webnovel

Air Mata Di Padang Bulan-Medan

Saya akan menyusul kekasih saya Ahmad, untuk bersama dengannya, sekalipun kami tidak bisa bersatu di dunia, kami akan bersatu di akhirat kelak. Karena cinta kami suci, dan tidak berlandaskan nafsu belaka. " Ma..., Pa..., "Satu permintaan saya sebelum detak jantung saya tidak berdenyut lagi, kuburkan saya nanti dekat dengan kuburan kekasih saya.... Mati adalah kepastian, namun bagaimana apabila seorang kekasih yang terpisah oleh waktu yang sangat lama, tiba-tiba harus bertemu dengan kekasihnya yang sudah kaku, tidak bernyawa lagi?"karena kecelakaan pesawat yang ditumpanginya? "

Man_84 · 歴史
レビュー数が足りません
20 Chs

Berita Dari Kampung

kencangnya, daun pepohonan melambai-lambai karena tiupannya, sekali-kali mengenai atap pondok Ahmad dan Shobir.

    " Nyiut...Nyiut...Nyiut,"bunyi pohon karet yang tepat berada di belakang pondok mereka.

    Shobir memperbaiki posisi tidurnya dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, untuk mengurangi perasaan dingin yang menusuk sampai ke tulangnya.

    Lain halnya dengan Ahmad, dia terjaga dari tidurnya, sembari menyingkapkan kain selimut yang menutupi tubuh, kemudian tangannya meraba-raba mencari sebuah korek api yang berada di dinding tepat di sampingnya.

    Tak lama baginya untuk mendapatkan korek api itu.

Lalu ia menghidupkan sebuah lampu yang terbuat dari botol berukuran kecil, sumbunya terbuat dari kain yang digulung, dinyalakan dengan menggunakan minyak tanah.

    Ahmadpun duduk sejenak untuk melawan rasa kantuknya.

Matanya tertuju kepada jam beker yang terletak dekat tumpukan kitab, jarum jam menunjukkan pukul 4:00 WIB! Pagi.

    Ahmad memasangkan sendal yang bermerek swallow di kakinya.

Dia langsung melangkah untuk mengambil wudhu'.

    Setelah selesai berwudhu', anak muda itu kembali ke gubuk, untuk mengambil kitabnya lalu berjalan menuju Masjid "Abdul Manaf',"yang dipergunakan para santriwan untuk melaksanakan sholat 5 waktu dengan berjamaah.

    Sesampainya Ahmad di masjid, dia langsung melaksanakan Sholat tahiyatul masjid 2 rokaat, dan kembali berdiri untuk melanjutkan Sholat Tahajjud.

    Pemuda bermata sayu itu duduk dengan bersila sambil menundukkan kepalanya seraya membaca dzikir-dzikir yang dapat menyejukkan hati.

    Dengan penghayatan yang begitu mendalam, sehingga dapat meneteskan air matanya.

    Setelah dia selesai dari tadzakkurnya sembari mengangkatkan kepala.

Dia melihat, bahwa masjid sudah mulai ramai dipenuhi para santri yang menunggu pelaksanaan sholat subuh berjamaah di mulai.

    Para santri beri'tikaf sambil mendengarkan lantunan Ayat-Ayat Suci Al Qur'an dari kaset yang dibacakan oleh Imam Madinah dengan iramanya yang mendayu dan suaranya yang lembut, Syaikh Muhammad Ayyub namanya.

Bacaan yang dapat menggugah hati setiap orang yang mendengarnya.

    Memang begitulah setiap hari caranya membangunkan para santri, untuk pergi ke masjid melaksanakan Sholat Subuh berjamaah.

Dibantu juga dengan OPM (Organisasi Pelajar Ma'had) yang dibentuk oleh para ayah guru.

    OPM ini terdiri dari santri kelas 4,5 dan 6 yang patroli ke pondok-pondok untuk membangunkan temannya yang masih tidur.

    Rupanya Shobirpun sudah berada di masjid, lalu mengumandangkan azan dengan suara serak-serak basahnya yang khas.

   Setelah selesai azan dan melaksanakan Sholat Qobliyah Subuh. Sholat sunat yang dilakukan sebelum Sholat Subuh, lalu seluruh santri menyusun dan membentuk barisannya.

   Sholat Subuh kali ini di imami oleh Ayahanda Pagul, seorang hafizh Al Qur'an dan pakar di bidang Ilmu Tafsir.

    Setelah sholat, dzikir dan do'a bersama dilaksanakan, maka berdirilah seorang santri dari kelas 6 untuk menyampaikan KULTUM.

    Sesudah bersalaman diantara mereka, sebagian santri ada yang langsung kembali ke pondoknya untuk mengaji dan memuroja'ah (mengulang) kembali pelajarannya.

    Sebagian santri yang lain tinggal di masjid membentuk lingkaran seterusnya berdiskusi tentang suatu masalah.

   Ahmad lebih memilih belajar sendiri, agar lebih konsentrasi dan mudah menghafalkannya.

    Dia memulai menghafalkan Kitab "Al jurumiyyah ,"yang dikarang oleh Syaikh Shunhajiy, kemudian dia melanjutkan membaca Kitab "Fiqh Sunnah,"yang di karang oleh Syaikh Sayyid Sabiq.

    " Tak...Tak...Tak,"jarum jam berbunyi, yang terus berjalan dan berpindah dari garis-garis kecil hitungan detik, menunjukkan sudah jam 6 tepat.

    Semua santri yang berada di masjid kembali ke pondok mereka masing-masing untuk mandi, memasak nasi dan lauknya, serta mempersiapkan segala sesuatunya untuk berangkat ke sekolah yang dekat dengan tempat tinggal mereka.

    Tepat jam 7:30 WIB, bel pun berbunyi, para santri berkumpul di lapangan untuk melaksanakan APEL pagi sebelum memasuki kelas mereka masing-masing.

   Ketika jam pelajaran pertama berlangsung, terdengar nama Ahmad dipanggil dari mikrofon, dia pun permisi kepada Ayah Guru yang mengajar di kelasnya, dan langsung menuju ke kantor.

    " Ahmad,"ada titipan surat dari kampung untukmu, sebut ayah guru Ilyas guru bagian TU (Tata Usaha) di pesantren itu.

" Syukron katsiron Ayah,"jawab Ahmad sembari minta diri kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran berikutnya.

    " Teet...Teet...Teettt,"suara bel panjang berbunyi dari kantor, menandakan jam pelajaran 1dan 2 sudah habis, sebagai pertanda bahwa seluruh santri istirahat untuk melaksanakan Sholat Sunat Dhuha.

   Semua santri menuju ke masjid untuk berwudhu' dan melaksanakan sholat Sunat Dhuha, tak terkecuali Ahmad.

   Setelah selesai melaksanakan sholat, dia pun mengambil posisi di sayap masjid sebelah kiri, dengan menyandarkan punggungnya di tiang masjid.

    Anak muda itu mulai meraba kantong bajunya dan mengambil sepucuk surat yang datang dari Mak nya di kampung.

   Ahmad lalu membuka surat itu dengan hati-hati sekali,

   Assalamu'alaikum Ahmad anakku....

Semoga engkau ditemui surat ini, dalam keadaan sehat wal'afiat, sudah dua bulan lamanya engkau tidak pulang ke rumah, tertancap kerinduan kepadamu nak, manakala berada di rumah, sedang lewat di depan kamarmu, Emak seakan-akan melihatmu lagi duduk, dengan buku sebagai teman terbaikmu.

    " Nak, perlu rasanya Emak mengatakan kepadamu, bahwa sawah kita sudah ditarik yang empunya, karena Emak tidak sanggup memberikan upah sewanya,"

Sekarang Emak tidak ada pilihan lagi, demi untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.

    Emak harus menjadi buruh cuci, di rumah Ibu Rahmi tetangga kita.

Anakku Ahmad, maafkan Emak agak telat mengirimkan belanja untukmu nak,"Ayahmu sekarang sudah sakit- sakitan semenjak engkau diantarkan mondok ke pesantren.

    "Anakku."

Semoga kedatangan surat Emak ini, tidak melemahkan kesungguhanmu untuk menuntut manisnya ilmu.

Selesai Emak mencuci, Emak pergi lagi ke rumah Buk Tapi untuk membersihkan rumput pekarangan rumahnya, sementara Ayahmu membersihkan pusara keluarganya, sebagai ganti sewa rumahnya yang kita tempati nak, karena dia tidak mau sewa rumahnya dibayar dengan rupiah.

    Terkadang Emak tidak kuat lagi berhadapan langsung dengan teriknya matahari, sehingga Emak harus meneteskan air mata.

    " Anakku,"

Semakin hari rasanya tubuh ini semakin lemah, pandangan ini semakin kabur, jemari pun semakin kaku untuk digerakkan.

    Yang membuat hati Emak semakin sedih lagi, membersihkan rumput pekarangannya tidak boleh memakai cangkul maupun sejenisnya, Emak hanya dibolehkan mencabut rumput yang begitu keras dan berduri, hanya menggunakan obeng, sekali lagi nak, hanya menggunakan obeng, membuat Emak seharian di terik matahari siang.

    " Anakku,"

Do'akan kesembuhan buat Ayahmu di setiap sujudmu, do'a Emak selalu mengiringi langkahmu dalam menapaki ridho-Nya.

" Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

    "Dari Emakmu, Fatimah....

Langit seakan runtuh, air laut seolah tumpah, bumi serasa roboh, mendengarkan kabar dari orang tuanya di kampung.

    Dengan meneteskan air mata, sambil membayangkan wajah Emak dan Ayahnya, surat itupun kembali dia lipat.

    Kemudian ia masukkan ke dalam kitabnya, sebagai obat ketika malas menghinggapinya.

    " Teet...Teet...Teet,"bel kembali berbunyi yang menunjukkan pembelajaran akan segera dilanjutkan.

    Sepulang dari sekolah, Ahmad terdiam dalam lamunan.

Ia memikirkan sekolah, memikirkan orang tua, mencari kerja, membuat isi kepalanya sangat komplit dengan permasalahan.

    "Assalamu'alaikum,"ucap Shobir.

"Wa'alaikumsalam warohmatullohi wabarakatuh," jawab Ahmad sambil menyeka air matanya.

    "Lagi rindu kampung ya....?

Kata Shobir bercanda.

"Teringat Ayah dan Emak,"jawab Ahmad.

    "Daripada bermenung, lebih baik kita makan bersama, yok.... "

Ajak Shobir sambil meletakkan kitabnya di rak buku.

Mereka pun makan bersama.

            🛫🛫🛫🛫🛫🛫🛫🛫🛫