Di depan kamar inap ku, ada seorang pria yang cukup ganteng dan ramah. Rupanya ia telah menunggu ku. Ia memperkenalkan diri sebagai Deni, asisten tuan Angga. Deni berjalan cepat, mendahului ku menuju ke parkiran. Ia berhenti di depan sebuah mobil hitam yang sangat berkilat. Aku mencoba mencari tahu merk mobil itu. Namun sebelum aku menemukan tulisan merk mobilnya, Deni sudah membukakan pintu mobil dan menyuruh ku untuk masuk ke dalamnya. Deni segera melajukan mobil nya. Laju mobil begitu mulus. Hingga tak terasa kalau mobil itu telah melesat dengan cepat.
Interior di dalam mobil, tampak sangat elegan. Jok mobilnya di balut dengan cover kulit asli yang sangat bagus. Terlihat berkualitas dan mahal. Aku tak henti-hentinya mengagumi interior dalam mobil. Baru kali ini aku naik mobil mewah. Jok nya terasa empuk dan nyaman.
"Nona Ana, besok saya akan mengantarkan nona Ana belanja dan juga pergi ke salon. Jam berapa saya bisa jemput?" Tanya Deni mengagetkan lamunan ku.
"Maaf nona Ana, jangan memanggil saya tuan. Panggil saja Deni." Kata Deni dengan keramahannya yang luar biasa.
"E... baik. Deni... sebaiknya kamu juga panggil aku Ana. Aku orang biasa, tidak pantas dipanggil nona" kata ku jujur.
"Nona apa pun latar belakang Anda, kalau tuan Angga sudah memutuskan menjadikan Anda sebagai wanita nya, secara otomatis Anda juga majikan saya." Penjelasan Deni membuat ku terbungkam. Bersamaan laju mobil mulai melambat dan berhenti. Waktu aku melihat keluar, rupanya kami sudah sampai. Mobil berhenti tepat di depan gang.
"Nona Ana, sesampainya di rumah jangan lupa segera menghubungi tuan Angga" pesan Deni sebelum aku keluar dari mobil.
"Ya.. trimakasih sudah mengantarkan saya. Bagaimana kalau mampir dulu saya buat kan kopi? kata ku basa- basi. Aku berharap Deni tidak turun dan singgah ke rumah kontrakan ku yang kecil. Karena ku pastikan tidak akan ada kopi ataupun gula di rumah. Aku jadi lega saat Deni menolak untuk singgah.
Aku segera berjalan cepat menyusuri gang sempit menuju kontrakan. Keadaan rumah sangat sepi, listrik rumah juga padam. Saat ku periksa ternyata token listrik habis.
Sebelum jari- jari ku menyentuh pintu. Ada seseorang yang membukakan pintu untuk ku.
"Kak... Ana... kenapa pulang malam kak?" Sambut Nita yang langsung memeluk ku.
"Maaf, kakak ada lembur." Aku langsung masuk ke rumah, memeriksa rumah yang remang- remang. Hanya sebatang lilin yang menjadi penerang di rumah sempit kami. Aku mulai mencari Emak dan Doni yang tak terlihat dimanapun. Di kamar pun tidak ada.
"Nit... mana Emak dan Doni?" Tanyaku sambil mengambil air minum di dapur.
Nita dengan takut- takut menjawab, "Emak mengantar Doni periksa ke mantri." Jawaban Nita langsung memicu detak jantung ku. Setelah meninggalnya bapak, aku memang paling sensitif kalau mendengar ada diantara kami yang sakit. Rasa kawatir kehilangan orang tercinta selalu menghantui ku.
Seperti mengetahui pikiran ku Nita berusaha menenangkan ku.
"Doni hanya batuk pilek biasa kak, tadi pagi ia jajan es, trus sorenya ia batuk dan demam. Emak membawa ke mantri supaya Doni cepat sembuh."
"Assalamu alaikum..." Suara emak di depan pintu kontrakan. Seketika menghapus semua kekawatiran ku.
"Waalaikum salam..." jawab ku segera membukakan pintu buat emak.
"Baru pulangkah An..." tanya emak saat melihat ku.
"Iya Mak... tadi Ana ada lembur" kata ku berbohong. Aku harus menyimpan rapat- rapat kejadian tadi supaya tidak membuat Emak kawatir.
"Iya gak papa, tapi lain kali paling gak kabari emak ya..."
"Iya Mak. Maaf tadi Ana benar- benar sibuk sampai kelupaan ngabari emak. Lain kali Ana pasti kabari emak kalau pulang telat. Oh iya... Doni gimana Mak?"
"Enggak papa, kata pak Mantri, Doni kena flu. Kemungkinan karena jajan es sembarangan." Emak membelai kepala Doni.
"Sudah sana tidur, supaya cepat sembuh." Emak menyuruh Doni segera masuk ke dalam satu- satu nya kamar yang kami miliki. Disusul Nita yang segera menemani Doni. Sementara aku dan emak memilih untuk duduk di bangku kayu sederhana di ruang tamu.
Emak memulai pembicaraan, "An... sudah makan malam belum?" tanya emak merasa tidak enak.
"Belum Mak. Emak dan adik- adik juga belum makan malam ya?" Tanya ku prihatin. Beberapa hari ini aku juga tahu kalau persediaan beras di dapur sudah menipis. Padahal seminggu lagi baru gajian. Mengingat- ingat gajian, membuat ku teringat pada kartu kredit pemberian tuan Angga. Ya... aku akan memanfaatkannya.
"Mak ayo kita keluar, kita beli pulsa listrik sekalian beli makanan. Ana baru ingat tadi Sella kasih kartu kreditnya untuk bayar hutang. Nita sama Doni diajak aja. Kasihan mereka di rumah gelap- gelapan." Emak terlihat lega. Jangan- jangan mereka belum makan seharian? Karena sarapan tadi pagi cuma singkong rebus.
"An, kamu gak ganti baju dulu?" Emak rupanya memperhatikan kalau aku belum ganti baju.
"Nanti aja Mak, sekalian mau tidur aja."
"Nita, Doni ini diajak kakak mu makan di luar." Tanpa menunggu lama adik- adik ku langsung menghambur ke luar kamar.
"Benar kah Kak kita mau makan di luar? Aku mau mie goreng ya kak?" Tanya Doni penuh semangat.
"Nasi goreng aja, supaya lebih banyak dan kenyang" Nita menimpali. Karena kebiasaan kami kalau jajan di luar, kami hanya pesan dua porsi makanan. Kami akan saling berbagi, meskipun tidak kenyang tapi itu terasa sangat menyenangkan. Biasanya sebulan sekali kami baru bisa jajan di luar.
Kali ini aku berencana membuat kejutan buat Emak dan adik- adik ku. Rasanya menyenangkan saat melihat mereka terkejut pada banyaknya makanan yang ku pesan nanti. Kami berempat berjalan kaki ke luar gang. Terlebih dahulu aku mengajak Emak dan adik- adik ku ke minimarket untuk membeli token listrik juga membeli beras dan telur. Ku lihat Doni berbinar- binar saat melewati rak aneka snack dan showcase berbagai merek minuman dingin. Tampak ia beberapa kali mencuri pandang ke arah teh botol dingin. Aku menyenggolnya, "Ambil satu minuman dingin dan satu snack, Nita kamu juga ambil ya!"
Melihat kepolosan kedua adik ku membuat ku tersenyum. Doni, beberapa kali mengubah pilihannya. Pertama ia mengambil teh dingin kemudian memasukkannya kembali menggantinya dengan susu kotak. Tidak beberapa lama ia mengembalikannya lagi dan mengambil soft drink. Rupanya ia tidak puas. Dikembalikannya soft drink botol dan mengambil minuman penyegar. Aku merasa terharu, adik- adik ku tumbuh di saat keadaan ekonomi kami terpuruk. Berbeda dengan ku yang pernah merasakan dimanja sebagai anak pertama.
Kartu kredit pemberian Angga memang sakti. Aku sudah membayar pembelian token listrik juga belanjaan. Juga bisa tarik tunai. Aku ambil satu juta, untuk ku berikan nanti pada Emak.