" Ma!" panggil Revan yang melihat mamanya sedang duduk bersama dengan papanya di ruang tengah. Setelah beberapa hari dia dan Wina mempersiapkan diri untuk menghadapi Tata.
" Masih ingat mama, kamu? Dasar anak ti..."
Tiba-tiba Tata yang marah dan berdiri menghentikan ucapannya dan mengurungkan niatnya memukul Revan dengan remote TV yang dipegangnya. Matanya berbinar melihat sosok mungil di belakang Revan yang bersembunyi dibalik tubuh besar putranya. Nina melongok sedikit ke arah Tata dengan memperlihatkan sedikit kepalanya. Valen yang melihat istrinya langsung mengikuti arah mata istrinya.
" Nina?" ucap Valen tersenyum senang.
" Opa memanggilmu, sayang!" ucap Revan.
" Nina takut!" ucap Nina bersembunyi di balik tubuh Revan.
" Takut? Sama siapa?" tanya Revan lagi. Nina kembali melongokkan kepalanya dan melihat ke arah Tata. Astaga! Apa aku begitu menakutkan sehingga cucuku sendiri tidak mau melihatku? batin Tata yang merasa bersalah karena Nina melihatnya memarahi papanya.
" Oma tidak jahat! Oma marah karena papa nakal!" ucap Revan yang telah berjongkok agar tingginya bisa sejajar dengan putrinya.
" Benarkah?" tanya Nina.
" Iya!" jawab Revan yang jongkok sehingga tingginya bisa sejajar dengan tinggi tubuh putrinya. Putrinya itu masih bergeming, dia ragu dengan jawaban papanya.
" Opa! Oma sedihhhh sekali!" kata Tata dengan berpura-pura mengusap matanya yang tidak basah, kepalanya bersandar di bahu Valen.
" Kenapa, Oma?" tanya Valen mengikuti sandiwara Tata.
" Oma sedih karena cucu Oma nggak sayang sama Oma!" jawab Tata dengan suara yang dibuat seperti menangis.
" Hiks...hiks...!"
Tiba-tiba Tata merasa jika ada yang menarik-narik roknya, dia melihat ke arah bawah, dilihatnya Nina sedang berdiri sambil menundukkan kepalanya.
" Princess cantik! Ini...Oma!" kata Tata dengan mata berkaca-kaca sambil jongkok setinggi Nina.
" Nina sayang kok sama Oma!" ucap gadis kecil itu tanpa melihat omanya.
" Oma juga sangat sayangggggg sama Nina!" ucap Tata.
" Oma nggak boleh sedih lagi, ya!" ucap Nina dengan mengusap pipi Tata yang ternyata basah dengan airmata. Tata merasa terharu dan bahagia karena Nina sudah mau menerimanya.
" Peluk Oma, dong!" kata Tata merentangkan tangannya ke depan. Nina langsung memeluk erat Tata dan airmata Tata menetes di kedua pipinya. Revan yang melihat mama dan anaknya berpelukan, tanpa terasa matanya berkaca-kaca. Wina? Revan mencari-cari wanita itu, lalu dia berjalan keluar dari ruangan itu. Dilihatnya Wina yang masih di dalam mobil dengan wajah penuh kekhawatiran.
" Sayang! Kenapa nggak turun?" tanya Revan yang masuk ke dalam mobil.
" Aku...takut, Rev!" jawab Wina menatap wajah pria pujaannya itu.
" Mama dan Nina sudah akrab, kok!" kata Revan mengusap pipi Wina dengan punggung tangannya.
" Gimana kalo Tante Tata benci sama aku?" tanya Wina.
" Tapi kenapa? Bukankah mama sangat menyayangi kamu!" jawab Revan.
" Karena dulu aku yang membuatmu menderita dan meninggalkanmu!" kata Wina menundukkan kepalanya.
" Hei! It's Ok! Itu'kan dulu! Sekarang dia pasti senang melihat kita!" kata Revan mencoba menghibur kekasihnya itu.
" Senang kenapa? Apa ada orang tua yang senang saat ada pelakor dalam rumah tangga putranya?" tanya Wina.
" Terlebih saat dia akan mendapatkan seorang cucu?" kata Wina dengan pelan.
" Jangan membebani pikiranmu dengan sesuatu yang belum tentu terjadi, sayang! Ada aku disini!" kata Revan lembut memeluk tubuh Wina.
" Lebih baik aku kembali saja ke Penthouse!" ucap Wina.
" No! Kita harus mengatakan hubungan ini pada orang tua kita!" kata Revan.
" Tidak sekarang! Aku masih menikmati semua ini, Rev! Aku bisa mati jika berpisah lagi darimu!" kata Wina dengan airmata yang mengalir di kedua pipinya. Pelukannya menjadi sangat erat pada tubuh Revan. Revan tahu jika wanitanya itu ketakutan.
" Lalu kapan? Apa menunggu mereka memisahkan kita?" tanya Revan sarkas. Wina melepaskan pelukannya dan menatap Revan dengan tajam.
" Tidak! Aku tidak mau lagi berpisah denganmu!" kata Wina tegas.
" Kalo begitu kita hadapi semua bersama!" kata Revan menggenggam tangan Wina. Wina menatap tajam mata kekasihnya, dia melihat kesungguhan dan kekuatan dalam mata itu. Wina lalu menganggukkan kepalanya dan keluar dari mobil, mereka bergandengan tangan masuk ke dalam rumah.
Revan dan Wina telah sampai di ruang tengah, mereka melihat Nina yang di pangku oleh Tata sedang asyik makan kue disuapi oleh Tata. Nina sedang asyik melihat kartun di Tab yang diberikan Valen.
" Kayak nyebrang jalan aja itu tangan!" kata Tata yang melirik sekilas pada pasangan muda itu. Dengan cepat Wina melepaskan tangan Revan dan menggenggam tangannya sendiri.
" Om!...Tante!... Apa...kabar?" tanya Wina terbata. Dadanya berdetak dengan kencang saat melihat Tata yang tidak sekalipun melihat mereka, malah bicara sinis pada mereka.
" Pa! Bisa bawa Nina ke belakang?" kata Tata.
" Nina ikut Opa melihat taman dulu, ya?" kata Tata tersenyum.
" Iya, Oma! Mommyyyyy!" teriak Nina.
" Nina ikut Opa, ya!" kata Wina yang melihat putrinya di gendongan Valen.
" Iya, mommy!" jawab Nina.
" Sejak kapan kamu jadi gagap kalo bicara?" tanya Tata menyindir saat Valen telah pergi.
" Maaa!" rengek Revan.
" Diam kamu! Mama belum membuat perhitungan sama kamu!" sahut Tata cepat dengan mata melotot pada putra kesayangannya.
" Wina minta maaf, Tante! Wina tahu Wina salah! Tante bisa hukum Wina tapi Wina mohon jangan pisahkan Wina dengan Revan!" rengek Wina sambil bersujud memegang kaki Tata.
" Tante kecewa sama kamu, Win! Kamu tahu kalo tante sangat sayang sama kamu, tapi kamu tega menjadi wanita kedua dalam rumah tangga Varel!" kata Tata bergeming.
" Ma, Wina nggak salah! Varel yang salah!" bela Revan.
" Diam, kamu , Rel!" bentak Tata marah.
" Wina minta maaf, Tante! Wina tahu Wina telah sangat mengecewakan tante dan om juga kedua orang tua Wina! Tapi Wina sangat mencintai Revan, Tante! Semua ini diluar kehendak kami!" tutur Wina dengan airmata yang telah mengalir deras di pipinya.
" Kamu wanita, Tante wanita, Angel juga wanita, bahkan putri kamu juga! Apa kamu bisa merasakan apa yang dirasakan oleh seorang wanita yang suaminya diambil bahkan mencintai orang lain?" tanya Tata yang terus memojokkan Wina. Revan merasa sangat sedih melihat keadaan Wina, dia tahu betapa menyesal dan kecewanya mamanya akan keadaan ini.
" Jika kamu memang mencintai Varel dan putrimu...tinggalkan Varel dan kembali ke suamimu!" ucap Tata dengan bibir bergetar.
" Mama!" teriak Revan.
" Rev!" panggil Wina menatap tajam Revan yang wajahnya terlihat menggelap.
" Berani kamu berteriak pada mama?" teriak Tata ganti. Wina bangkit dari duduknya dan mendekati Revan. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan menatap nanar pada Revan seakan meminta untuk menahan amarahnya.
" Please, jangan membuat keadaan semakin keruh! Mamamu benar, tidak seharusnya kita melakukan ini semua!" kata Wina dengan wajah sedih.
" Apa? No, Win! Aku sudah menunggu semua ini bertahun-tahun! Aku tidak akan mundur apapun yang terjadi!" jawab Revan.
" Rev! Please, dengar aku! Aku tidak mau menyakiti hati mamamu! Dia benar, seharusnya aku menyadari sebagai sesama wanita! Aku akan memberikanmu kebebasan untuk bersama Nina!..."
" Nggak! ...."
" Kamu boleh mengajaknya kemanapun kamu mau..."
" Nggak, Win..."
" Trima kasih atas beberapa hari ini..."
" Diamlah..."
" Aku bersyukur kamu baik-baik saja dan akan memberikan adik pada Nina..."
" Hentikan..."
" Aku harus pergi..."
" Ma! Apa mama tega memisahkan aku dengan anakku?" kata Revan sambil berlari dan bersujud di kaki Tata. Wina tidak kuasa menahan pria yang dicintainya itu.