This is my line, hm?" sela Paing. Mendadak taringnya tampak lebih dari biasanya. "Kau bisa percayakan hal seperti ini padaku."

Apo pun mengangguk pelan. "Oke ...." katanya. Walau langsung tidak sanggup balas memandang sang Alpha lagi. "P-Pokoknya terima kasih, Phi. Aku senang karena Phi pulang ...."