"Saya ke dalam dulu ya." Mayang mengambil bak dan kain pelnya. Segera menyingkir. Takut dengan gelagat Daud yang mendadak menyentuh tonjolan di dalam celananya.
"Bu Mayang."
"Iya." Untung saja posisi Mayang sekarang di dalam kamar. Di ambang pintu tinggal ditutup saja.
"Besok datang ya ke Galaxy Mall. Ada pameran mobil di sana."
Mayang mengerutkan dahi. Memangnya apa hubungannya dengan dia.
"Saya lagi enggak ingin beli mobil."
"Enggak apa-apa. Yang penting datang saja."
Mayang menghela nafas. Menutup pintu. Bersandar di baliknya. Entahlah, meskipun dia bersikap biasa saja, tapi dia tidak menampik kalau jantungnya berdegup dengan kencang kalau berhadapan dengan Daud. Bukan tubuh kokohnya yang membangkitkan selera, melainkan rasa yang pernah ada. Hanya saja, rasa trauma terhadap laki-laki membuatnya mengubur rasa itu dalam-dalam.
'Cukup Sapto dan Marwan yang menyakitiku, jangan ada yang lain lagi.' Mayang berikrar. Dia menarik nafas dalam.
Menghembuskannya perlahan. Menetralisir hatinya yang sempat berantakan.
Mayang membersihkan banjir. Kikuk sekali dia harus membersihkan cairan lengket itu. Andini memang luar biasa. Mengeluarkan klimaks yang melimpah ruah. Padahal, dia sudah tidak muda lagi, tapi masih subur saja ladangnya.
'Memang cocok dia memilih suami Bule. Setidaknya ada yang mengimbangi nafsunya yang berlebihan.' Mayang membatin. Katanya pria bule memang sangat ahli dalam memanjakan wanita di atas ranjang. Tidak salah kalau Andini memilih suaminya yang memang bisa dibilang bertubuh tinggi besar. Mayang juga sempat bertemu. Diam-diam, dia juga memperhatikan jempol kakinya yang besar. Menandakan alat vitalnya juga raksasa. Pasti Andini puas dengan suaminya itu.
Namun yang menjadi pertanyaan, sejak kapan Andini mencari berondong gagah? Apakah sebelum meninggal suaminya mengalami sakit sehingga tidak mampu memuaskan Andini? Kalau memang begitu kasihan Andini. Dia memang kaya raya. tapi sangat sepi di ranjang. Namun, Mayang yakin kalau Andini sangat setia dengan suaminya sampai ajal menjemput, baru kemudian bergerilya mencari berondong.
Mayang menyelimuti Andini sebelum dia berakhir di atas ranjang. Ranjangnya tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Muat saja kalau buat tidur berdua. Dia juga sudah merasakan kantuk yang teramat sangat sampai terbawa ke alam mimpi.
Keesokan harinya, Mayang terperanjat karena hawa pagi yang hangat. Astaga sudah jam setengah delapan. Dia terlambat bangun.
Dengan keadaan panik, dia langsung melompat dari atas ranjang. Meraih perlengkapan mandi dan juga handuk, tapi dia tercenung sesaat ketika menyadari ada yang hilang.
"Lho, Andini ke mana?"
Mayang menggaruk kepalanya yang tidak gatal sembari menyebar seluruh pandangan ke seluruh ruangan.
'Apa Andini sudah pulang? Kenapa dia tidak membangunkanku?'
Mayang yang sudah panik karena bangun kesiangan dibuat bingung dengan Andini yang hilang secara misterius.
"Tas dan kunci mobilnya masih ada kok. Tapi hapenya enggak ada." Mayang memeriksa tas mewah Andini yang tergelatak begitu saja di atas meja.
"Kemungkinan besar dia masih di sekitar sini. Tapi kemana? Tidak mungkin kan dia mencari makan di area kumuh seperti ini." Mayang menganalisa.
"Ah, bodo amat. Aku mandi dulu." Mayang beranjak keluar. Kalau terus-terusan berdiam diri, bisa-bisa telat. Dia tidak ingin di hari-hari terakhirnya bekerja, ada kesan buruk.
'Duh, dipakai lagi kamar mandinya.' Mayang terhenti di depan kamar mandi. Siapa lagi kalau bukan berondong gagah kesayangan Andini.
"Bisa cepat dikit enggak? Aku sudah telat nih." Mayang mengetuk-etuk pintu. Persetan dengan dengan enak hati.
Mendadak suara guyuran terhenti. Beberapa saat pintu terbuka.
"Ada apa sih, Bu Mayang. Baru juga masuk."
Mayang memperhatikan Daud yang hanya muncul separuh badan.
"Iya, cepetan. Aku kesiangan ini."
Daud terkekeh.
"Makanya jangan kebanyakan begadang, Bu. Saya juga baru bangun langsung mandi, hehe"
"Duh, kamu ini kebanyakan omong. Ayo cepat mandinya."
"Sabar dong, Bu. Baru saja masuk, masak sudah disuruh keluar. Kalau Bu Mayang buru-buru, kenapa enggak mandi bareng saja."
Mayang mendelik. Sialan! Daud malah memanfaatkan kesempatan. Membuat Mood Mayang hancur saja pagi itu.
"Najis!"
Mayang turun dari tangga, ketika Daud terkekeh. Dia pikir Daud sudah waras setelah dia ceramahi semalam. Kenyataannya sama saja.
'Semoga kamar mandi bawah kosong. Supaya aku bisa mandi di sana.' Mayang teringat kalau ada kamar mandi lain. Daripada dia menunggu Daud yang selalu menggodanya.
Mandi ayam. Hanya sebatas menyabuni tubuh saja dan cuci muka. Setelah itu Mayang keluar. Tidak enak sekali rasanya mandi ayam seperti itu, tapi mau bagaimana lagi. Dia sudah sangat telat.
Saat menaiki tangga, dia berpapasan dengan Daud yang sudah rapi. Menggunakan celana jeans hitam serta kemeja orange dengan corak garis hitam memanjang vertical. Dua kancingnya dibuka. Tidak lupa kalung titanium. Tampan juga dia kalau rapi begini. Lebih keren daripada sewaktu dia di bank.
"Jangan lupa nanti malam mampir ke Expo di Galaxy Mall, Bu." Daud mengingatkan. Mayang tidak menggubris. Dia menerobos samping tubuh kekar itu yang menguarkan aroma segar. Mayang sempat-sempatnya berpikir pakai parfum apa Daud. Baunya memabukkan.
"Aduh, udah jam delapan kurang sepuluh menit." Mayang semakin kelabakan. Ketika dia tengah terburu-buru memakai pakaian, mendadak pintunya terbuka.
"Astaga Dini! Kamu ngagetin saja!"
Andini bukannya minta maaf malah cengar-cengir. Sepertinya dia sedang bahagia.
"Aku seneng banget May, bisa melihat Daud."
"Katanya jangan sampai ketemu Daud."
"Ih, dengerin dulu. Aku memang enggak bertemu dengannya. Tapi mengintip."
"Mengintip? Maksudnya?"
Dia langsung menunjukan ponselnya. Mayang langsung terpana saat melihat rekaman video yang menampilkan Daud sedang mandi.