"Yaudah gua tinggal dulu ya. Kalau ada apa-apa langsung kabarin gua aja," ucap Gavriel.
Zora dan Helen merasakan ada yang beda atas kepergian Gavriel barusan yang secara tiba-tiba.
"Gavriel kenapa ya? Ngerasa ga sih kalian kalo ada yang beda dari dia?" tanya Helen.
"Iya, gua juga ngerasa begitu," sambung Zora.
"Kalian berdua apaan sih. Biasa aja kali. Emang dia aneh. Udah yuk kita masuk ke kelas aja," jawab Aneisha yang langsung bangun dari tempat duduknya.
"Yaudah, ayo."
Aneisha, Zora dan Helen pun pergi ke kelas mereka. Karena sebentar lagi kegiatan belajar mengajar pun akan segera dimulai.
Setibanya di dalam kelas, Zora langsung melihat ke tempat duduk Gavriel. Tidak ada dia di sana.
"Kok Gavriel ga ada ya? Kemana dia?" tanya Zora.
"Ngapain sih lu mikirin dia. Terserah dia mau kemana. Malah bagus kalau dia bikin ulah, gua bisa putus dari dia. Udah ah ayo masuk," jawab Aneisha dengan sangat ketusnya.
"Kenapa sih dia? Marah-marah terus dari tadi," tanya Zora kepada Helen.
"Ga tau. Lagi dapet kali dia. Yaudah kita masuk aja yuk."
"Ayo."
Akhirnya Zora dan Helen pun ikut masuk ke dalam kelas.
******
Kring... Kring... Kring...
Jam sekolah telah kembali berbunyi. Itu artinya seluruh murid sudah diperbolehkan untuk kembali ke rumah masing-masing.
"Lu pulang sama siapa Neish? Sama kakak lu atau sama pacar lu?" tanya Helen sambil meledek Aneisha.
"Pacar gua siapa? Gua ga punya pacar. Kak Felix pasti jemput gua sih. Karena dia udah gua aduin ke Mamah sama Papah kalau dia udah abaikan gua sebagai adiknya demi pacarnya. Kalau dia macam-macam lagi, tinggal gua aduin lagi."
"Ngeri yaa mainnya ngadu-ngaduan."
"Biarin. Itu lah kodrat anak bungsu, hahaha."
Tidak lama kemudian Gavriel datang menghampiri Aneisha dan kedua temannya. Dengan membawa buket bunga yang cukup besar ukurannya.
"Ih sweet banget sih Gavriel bawa bunga," celetuk Zora.
"Apa sih. Biasa aja kali," jawab Aneisha dengan sangat juteknya.
"Aneisha, gua sengaja beli bunga ini buat lu. Semoga lu suka ya."
Semua murid yang berlalu lalang di sana seketika pandangan mereka semua tertuju kepada Aneisha dan Gavriel. Kejadian kali ini merupakan sejarah bagia Gavriel yang terkenal sebagai preman sekolah tiba-tiba bisa sebucin itu dengan wanita sambil membawakan buket bunga yang sangat indah. Aneisha merasa risih dengan tatapan dari semua orang yang melihatnya.
"Lu apaan sih. Malu tahu dilihat orang kaya gini," ucap Aneisha.
"Sorry, Neish. Gua bukannya mau mempermalukan lu. Justru di sini gua meng istimewa kan lu. Lu mau ga jadi pacar gua secara resmi?"
Gavriel tiba-tiba mengeluarkan sebuah cincin berwarna putih dengan permata di tengah-tengahnya. Zora, Helen, dan semua siswi yang melihat kejadian itu spontan langsung berteriak. Wanita mana yang tidak mau diperlakukan seperti itu oleh laki-laki yang mencintainya.
Aneisha terdiam seribu bahasa.
"Jadi gimana? Lu mau kan jadi pacar gua secara resmi?" tanya Gavriel untuk memastikannya kembali.
Ternyata reaksi dari Aneisha membuat Gavriel dan semua orang yang melihatnya terkejut. Aneisha langsung mengembalikan buket bunga yang sudah di kasih oleh Gavriel dan langsung pergi begitu saja.
"Engga, gua ga akan mau jadi pacar lu."
Zora dan Helen sebagai teman dekat dari Aneisha merasa tidak enak dengan Gavriel. Tetapi mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi untuk membujuk Aneisha supaya bisa menerima Gavriel sebagai pacarnya. Akhirnya mereka berdua hanya bisa meminta maaf kepada Gavriel atas apa yang sudah dilakukan oleh Aneisha kepadanya.
"Duh, Gavriel. Kita sebagai teman dekatnya Aneisha minta maaf ya atas apa yang udah dilakukan sama Aneisha ke lu," ucap Helen.
"Iya ga apa-apa. Ini semua bukan salah lu berdua kok."
"Yaudah kalau gitu kita mau susul Aneisha dulu ya."
"Iya."
Zora dan Helen langsung mengejar kepergian Aneisha. Dan Aneisha masih berada di depan gerbang sekolah sambil menunggu jemputan.
"Neish," panggil Zora.
"Lu ga kenapa-kenapa kan?" tanya Helen.
"Engga, gua ga kenapa-kenapa. Gua cuma kesel aja sama Gavriel. Kenapa sih dia kaya gitu. Malu-maluin gua aja tahu ga."
"Itu tuh sweet tau Neisha. Dia cuma mau mengungkapkan perasaan dia ke lu. Udah itu aja. Emangnya lu ga senang kalau ada laki-laki yang memperlakukan lu seperti itu?"
"Engga. Karena bukan dia orang yang gua mau."
"Lu pernah dengar ga sih istilah lebih baik kita memilih laki-laki yang mencintai kita daripada laki-laki yang kita cintai. Karena laki-laki yang mencintai kita pasti akan melakukan apa saja demi kita. Sedangkan laki-laki yang kita cintai belum tentu seperti itu. Yang ada kita cuma makan hati aja."
"Iya gua paham. Tapi gua juga masih mau sekolah aja deh. Gua mau fokus sama diri gua sendiri aja dulu. Dia aja juga belum bisa urus diri dia sendiri. Gimana nasib gua nantinya."
Zora dan Helen tidak bisa berkata-kata lagi setelah Aneisha berbicara seperti itu. Kebetulan sekali tidak lama kemudian mobil milik kak Felix berhenti tepat di depan Aneisha. Aneisha pun langsung masuk ke dalam mobil.
"Itu kak Felix udah jemput gua. Gua balik dilua ya. Bye."
"Bye. Hati-hati."
Kini Aneisha sudah pergi meninggalkan sekolah bersama dengan kak Felix. Hanya tersisa Zora dan Helen di sana.
"Gimana dong?" tanya Zora.
"Ya ga gimana-gimana. Kita juga ga bisa Aneisha buat terima Gavriel. Udah ah mendingan kita juga balik."
"Yaudah. Gua juga udah di jemput tuh. Bye..."
"Bye..."
Zora dan Helen pun pergi meninggalkan sekolah. Sedangkan Gavriel masih berdiri di tempat bersama dengan kedua temannya. Evans dan Barra.
"Lu ga apa-apa bro?" tanya Barra kepada Gavriel.
"Engga, gua ga kenapa-kenapa. Gua salah paham ternyata sama apa yang Aneisha ucapin ke gua tadi pagi?"
"Emangnya tadi pagi Aneisha bilang apa sama lu?"
"Jadi tadi pagi dia diledekin sama teman-temannya kalau kita berdua punya anak, pasti anaknya lucu-lucu. Terus Aneisha bilang gimana kita mau punya anak, pacaran aja engga. Gua kira Aneisha minta gua supaya gua memperjelas hubungan kita berdua. Tapi ternyata gua salah."
"Astaga. Lagian dia kenapa sih nolak lu? Padahal cewek-cewek di luar sana mau jadi pacar lu."
"Dia itu berbeda. Ga seperti cewek yang lainnya. Yaudah ah, gua mau cabut."
"Mau kemana lu?"
"Kemana aja."
Gavriel langsung pergi meninggalkan kedua temannya begitu saja tanpa memberitahukan kepergiannya. Kedua teman Gavriel hanya bisa diam seperti Zora dan Helen tadi.
"Gimana tuh si Gavriel?" tanya Evans.
"Udah biarin aja dia menenangkan diri dulu. Kasih dia waktu buat sendiri dulu. Mending kita juga cabut ke tempat biasa."
"Oke."
Evans dan Barra memilih untuk pergi ke tempat tongkrongan biasa mereka dan membiarkan Gavriel menikmati waktunya sendiri untuk menenangkan dirinya dari permasalahan tadi.
-TBC-