"Pras, Mami mau bicara denganmu, boleh ganggu waktumu?", tanya Wendy saat ia memasuki ruang kerja Pras.
"Ada apa Mami? Kayanya penting amat. Mami sendiri?", tanya Pras saat melihat Wendy hanya datang seorang diri.
"Iya, Mami ada sesuatu yang ingin didiskusikan dengan kamu", ujar Wendy lalu duduk di sofa dan Pras lalu duduk disampingnya.
"Mami serius amat?", ujar Pras heran.
"Pras, Mami harap kamu mau mengabulkan permintaan Mami ini. Mami tidak pernah meminta apapun dari kamu, tapi Mami harap kamu mau memberikan yang Mami minta", ujar Wendy sambil menatap mata Pras.
"Kalau aku mampu, pasti aku berikan Mam", ujar Pras lembut.
Wendy mengambil tangan Pras dan menggenggamnya erat.
"Pras, Mami sakit", ujar Wendy diam sejenak. Matanya mulai berkaca-kaca dan taklama air mata menetes dipipinya.
"Mami kenapa? Mami sakit apa?", tanya Pras cemas.
"Mami kena kanker rahim Pras, baru stadium 2. Tapi Mami takut sekali Pras", ujar Wendy akhirnya airmata semakin deras membasahi pipinya. Pras langsung menarik Wendy dalam pelukannya.
"Mami, jangan cemas. Kita cari pengobatan. Mami pulang aja ya ke rumah kita biar lakukan pengobatan disana. Medicalnya disana lebih canggih dari disini", ujar Pras cemas.
"Bukan itu yang Mami mau. Tolong Mami Pras, tolong persatukan lagi mama kamu dengan Papi", ujar Wendy yang membuat Pras sangat kaget.
"Mami ngomong apa si? Mami, penyakit Mami masih bisa disembuhkan kalau masih stadium awal. Jangan putus asa Mami", ujar Pras.
"Pras, tolong Mami. Kalau sampai Mami sakit dan harus di treatment, Mami mau ada yang menjaga Papi kamu, dan pilihan Mami jatuh pada Mama kamu. Dia satu-satunya perempuan yang Mami ingin untuk mendampingi Papi kamu kalau Mami didn't make it", ujar Wendy.
"Mami, jangan ngomong sembarang. Sugestikan ke diri Mami kalau Mami bisa sembuh", ujar Pras kesal.
"Pras tolong kabulkan permintaan Mami, tolong persatukan Papi dengan Mama kamu lagi. Lagipula mereka belum bercerai secara hukum karena Papi kamu belum pernah menceraikan Mama kamu secara resmi. Jadi secara hukum, Mama kamu masih istri dari Papi kamu. Kita tinggal melakukan pernikahan secara agama Pras", ujar Wendy memelas.
"Mami, apa Mami sadar yang Mami omong sekarang?", tanya Pras semakin kesal.
"Mami sadar seratus persen, makanya Mami ke sini minta tolong sama kamu. Tolong bantu Mami, Pras", ujar Wendy lagi.
"Pras, kalaupun Mami sembuh, Mami ikhlas kalau dimadu oleh Mama kamu karena Mami yakin kalau Papi kamu bisa bertindak adil sebagai suami kami berdua. Mami ikhlas dipoligami Pras", ujar Wendy masih terisak.
"Apa Papi sudah tau penyakit Mami? Juga permintaan Mami ini?", tanya Pras.
"Papi sudah tau, tapi dia menolak. Mami sudah kasih tau alasan Mami, tapi Papi kamu menolaknya", ujar Wendy.
"Tuh Mami, Papi aja yang mau jalanin nya menolak, kenapa sekarang Mami malah mau menyeret aku untuk memaksa Papi. Dimana-mana perempuan ngga ada yang mau dimadu, ini Mami malah minta di Poligami. Gimana si Mi", ujar Pras kecewa.
"Kalau perempuan lain itu bukan Mama kamu, Mami juga ngga mau di Poligami, tapi Mami ikhlas kalau itu Mama kamu karena Mami masih melihat cinta dimata Papi dan Mama kamu Pras. Tolong Mami Pras", ujar Wendy makin memelas.
"Alasan Mami ingin Papi kamu menikahi Mama kamu karena Mami merasa bersalah karena Mama kamu masih istri sah dari Papi kamu jadi seharusnya dia istri pertama bukan istri kedua Papi kamu kalau mereka jadi menikah lagi secara agama", ujar Wendy.
"Gini deh Mami, aku ngga mau janji apa-apa dulu. Mami treatment dulu penyakit Mami, kita lihat kedepannya gimana. Nanti aku kasih tau keputusan aku saat aku sudah bicara dengan Papi ya", ujar Pras tersenyum.
"Tolong usahakan ya Pras. Tolong Mami", ujar Wendy tersenyum.
Pras lalu memeluk Wendy erat dan setelah melepaskan pelukannya, Wendy pamit untuk kembali ke rumah sebelum Agung Bismarck kembali dari meninjau gedung baru untuk kantor cabang Loops Group. Pras hanya tersenyum mengantar kepergian Wendy dan ia hanya geleng-geleng kepala mengingat kembali permintaan aneh Maminya.