Dalam ketakutan yang amat sangat, masalah yang Grizelle rasakan membuat dia trauma. Griz tidak ingin berprasangka buruk dengan ayahnya terlebih dahulu, dia hanya takut sosok ayah yang sama persis dengan pria yang menodai dirinya semalam.
"Jangan sentuh aku!" Teriak Griz ketika ayah ingin menyentuh kepalanya. Grizelle kembali mendekap lututnya lebih kencang.
"Hei, kamu kenapa?" Ucap ayah singkat seolah tidak mengerti apa yang sudah Griz alami.
"Oh, apa kamu sudah tahu semuanya?" Ujar ayah lagi-lagi menerka. Griz semakin tampak takut dengan ayahnya.
"Tenang sayang, jangan takut. Maafkan Ayah yang sudah jual kamu. Maafkan Ayah yang tidak minta persetujuan kamu terlebih dahulu. Lalu bagaimana lagi, Ayah tidak tahu harus lakukan apa untuk melunasi hutang Ayah. Kamu mau kan maafkan Ayah?" Ayah berusaha merayu Griz agar luluh hatinya. Namun Griz hanya diam dalam ketakutan.
"Sekarang ayo berdiri. Ayah ingin buat putri Ayah ini tampak semakin cantik lagi." Ayah mengulurkan tangannya kepada Griz. Grizelle tidak menanggapi ucapan dan uluran tangan ayahnya. Dia tetap pada posisi semula.
"Ayo lah, Grizelle sayang. Jangan takut anak Ayah yang cantik. Ayo!" Ayah terus merayu Griz.
Akhirnya, Griz pun luluh. Dia berdiri dan menuruti perintah ayahnya untuk duduk di depan kaca. Ayah sisir pelan rambut Griz yang acak-acakan. Ayah poles wajah Griz dengan bedak dan lisptik seadanya. Layaknya anak kecil yang di dandani, dan Griz pun hanya terdiam terpaku hanya karena takut dengan kemarahan ayahnya jika dia melawan.
"Nah, anak Ayah sekarang sudah cantik. Senyum dong!"
Griz mengukir indah senyum di bibir tipisnya sedikit terpaksa. Seketika Grizelle ingat dengan masa kecilnya yang di perlakukan sangat baik dan dimanja oleh ayahnya. Berbeda dengan sekarang setelah beranjak dewasa, banyak hal dan cerita pahit dalam hidupnya. Semenjak ayah mengenal minuman keras dan judi, dia jadi berperilaku kasar terhadap Griz dan ibunya.
"Rinton?" Sapa seorang pria di luar rumah memanggil nama ayahnya.
"Siapa itu, Yah?" Griz memberanikan diri untuk bertanya ketika mendengar suara asing itu.
"Entahlah, biar Ayah lihat dulu!" Ayah keluar untuk membuka pintu utama.
"Oh, kamu Bro!"
"Mana janji kamu hari ini?"
"Janji apa ya?"
"Jangan pura-pura lupa dengan hutang kamu. Cepat bayar hari ini juga!"
"Maaf, Bro! Aku belum ada uang saat ini. Aku minta waktu lagi ya sama kamu!"
"Ah, banyak alasan kamu. Mau sampai kapan baru kamu bayar. Dari kemarin mengulur waktu terus. Aku tidak mau tahu lagi, pokoknya hari ini juga harus bayar."
"Sabar, Bro. Pasti aku bayar kok! Kita kan teman, masa kamu begitu. Aku janji, aku bayar hari ini. Nanti sore ya!"
"Aku tidak mau tahu. Atau kalau kamu tidak mau bayar, aku akan lapor polisi supaya kamu masuk penjara sekarang juga."
"Jangan, Bro. Kan masih bisa kita bicarakan baik-baik. Ayo lah, masuk dulu! Tidak enak di lihat tetangga."
"Apa urusan aku, aku tidak mau tahu. Cepat!"
"Biar aku yang bayar semua. Berapa hutan kamu?" Ucap salah seorang pria yang juga baru datang.
Ayah Rinton langsung berlari di belakang pria itu. Tak lain Om Rio yang tidur dengan Grizelle semalam.
"Ah, untung kamu datang. Serius kamu mau bayarin semua hutang aku?"
"Iya, aku akan bayar semua."
Entah ada angin apa dia datang ke rumah Rinton dan bayarkan semua hutangnya. Dengan santai dia membuka uang dalam koper yang sengaja sudah dia bawa sejak tadi. Beberapa ikat uang ratusan ribu di berikan pada si penagih hutang. Tak lain teman dekat Rinton sebelumnya.
"Cukup?"
"Wah, kalau begini kan enak. Ini lebih dari cukup! Terima kasih ya!"
Setelah pembayaran sudah selesai dan dia pergi pulang. Tinggal lah ayah Rinton dan Om Rio.
"Om itu lagi? Kenapa dia ada di sini?" Griz yang mengintip dari kamar terkejut melihat kehadiran Pria hidung belang itu.
"Berarti benar. Ayah memang sudah jelas menjual aku. Lalu kenapa dia datang kemari lagi. Ya Tuhan, semoga tidak terjadi apa-apa lagi sama aku." Grizelle mengunci rapat pintu kamarnya. Terdengar percakapan ayahnya dan Om Rio di ruang tamu.
"Terima kasih banyak, Pak. Untung saja Bapak datang tepat waktu. Kalau tidak, mungkin aku sudah masuk penjara. Aku janji akan bayar hutang Bapak nanti."
"Tidak perlu berterima kasih, dan tidak perlu bayar hutang kamu. Aku ikhlas."
"Apa? Yang benar saja."
"Iya. Benar! Aku tidak bohong. Tapi jangan salah paham dulu. Aku memang tidak minta bayaran uang. Tapi ada satu hal yang harus kamu setujui. Jika kamu setuju, kamu akan mendapatkan lebih lagi dari ini. Kamu akan mendapatkan sawah, tanah dan juga rumah baru."
"Apa yang harus aku lakukan, Pak!"
"Aku ingin kamu setujui aku untuk menikah dengan anak kamu yang kamu jual dirinya kemarin. Aku ingin menjadikan dia istri ketiga aku. Aku tertarik dengan dirinya. Bisa kan?"
"Wah, kalau soal itu bisa banget, Pak. Aku setuju. Tapi bagaimana dengan kuliahnya?"
"Aku akan biayai kuliahnya sampai selesai, setelah itu aku akan menikahi dia. Bagaimana?"
"Siap! Aku setuju banget." Ucap ayah Rinton dengan keras dan lantang. Dia tampak bersemangat mendengar imbalan yang akan dia miliki nanti.
"Ah, ternyata anakku memang pembawa hoki. Jadi kapan Bapak akan berikan semua itu?"
"Sabar, semua akan aku berikan jika nanti kalau aku sudah menikah dengan anak kamu."
"Em, tidak apa-apa. Sebentar lagi juga dia selesai kuliahnya.
"Bagaimana kalau dia tidak setuju."
"Aku yakin dia pasti akan setuju. Bapak tenang saja."
"Baiklah. Kalau begitu aku permisi pulang. Jangan lupa hubungi aku nanti."
"Baik, Pak."
Lain halnya dengan Grizelle, dia sangat terpukul mendengar semua itu. Dia hanya menjadi korban ketamakan ayahnya sendiri. Demi uang dia rela menjual anaknya sendiri dengan pria kaya dan hidung belang itu.
"Ayah jahat!"
Grizelle keluar dari kamar dan memakai ayahnya ketika pria itu sudah keluar dari rumah. Griz memukul ayahnya berkali-kali dengan tangan. Namun pukulan itu tidak lah seberapa.
"Sekarang kamu sudah tahu, Griz. Kamu harus setuju untuk menikah dengan pria kaya itu. Kapan lagi kamu bisa bahagiakan orang tua kamu dengan singkat."
"Tapi bukan seperti ini caranya, Yah! Setelah selesai kuliah, aku masih ingin kerja dulu. Aku ingin membuat ibu bangga dengan hasil kerja kerasku sendiri selama ini."
"Ayah tidak peduli. Memangnya kamu kerja apa? Mau gaji berapa dan sampai kapan mau buat ibu kamu bahagia? Memangnya kamu mampu belikan rumah, sawah dan lainnya dalam waktu singkat? Bodoh kamu kalau tidak mau ambil kesempatan ini. Kamu bisa dengan mudahnya mendapatkan apa yang kamu mau."
"Aku pasti bisa lakukan semua itu tanpa uang dari pria tua itu, Ayah! Lagi pula, sudah cukup Ayah jual diri aku ke pria itu." Griz terus melawan ucapan ayahnya.