webnovel

Rahasia Terpendam

Langkah kaki Natasha akhirnya tiba di depan rumah kontrakannya. Sejenak, dia mengamati mobil yang terparkir itu sebelum memasuki halaman. Batinnya tersentak saat Jimmy berada di balik kemudi mobil tersebut. Sesaat kemudian Natasha bergegas menuju rumahnya, tanpa memedulikan keberadaan Jordan yang dititipkan di rumah pemilik kontrakan.

Natasha menatap seseorang yang sedang duduk di teras rumahnya dengan girang. Ia segera berlari dan menemui orang yang bertamu ke rumahnya tersebut. Begitu tiba di hadapan orang tersebut, Natasha justru tertegun dan malu.

"Rupanya, Nyonya yang datang. Maafkan saya, Nyonya!" sapa Natasha sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada. Rupanya, Merry yang datang jauh-jauh ke rumahnya. Natasha lantas meraih kunci pintu dari sakunya dan bergegas membuka pintu tersebut.

Ia yang tampak malu-malu itu, kemudian mempersilakan wanita yang telah lanjut usia itu untuk masuk rumah dan duduk di ruang tamu. Sejenak, dia meninggalkan Merry untuk ke dapur membuatkan minuman. Sembari membuat minuman teh, batin Natasha bertanya-tanya maksud kedatangan Merry tersebut.

"Silakan diminum dulu tehnya, Nyonya." Natasha mempersilakan Merry untuk minum terlebih dahulu, setelah meletakkan secangkir teh di hadapan mantan majikannya tersebut.

"Dari mana saja, kamu? Sepertinya kamu tampak lelah," tanya wanita yang telah penuh dengan uban di kepalanya itu, sambil meraih cangkir teh yang ada di meja.

"Saya, habis mengantar pakaian ke pelanggan, Nyonya. Pekerjaan itu yang bisa, saya lakukan untuk menyambung hidup. Beruntung, saya masih diberikan badan yang sehat agar bisa merawat Jordan dan sebisa mungkin memenuhi kebutuhannya," sahut Natasha sembari tersenyum.

Setelah beberapa lama berbasa-basi antara keduanya, Merry mengatakan maksud kedatangannya ke rumah kontrakan Natasha. Nyonya Besar itu memberikan buku tabungan yang telah ia bubuhkan tanda tangan atau surat kuasa agar Natasha bisa mengambilnya kapan saja, jika membutuhkan. Seketika, Natasha berusaha keras menolak, akan tetapi wanita lanjut usia itu bersikeras untuk memberikan buku tabungan tersebut.

"Tidak, Sha! Gunakan uang tabungan itu untuk memenuhi kebutuhanmu dan juga cucuku. Aku mempersiapkan itu sejak mengetahui dirimu hamil dengan Diego. Bahkan, aku sebenarnya tau kapan kamu berhubungan intim dengan Diego untuk pertama kalinya," ujar Merry membuat Natasha tersentak seketika.

Natasha tertunduk malu. Ia termenung sejenak, mengingat kenangan yang telah lalu. Dia teringat saat seseorang menutup pintu kamar Diego waktu itu.

'Mungkinkah saat itu Nyonya Merry?' Natasha bergumam dalam batin.

"Tapi, Nyonya ... ini terlalu berlebihan bagi saya. Bagaimana saya akan membalasnya?" Natasha merasa sungkan dan tak enak hati dengan perlakuan mantan majikannya itu yang begitu perhatian terhadapnya. Bahkan beberapa waktu yang lalu, Natasha juga telah diberikan satu kotak perhiasan lengkap.

Semakin Natasha menolak, Merry pun semakin bersikeras memaksa agar menerimanya. Bagi Merry itu belum seberapa, mengingat jika Natasha berjuang sendiri saat melahirkan dan merawat tumbuh kembang Jordan. Tak terasa Natasha terharu hingga kelopak matanya meneteskan buliran bening.

"Bolehkah saya bertanya, Nyonya?"

"Tanya saja, apa yang ingin kamu tau, Sha. Kalau aku bisa jawab, ya, pasti aku jawab," balas Merry sembari menatap Natasha dengan lekat. Keduanya sama-sama saling menatap teduh.

"Apakah ada hubungan kerabat antara Nyonya dengan Tuan Jimmy?" tanya Natasha kemudian, karena merasa penasaran.

"Kenapa kamu bertanya? Apa ada sesuatu yang penting?"

"Oh tidak, Nyonya. Saya hanya ingin tau saja. Maafkan saya," ujar Natasha merasa menyesal.

"Jimmy itu anak dari kakak mendiang ayah Diego, Sha. Jadi Diego dan Jimmy adalah sepupu," jelas Merry.

Natasha mengangguk pelan, kemudian mengernyit bingung. Seingatnya, ia pernah memergoki istri Diego sedang bermesraan dengan Jimmy. Bahkan terlihat begitu intim.

"Oh rupanya Tuan Jimmy dan Tuan Diego adalah sepupu."

"Sepertinya ada yang kamu sembunyikan, Sha?"

"Saya punya rahasia, Nyonya. Ini telah saya pendam sejak ikut tinggal bersama Nyonya waktu itu."

"Rahasia apa?"

"Tentang Nyonya Kathy dan juga Tuan Jimmy."

"Rahasia apa yang kamu pendam tentang mereka berdua? Katakan padaku!" seru Merry yang wajahnya seketika berubah geram.

Natasha menghela napas panjang sebelum menceritakan rahasia yang dipendamnya selama ini. Dengan pelan dan lirih, ia menceritakan apa yang ia sembunyikan selama ini. Merry begitu tercengang, seolah-olah tidak percaya dengan ucapan Natasha.

"Itu yang saya pendam selama ini, Nyonya. Saat dulu Nyonya menanyai saya, saya selalu menutupinya. Sejak saat itu saya merasa bersalah dan berdosa, Nyonya. Saya mohon maaf!" pinta Natasha kemudian.

"Keterlaluan mereka berdua! Berani-beraninya bermain api di belakang anakku!" gerutu Merry.

"Maafkan saya, Nyonya, karena baru berani berterus terang sekarang," ujar Natasha sambil berulang kali meminta maaf.

"Kamu jangan merasa bersalah, Sha, karena kamu memang tidak bersalah. Jadi tenanglah! Sekarang giliran aku yang akan menceritakan rahasia kepadamu. Sebenarnya maksud dan tujuanku ke sini, selain memberikan itu padamu, juga akan memberitahumu rahasia yang telah kupendam bertahun-tahun bersama orangtuamu." Natasha seketika mendongak. Dia merasa terkejut bercampur penasaran. Selama ini, dirinya merasa tak ada rahasia yang orangtuanya simpan sebelum ajal menjemput mereka berdua.

Merry menceritakan rahasia yang selama ini dipendamnya kepada Natasha. Wanita yang masih tampak cantik dan sederhana itu memang wajib tahu hal itu. Natasha mendengarkan dengan serius. Sesekali dia tersentak, mendengar penuturan Merry. Sekali kesempatan, Natasha ingin menyela pembicaraan Merry saat menyampaikan rahasia. Namun, wanita lanjut usia itu justru memberikan kode agar Natasha jangan bertanya terlebih dahulu, sebelum cerita darinya itu berakhir.

Natasha berurai air mata, usai mendengar rahasia yang disampaikan Merry. Tubuhnya lantas luruh ke lantai. Rahasia itu benar-benar menghantam jiwanya. Pantas saja, dirinya pernah menemukan sebuah album foto berisi foto-foto bayi perempuan, tetapi bukan Natasha pada saat masih bayi.

Merry terus menguatkan Natasha. Ibu dari Diego itu juga merasa bersalah kepada kedua orangtua Natasha. Andai saja, perusahaan ayah Diego kala itu tidak mendekati pailit, tak mungkin Diego dijodohkan menikah dengan Kathy.

"Seharusnya, Diego memperoleh kebahagiaan dalam hidup, termasuk kamu, Sha," ujar Merry dengan lirih.

"Nyonya, bolehkah saya bertanya? Tapi, jika dianggap lancang, maafkan saya!" tanya Natasha sambil mengusap air mata yang meleleh di pipinya.

"Boleh. Tanyakan apa saja kepadaku! Sudah aku katakan, kalau aku tau pasti akan kujawab," sahut Merry sambil menatap lekat wajah Natasha.

"Apakah ada andil dari Nyonya, ketika Tuan Diego saat itu berbuat sesuatu hingga saya hamil, Nyonya? Maafkan, mungkin ini terlalu kurang ajar, Nyonya!" pinta Natasha sambil menunduk. Natasha teringat nasihat Merry jika ia harus memancing gelagat Diego agar tertarik kepadanya saat itu. Sehingga ia berani bertanya tentang hal itu pada Merry.

Merry kemudian menjawab pertanyaan Natasha dengan hati-hati. Wanita lanjut usia itu tidak ingin, Natasha yang telah dianggap anaknya sendiri itu, semakin sedih. Merry mencoba membeberkan semua rahasia selagi dirinya masih hidup kepada Natasha.

Natasha tampak memahami semua yang dikatakan Merry. Ia juga tidak bisa menghakimi siapapun atas kejadian yang menimpa dalam hidupnya. Saat ini yang ada di pikirannya, hanyalah ingin sang anak menjadi orang yang hebat.

Setelah beberapa lamanya mengobrol, Merry berpamitan pulang. Ibu dari Diego itu juga berpesan kepada Natasha agar menghubunginya jika mengalami kesulitan hidup.

"Oh iya, Natasha ... aku lupa. Ada titipan surat dari Diego untukmu," ujar Merry sebelum meninggalkan rumah Natasha. Wanita lanjut usia itu meraih sebuah amplop dari tasnya dan menyodorkannya ke tangan Natasha.

"Terima kasih, Nyonya. Sampaikan salam saya kepada Tuan Diego! Sampaikan juga, permintaan maaf saya, atas kejadian beberapa waktu yang lalu itu," pinta Natasha kemudian, setelah mencium amplop surat dari Diego.

"Pasti akan aku sampaikan, Sha."

"Terima kasih, Nyonya."

Merry benar-benar berpamitan pada Natasha. Padahal, nyonya besar itu belum bertemu sang cucu. Natasha lantas mengantarkan hingga ke jalan depan halaman, di mana mobil terparkir di sana.

Natasha menatap sengit ke arah Jimmy yang turun dari mobil untuk membukakan pintu mobil untuk Merry. Natasha pura-pura cuek dengan balasan sinis dari sepupu Diego tersebut. Sebelum mobil melaju, rupanya payung yang dipakai Merry saat berjalan dari turun mobil menuju rumah Natasha, tertinggal di ruang tamu.

"Jangan sok senang dulu, kamu!" ujar Jimmy pada Natasha saat mengambil payung.

"Saya tidak mengerti maksud, Tuan!" balas Natasha dengan wajah yang tenang.

Jimmy bergegas meninggalkan Natasha, untuk kembali menuju mobil dan pulang bersama Merry. Meskipun, Natasha berusaha tenang, tetapi ucapan Jimmy terasa bermuatan ancaman membuatnya takut. Dia harus lebih berhati-hati menghadapi Jimmy dan tentu saja dengan Kathy di kemudian hari.