"Loh, Neng? Ngapain makan martabak di sini? Itu kan Den Felix di depan," ucap Bi Siem.
Aneisha menempatkan telunjuk di depan bibirnya.
"Sstt, Bibi jangan bilang-bilang kak Felix, yah kalau Aneisha di sini. Nanti martabaknya habis sama kak Felix," jawab Aneisha.
Aneisha lalu mengambil dua potong martabak dan menempatkannya di piring.
"Nih, buat Bibi. Tapi, jangan bilang-bilang kak Felix kalau..."
"Bilang apa?"
Suara kakn Felix terdengar dari belakang.
"mampus, ketauan deh gua," ucap Aneisha di dalam hatinya.
Aneisha berbalik badan, lalu tersenyum kepada kak Felix yang sudah berdiri sambil memutar-mutar kunci mobil di jarinya.
"Hai," sapa kak Felix. Matanya langsung tertuju pada martabak di gendongan Aneisha.
"Enak tuh. Minta dikit doang elah, Neish. Lagian dari siapa sih? Lu beli?" tanyanya.
"Itu Den, tadi ada cowok yang ke sini. Itu martabaknya juga dari cowok tadi," jelas Bi Siem. Aneisha langsung ketar-ketir mendengar jawaban dari Bi Siem.
"Wuah. Bi Siem enggak bisa diajak kompromi, deh. Golok mana golok," ucap Aneisha di dalam hatinya dengan perasaan yang sangat kesal.
Felix langsung menarik Aneisha menjauh dari dapur setelah mendengar ucapan Bi Siem.
"Lu gitu ya sekarang sama gua. Kenapa ga cerita sama gua kalau lu punya cowok?" ucap kak Felix.
Aneisha memalingkan wajahnya.
"Biarin, lah. Lagian dia bukan siapa-siapa gua."
"Terus kalau bukan siapa-siapa ngapain kirim martabak segala?"
"Ya namanya juga rezeki. Masa iya gua tolak, sih?"
"Ya udah. Gua mah pesan aja ya, Neish. Hati-hati kalau cari cowok. Jangan yang belangsak. Nanti kalau lu sakit hati, gua yang repot," ucap kak Felix yang langsung meraih kotak martabak yang Aneisha tinggal di atas meja dapur.
"Gua mah martabaknya, ya. Hehehe."
"Yahhh kak Felix telat, Gavriel kan belangsak," batin Aneisha.
*******
"Eh, kak Felix! Lu mau kemana, sih? Masa gua ditinggalin?" protes Aneisha.
Aneisha baru saja mengambil setangkup roti, tetapi Felix sudah langsung berjalan ke mobilnya. Padahal ini masih jam 6 lewat 15 menit pagi.
"Gua ada janji sama Zahra. Dia ada kuliah pagi, jadi gua harus cepat. Lu sama cowok lu aja, ya! Apa gua harus pesanin lu taksi?"
Aneisha mendengus kesal.
"Gini, nih, ya, kalau punya Abang yang lagi kesengsem sama cewek. Adiknya di nomor duakan. Ya udah pesanin tak..."
Tin! Tinn!
Sebelum Aneisha menyelesaikan kalimatnya, suara klakson motor terdengar dari depan rumah. Aneisha menghela nafas panjang.
"Noh, cowok lu jemput. Asik, gua udah enggak perlu lagi jadi sopir lu. Daaahh!" ucap kak Felix sambil berlalu. Aneisha menatapnya tidak terima.
"EH! KAK FELIX! JANGAN TINGGALIN GUA! GUA MAU IKUT LU AJAA!!"
Felix meringis seraya menutup sebelah telinganya.
"Apaan? Enggak ah, nanti gua telat. Byeeee," jawab kak Felix sebelum menghilang di balik pintu.
Kalau bisa, Aneisha sudah nangis guling-guling sambil garuk-garuk aspal, deh. Tega banget kak Felix tinggalin Aneisha sama makhluk seperti Gavriel.
"Naik ke atas motor gua sekarang!" perintah Gavriel.
Aneisha menghembuskan nafas panjangnya.
"Enggak! Lebih baik gua jalan kaki daripada harus berangkat ke sekolah bareng sama lu."
"Yakin? Kalau telat enggak apa-apa? Masa anggota OSIS datangnya telat."
Aneisha melirik ke arah Gavriel dengan tatapan sinisnya setelah mendengar ucapan darinya. Dengan wajah yang ditekuk, mau tidak mau, tidak ada pilihan lain akhirnya Aneisha menaiki sepeda motor milik Gavriel tanpa berkata-kata lagi. Gabriel yang melihat tingkah pacar paksaannya itu hanya bisa tersenyum tipis.
"Udah siap? Pegangan dong. Nanti kalau jatuh gimana?" ledek Gavriel.
"Udah ga usah banyak bicara deh lu. Lebih baik sekarang kita berangkat ke sekolah. Gua ga mau sampai gua terlambat datang ke sekolah ya."
Tanpa berkata apa-apa lagi Gavriel langsung menancapkan gas sepeda motor miliknya. Aneisha yang tidak siap spontan langsung memeluk tubuh Gavriel yang sangat tegap dan gagah itu.
******
Di sekolah.
Tepatnya di depan gerbang sekolah. Semua siswa dan siswi yang baru sampai di sekolah berlalu lalang.
"Zora," panggil seseorang dari belakang. Zora langsung menoleh ke sumber suara.
"Iya, Devian?"
"Aneisha dimana ya?"
"Oh, Aneisha belum datang. Ga tau dia terlambat atau ga masuk sekolah. Ga ada kabar soalnya."
"Ohh gitu."
Baru saja dibicarakan oleh Devian dan Zora, Aneisha terlihat baru saja tiba di sekolah dengan menggunakan sepeda motor bersama dengan Gavriel. Kedua teman dekatnya terkejut melihatnya. Termasuk Devian.
"Stop, stop! Turunin gua di sini," teriak Aneisha kepada Gavriel tepat di depan telinganya.
"Sabar dong, belum juga sampai di parkiran."
"Gua mau turun di sini, sekarang!"
"Oke siap sayang. Sebentar ya gua minggir dulu supaya lu juga aman."
"Apa? Gavriel panggil gua sayang? Bukannya terdengar romantis, yang ada bikin gua jijik," ucap Aneisha di dalam hatinya sambil membuang kedua matanya ke atas.
Gavriel meminggirkan sepeda motornya. Dengan terburu-buru Aneisha langsung turun dari sepeda motor. Sampai-sampai dia lupa membuka helm yang ada di kepalanya.
"Aneisha," panggil Gavriel.
"Apa lagi sih?"
"Lu ga mau buka helm lu dulu?"
Aneisha terdiam sejenak. Di dalam hatinya dia merasa malu karena tingkah lakunya sendiri. Tetapi dia juga tidak mau terlihat demikian di depan Gavriel. Aneisha langsung melepaskan helm di atas kepalanya dan memberikan helm tersebut kepada Gavriel.
"Nih, thanks."
Setelah itu Aneisha langsung pergi begitu saja meninggalkan Gavriel. Aneisha datang menghampiri Devian, Zora dan Helen yang sedari tadi sudah memperhatikannya dengan Gavriel.
Zora menatap Aneisha dengan tatapan penuh ledekan. Aneisha yang tidak suka dengan tatapannya itu dengan spontan langsung mencubitnya.
"Kenapa lu liatin gua kaya gitu?"
"Ciee. Akhirnya udah resmi pacaran nih?"
"Apa sih lu. Siapa juga yang pacaran sama makhluk kaya dia. Ga ada ya."
"Kalo iya juga ga apa-apa."
"Najis. Devian, tumben ngobrol sama dua kecubung ini?"
"Yehh, enak aja lu. Tadi Devian cariin lu."
"Oh iya? Ada apa?"
"Enggak. Gua cuma mau tanya, tugas yang kemarin gua kasih udah selesai dikerjain belum?"
"Iya udah kok. Ini gua bawa. Sebentar."
Aneisha meraih tas gendolnya ke depan supaya dia bisa mengambil sebuah buku yang ada di dalam tas nya. Kemudian Anisha menyerahkannya kepada Devian.
"Ini. Udah gua selesaikan. Di cek aja takut ada yang salah."
"Oke. Makasih banyak ya."
"Sama-sama."
Tiba-tiba saja tanpa di undang Gavriel ikut nimbrung dengan mereka berempat. Padahal dirinya tidak diajak bicara sama sekali. Gavriel datang dan langsung merangkul pundak Aneisha.
"Lain kali jangan kasih tugas yang banyak dan sudah ya ke cewek gua. Kasihan nanti pacar gua kalau pusing. Kalau sakit, kan gua yang sedih," ucap Gavriel sambil melirik ke arah Aneisha dengan senyuman meledek.
-TBC-