webnovel

After Bad Destiny

Naulida Ambriaksi adalah seorang perempuan berusia dua puluh enam tahun yang bekerja di perusahaan minyak terbesar di Indonesia dengan posisi jabatan Manager Pengelolaan Minyak. Karir Naulida Ambriaksi terbilang sukses karena kerja keras dan kegigihannya. Namun, semua itu tidak dinikmatinya sendiri karena dia harus membiayai kuliah adiknya atas permintaan orang tua. Kasih sayang orang tua yang hanya dilimpahkan kepada adik Naulida membuatnya tertekan. Terlebih, dia juga mendapat masalah di kantor yang berimbas pada kehilangan pekerjaan yang telah susah payah diraihnya. Naulida kembali mendapat tekanan ketika adik Naulida hendak menikah dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh rekan kerja yang dipercayainya. Ia ditekan untuk mencari, mendapatkan jodoh dan ancaman dari rekan kerjanya. Naulida tentu merasa semakin risi sehingga dia memutuskan pergi dari rumah untuk menenangkan diri. Suatu ketika, dia bertemu dengan seorang lelaki yang memiliki paras tampan, agamis dan stylist di salah satu masjid. Dia tertarik dengan laki-laki itu. Apakah lelaki itu akan menjadi jodoh Naulida? Apakah Naulida bisa bertahan dalam menjalani ujian hidup dengan berpisah dari orang tuanya?

Angdan · 都市
レビュー数が足りません
54 Chs

Menjelaskan Permasalahan, Mencari dan Menemukan

"Baik. Aku akan mendengarkannya," ucap Alexander.

"Bagus ... Kejadian semalam itu tidak sama yang kamu pikirkan dan lihat karena aku dibekap oleh Satrio secara tiba-tiba dan dibawa sekaligus dipepet ke mobil besar berwarna hitam. Dia kemarin tidak mengecup melainkan hanya memiringkan kepala yang seolah-olah mengecupku dan aku juga tidak tahu alasannya melakukan begitu atau sengaja dilakukan ketika melihatmu sehingga aku tidak tahu ada kehadiranmu. Kamu tahu, aku mencoba mengejarmu tapi, kamu malah pergi yang ujungnya hampir merenggut mahkotaku, Alex," jelas Naulida dengan intonasi penekanan.

"Jadi, kamu ... hampir disentuh dan kehilangan mahkotamu?!" sontak Alexander sembari membelalakkan mata.

"Iya," jawab Naulida dengan nada bergetar.

Naulida seraya mata memerah, bibir sedikit bergetar untuk menahan air mata jatuh di pipi. Bola mata dipenuhi oleh buliran air bening yang hendak mengalir deras ke pipi untuk membasahi pipinya.

Raut wajah Alexander memerah seketika setelah mendengar penjelasan Naulida mengenai dirinya yang berada di dekat mobil bersama Satrio. Ia kesal dan marah dengan sikap Satrio terhadap kekasih sekaligus calon istrinya.

Tangan Alexander mengepal dengan keras hingga memutih, wajah merah padam dan rahang menjadi kaku karena amarah yang ingin meledak. Naulida memegang dan mengelus tangannya yang mengepal agar amarahnya meredam. Naulida berusaha mendinginkan hati dan pikirannya.

"Sabar. Aku minta kamu jangan terlalu marah kepadanya karena aku berhasil menyelamatkan diri darinya saat hendak membawaku ke suatu tempat," pinta Naulida.

"Mau sabar, gimana? Kelakuan dia kelewatan, Sayang," ucap Alexander dengan intonasi penekanan seraya melirik sekitarnya.

"Aku tahu, Alex. Tapi, aku juga tidak mau kamu celaka karena terlalu marah untuk membalasnya dengan pukulanmu," ucap Naulida yang mengingatkannya.

"Terus, aku harus apa biar tenang untuk membalasnya?" tanya Alexander.

"Kamu harus bisa meredam amarahmu. Aku tidak ingin ada kekerasan," jawab Naulida.

"Aku kalau tidak menghajarnya, maka, aku tidak lega tapi, kalau aku menghajarnya, aku akan lega," ungkap Alexander.

"Menyelesaikan masalah tidak harus menghajar seseorang yang telah menyakiti kita, Alex. Banyak cara untuk menyelesaikan masalah secara baik-baik bukan dengan kepala dan hati yang panas karena itu ujungnya pasti berantem," tutur Naulida.

Alexander mengalihkan pandangan ke arah Naulida. Ia menatap tajam Naulida karena perkataan Naulida yang melarangnya untuk memukul Satrio yang telah menyakiti calon istrinya dan telah melakukan perbuatan yang tidak pantas.

Alexander dan Satrio musuhan sejak mereka duduk di bangku Sekolah Menengah Atas karena masalah memperebutkan perempuann. Kini, permusuhan mereka semakin memburuk karena Naulida menerima cinta Alexander.

Naulida terus memberikan hal yang baik kepada calon suaminya itu agar pikirannya terbuka dan tidak hanya baku hantam untuk menyelesaikan masalah.

"Kamu tahu tidak?" tanya Naulida.

"Apa?"

"Aku sedih kalau kamu menyelesaikan masalah selalu menggunakan baku hantam padahal banyak cara yang bisa menyelesaikan setiap permasalahan," ungkap Naulida.

Alexander menormalkan pandangannya kepada Naulida. Ia memegang lalu menggenggam tangan kekasihnya itu. Alexander mengelus tangan Naulida dengan lembut. Tatapannya menjadi lembut dan sedikit meluluh ketika Naulida mengungkapkan kesedihannya.

"Jadi, kamu sedih kalau aku menggunakan kekerasan jika dalam menyelesaikan permasalahan?" tanya Alexander.

Naulida mengangguk lalu meneteskan buliran air bening di pipi."Iya, aku sedih karena masih ada cara yang baik untuk menyelesaikan masalah, Alex," jawab Naulida dengan nada bergetar sembari menyeka air matanya.

"Maaf, ya, Sayang. Aku membuatmu menangis karena sikapku."

Alexander merasa bersalah saat melihat Naulida menangis karena ia ingin menghajar seseorang untuk menyelesaikan masalahnya dengan Satrio. Hatinya semakin melunak dan kesempatan ini adalah kesempatan yang baik bagi Naulida untuk memberi masukan yang baik kepada calon suaminya itu.

Naulida menatap Alexander dengan lamat sambil menyeka air mata."Alex!" panggil Naulida.

"Iya, Sayang?"

"Aku ingin kamu berpikir jernih untuk menyelesaikan masalah agar kamu tidak terluka dan disakitin oleh dia. Jika, kamu menghajarnya, aku takut, dia bisa berbuat lebih kejam daripada pukulanmu ke kamu atau ke aku," tutur Naulida.

"Kamu benar. Aku tidak sampai berpikir ke sana. Jika, aku memukulnya, dia bisa melakukan hal lebih daripada ini," ucap Alexander.

"Tuh, kan, kamu harus berpikir dampak panjangnya agar Satrio tidak mengganggu hubungan kita," tutur Naulida.

"Iya. Aku mencari cara untuk membalasnya," ucap Alexander.

Alexander mengernyitkan dahi untuk berpikir menenemukan cara yang paling baik untuk menyelesaikan masalah dengan Satrio. Permasalahan yang berdasarkan dan dimulai dari perebutan perempuan.

Naulida pun ikut berpikir untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya saat ini. Ia terus memutar otak dalam menemukan cara yang baik. Sepuluh menit lamanya untuk mencari dan menemukan cara yang baik, ia menyampaikan cara yang ditemukan olehnya kepada Alexander.

"Alex, aku sudah menemukan cara yang baik untuk menyelesaikan masalah dengan Satrio," ungkap Naulida.

"Apa caranya?" tanya Alexander.

"Caranya adalah aku dan kamu membalas perbuatannya yang buruk dengan perbuatan yang baik. Jadi, kita harus mendekati dan memperbaiki hubungan dengannya," jelas Naulida.

"Aku harus berbuat baik kepada Satrio?" tanya Alexander.

"Iya, Alex. Bukan kamu saja, aku juga harus berbuat baik lagi kepadanya agar tidak menjauh dan tidak memiliki pikiran yang buruk kepada kita, Alex," jawab Naulida."Apakah kamu mau punya musuh dalam hidupmu dan belum selesai sampai akhir hayatmu?" tanya Naulida.

"Tidak. Aku ingin hidup damai dalam hidupku hingga akhir hidupku," jawab Alexander.

"Nah, kan. Jadi, kita mengubah sikap untuk merangkul dan perhatian kepada Satrio agar Satrio luluh dengan sikapmu dan sikapku," ujar Naulida.

"Iya. Kamu benar, aku setuju." Alexander menyetujui cara yang ditemukan oleh Naulida.

"Syukurlah. Kalau begitu, sekarang waktunya kembali bekerja dan bahas nanti setelah pekerjaan selesai dan pulang kerja itu, ya," ucap Naulida.

"Okay."

Naulida dan Alexander kembali ke ruangan masing-masing untuk mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaannya. Naulida mulai fokus untuk menyelesaikan pekerjaannya agar bisa pulang lebih awal.

Sesaat, ia mengerjakan laporannya, pikirannya teringat dengan perkataan Satrio mengenai keluarga kekasihnya sehingga menghentikan jemarinya untuk mengetik laporan itu. Namun, pikiran tentang itu dikesampingkan olehnya agar permasalahan bisa diselesaikan satu persatu.

Naulida melanjutkan pekerjaannya. Netra dan jemari lentiknya bergeliat secara bersamaan bak bekerja sama dengan baik. Ketika Naulida mengerjakan pekerjaannya, pintu ruangan dibuka lalu ditutup kembali.

Sontak, Naulida melirik sosok yang datang tanpa mengetuk pintu ruangannya terlebih dahulu. Sosok yang datang dan masuk ruangannya itu pria semalam hendak menculiknya.

Satrio menghampiri Naulida dengan tatapan tajam, alis saling bertautan dan dahi mengernyit. Naulida berusaha netral dan santai untuk menghadapi Satrio yang terlihat marah kepadanya.

"Ada apa kamu ke ruanganku?"

"Kamu sengaja melakukan itu semalam? Hah?!" bentak Satrio.

"Iya, aku sengaja melakukan itu," jawab Naulida.

"Kenapa?!" geram Satrio.